A Dream of Marrying You - Bab 26 Dasar, Si Malas
Setelah pintu itu tertutup, suara Tavis Pei yang berada di luar itu benar-benar tidak bisa terdengar dari dalam.
Eugene Pei kemudian berjalan perlahan ke samping tempat tidur itu, Clarie Song yang berbaring di atas tempat tidur itu tidak sadar sedikitpun, dadanya mengembang ketika wanita itu bernapas dengan tenang.
Dia tiba-tiba menundukkan kepalanya, lalu menahan tubuhnya dengan meletakkan lengannya di kedua sisi bantal kepala Clarie Song, membuat bantal itu tenggelam sedikit, sisi wajah wanita itu lalu bergerak sedikit, seperti dirinya sudah terbangun.
Tetapi Eugene Pei tahu bahwa Clarie Song tidak terbangun sedikitpun.
Eugene Pei lalu menundukkan tubuhnya, sedikit demi sedikit mendekat ke arah wanita itu, sampai pipinya bisa merasakan sedikit hangat dari napas Clarie Song, barulah sudut bibirnya terangkat, setelah itu dia menarik sehelai rambut dari kerah pakaian wanita itu dan membungkusnya dengan kertas tisu.
Dia kemudian meniup wajah Clarie Song dengan perlahan, lalu menjulurkan tangannya dan mencubit wajah Clarie Song dengan pelan: “Dasar, si malas.”
……
Setelah sekitar satu menit berlalu, Eugene Pei berjalan keluar dari dalam kamar hotel itu seperti tidak ada hal apapun yang terjadi.
Melihat ayahnya keluar, Tavis Pei yang sedang melihat-lihat kartu pegawai yang diambilnya dari dalam tas Clarie Song itu langsung menyembunyikan kartu pegawai Clarie Song itu di belakang tubuhnya, lalu menaikkan kepalanya melihat pria itu dan bertanya: “Pa, papa kenal ya sama Clarie?”
Eugene Pei tidak menjawab pertanyaan itu, pria itu hanya melangkah dan berjalan ke depan.
Tavis Pei mengejar dari belakang dengan kaki kecilnya, berlari sampai napasnya terengah-engah, ditambah dengan bokongnya yang mulai sakit kembali lagi itu, dia berhenti di depan lift itu dan menangkap celana Eugene Pei: “Pa, papa diam-diam suka dengan Clarie kan?”
Eugene Pei masih diam, tidak bersuara, Tavis Pei lalu bergumam kepada dirinya sendiri: “Clarie adalah seorang wanita yang baik, papa jangan berbuat yang macam-macam dan membuat dia salah paham……”
Eugene Pei kemudian mengangkat Tavis Pei masuk ke adalam lift, lalu menekan tombol ke lantai satu, “Darimana kamu tahu kalau dia adalah seorang wanita yang baik?”
“Meskipun aku sudah menipunya, dia tidak marah, dan lagi, dirinya maish membawaku pergi ke rumah sakit, membelikanku makanan yang enak dan mengoleskanku obat,” Tavis Pei lalu membusungkan dadanya, “Yang pasti, intuisiku itu sangat tepat!”
……
Clarie Song terbangun, pandangan matanya bertemu dengan tirai jendela berwarna biru gelap hotel itu, untuk beberapa saat, dia masih belum sadar sepenuhnya dan setelah dirinya tersadar dan melihat ke samping tempat tidurnya itu, selimut Tavis Pei itu sudah terbuka.
Clarie Song langsung terbangun, berlari ke dalam kamar mandi dan berteriak, “Taylor Pei!”
Tidak ada orang yang menjawab.
Sangat jelas bahwa dalam ruangan itu sekarang hanya tinggal Clarie Song seorang diri.
Tidak mungkin ada sesuatu yang terjadi kan? Dan ketika Clarie Song mengambil hpnya untuk menelepon ayahnya Tavis Pei, dia melihat secarik kertas yang ditimpa di atas hpnya itu.
Kertas itu bertuliskan beberapa kata-kata yang berantakkan di atasnya: Papa sudah datang menjemputku, dan sama seperti ketika aku datang, diriku pergi dalam kesunyian.
Clarie Song akhirnya perlahan-lahan tersenyum, sudut bibirnya terangkat ke atas tanpa bisa ditahannya, tetapi meskipun tersenyum, hatinya masih dipenuhi dengan kekosongan.
Seperti yang dipikirkannya, kehadiran seorang anak akan membuat semuanya menjadi meriah, sampai anak itu pergi, hatinya juga akan kembali kosong.
Dia membuka hpnya, ada tiga panggilan tidak terjawab dari Ava Dai, dan sekali dirinya melihat waktu yang tertera.
14:38!
Hari tiba-tiba sudah siang!
Padahal dirinya sudah berjanji bahwa dia akan memberikan laporan tagihannya bersama Pei’s Corp beberapa hari ini! Dan Astaga! Dirinya justru langsung bolos kerja setengah hari!
Clarie Song langsung menelepon ke nomor hp Ava Dai, sambil dirinya menunduk untuk memakai sepatunya, hpnya itu dia jepit diantara telinga dan pundaknya.
“Kak Dai, maaf, aku punya sedikit urusan pagi ini, sekarang……”
Belum selesai dia berbicara, Ava Dai sudah memotong perkataannya, suara yang sangat tenang mengalir dari dalam telepon itu dan masuk ke dalam telinga Clarie Song: “CEO Pei sudah membantumu untuk izin pagi ini……”
Gerakkan Clarie Song memakai sepatunya itu langsung terhenti, “Laporannya……”
Ava Dai berbicara: “Kamu kirim saja dulu bentuk elektroniknya ke e-mail ku, sisanya laporkan kepadaku besok ketika kamu sudah bekerja, istirahat baik-baik di rumah.”
Selesai mematikan telepon itu, Clarie Song duduk selama beberapa menit di atas tempat tidur itu sebelum akhirnya dirinya memutuskan untuk memberikan Eugene Pei telepon dan mengatakan terima kasih kepada pria itu.
Hanya saja, telepon itu disambut oleh Cody Li, asisten khususnya Eugene Pei: “CEO Pei sedang rapat sekarang, apa ada yang ingin saya bantu sampaikan?”
Clarie Song berkata: “Tidak ada…… Tunggu, kalau begitu tolong bantu saya sampaikan terima kasih saya kepada CEO Pei, terima kasih.”
Sepuluh menit kemudian, ketika Clarie Song checked out di resepsionis hotel tersebut, dia menerima sebuah pesan, pesan itu dikirim oleh Eugene Pei, dalamnya hanya ada satu kata: Iya.
Tidak heran, itu memang karakter Eugene Pei yang tidak pernah berubah.
……
Ketika Tavis Pei berumur dua tahun, nyonya besar Keluarga Pei pernah bertanya kepada putranya Eugene Pei itu, kalau dirinya harus memberikan nilai kepada pria itu berdasarkan standar seorang ayah, berapa nilai yang kira-kira bisa diberikannya?
Tanpa ada rasa malu sedikitpun Eugene Pei menjawab: “Paling tidak juga delapan puluh.”
Lalu, nonya besar Keluarga Pei itu melihat sebuah cap bibir berwarna merah di kerah kemeja putih milik Eugene Pei, wajahnya langsung berubah gelap: “Kamu yakin?! Besok antarkan Tavis Pei kepadaku!”
Tetapi, satu bulan kemudian, Eugene Pei justru mengajak Tavis Pei pergi ke Vancouver, dengan alasan akan mencarikan ibu untuk Tavis Pei, tetapi terus tidak membuahkan hasil, sampai tahun lalu mereka baru kembali lagi dari luar negeri.
Ketika nyonya besar Keluarga Pei itu tahu bahwa tulang ekor cucu kesayangannya itu ‘patah’, hatinya sakit bukan kepalang, dia pergi lagi untuk mencari seorang dokter ahli tulang yang paling bagus di dalam rumah sakit, meskipun dokter ahli tulang itu berkata bahwa tidak ada masalah yang serius, tetapi nyonya besar masih merasa sedih, sampai-sampai dia menyuruh Tavis Pei untuk tidak sekolah.
Tavis Pei tentu saja sangat setuju, tetapi keesokkan siangnya anak itu langsung dibawa keluar secara diam-diam oleh Eugene Pei dan ditinggalkannya di sekolah.
“Bokongku sakit.”
Dengan sekali lirikkan saja Eugene Pei sudah bisa melihat trik kecil yang sedang dimainkan oleh Tavis Pei itu, setelah melihat anak itu dengan datar, dirinya langsung berbalik badan dan masuk ke dalam mobil.
“Aku pasti bukan anak kandung!” Tavis Pei menghentak-hentakkan kakinya dengan kesal ketika melihat mobil itu pergi, lalu dengan mendukung tas sekolahnya itu, dia berjalan masuk ke dalam sekolah.
Sebenarnya dia sudah tidak merasakan sakit lagi karena pada dasarnya tulang ekornya memang tidak terluka, dia lalu merebut bantalan duduk diatas kursi Julian Mo itu dan menyelipkannya di bawah bokongnya.
Julian Mo sedang sangat bersemangat bercerita kepada Tavis Pei tentang bagaimana kemarin, mamanya membelikannya mainan pesawat, mengajaknya pergi makan Mc Donalds, juga mengajaknya pergi ke taman bermain dan naik roller coaster, sangat mendebarkan sampai bisa terdengar suara teriakkan darimanapun.
Tavis Pei: “Apa kamu sudah terkejut sampai mengompol?”
Julian Mo: “……”
Ketika sekolah sudah berakhir, Tavis Pei pergi keluar dari gerbang sekolah itu bersama Julian Mo, dirinya lalu berhenti di tempat biasa mobil Eugene Pei berhenti untuk menurunkannya dan menjemputnya itu, sedangkan Julian Mo langsung berlari ke dalam pelukkan seorang wanita muda dengan wajah yang tersenyum sangat gembira seperti sekuntum bunga.
Bunga liar.
Huft.
Julian Mo lalu melambaikan tangannya ke Tavis Pei: “Mamaku akan mengajakku pergi makan hotpot, Tavis, kamu mau ikut tidak?”
Tavis Pei berpura-pura tidak peduli, “Mamaku juga akan datang menjemputku sebentar lagi, kami akan pergi makan ke…… ke Mc Donalds.”
Julian Mo terkejut sampai melebarkan matanya: “Kamu sudah punya mama?!”
“Tentu saja, kalau tidak? Apa kamu pikir aku keluar dari sela-sela batu?” Ucap Tavis Pei dengan dingin, “Kamu lihat saja, mamaku sebentar lagi datang, aku ini sedang memberikannya telepon.”
Novel Terkait
Takdir Raja Perang
Brama aditioJalan Kembali Hidupku
Devan HardiKisah Si Dewa Perang
Daron JayCinta Tak Biasa
SusantiEverything i know about love
Shinta CharityA Dream of Marrying You×
- Bab 1 Pemergokan Yang Konyol
- Bab 2 Aku Ingin Bercerai
- Bab 3 Kamu Ingin Melahirkan Anak Untuk Suamiku?
- Bab 4 Tamu Undangan
- Bab 5 Merebut Cinta
- Bab 6 Tidak Mampu Hamil
- Bab 7 Kakak, Kumohon
- Bab 8 Mustahil Untuk Memiliki Anak
- Bab 9 Menggunakan Alkohol Untuk Mengebaskan Rasa Sakit
- Bab 10 Ciuman Paksa
- Bab 11 Di Hotel!
- Bab 12 Papa Tunggal
- Bab 13 Ibu Mertua dan Selingkuhan
- Bab 14 Mulut Manis Taktik Kejam, Posisinya Akan Stabil
- Bab 15 Pergi Ke Tempat Jauh
- Bab 16 Semua Mama Tiri Sangatlah Galak
- Bab 17 Pacaran Jarak Jauh
- Bab 18 Bagian Punggung Terlalu Terbuka
- Bab 19 Parasnya sama, Suaranya Sama
- Bab 20 Pura-Pura Hamil
- Bab 21 Gambaran Wanita yang Cemburu
- Bab 22 Mesin Seperti Diriku Ini Tidak Memiliki Kemampuan Itu
- Bab 23 Gali Sebuah Lubang Dan Kubur
- Bab 24 Ibuku Kabur Dengan Pria Lain
- Bab 25 Pria Dan Wanita Tidak Boleh Saling Bersentuhan
- Bab 26 Dasar, Si Malas
- Bab 27 Masuk, Bantu Aku Gosok Punggungku!
- Bab 28 Mimpi Buruk
- Bab 29 Melewati Batas
- Bab 30 Tidak Ada Masalah
- Bab 31 Hati Langsung Menjadi Sakit Ketika Mengingatnya
- Bab 32 Kamu Tahu Saja Sudah Cukup
- Bab 33 Temukan Wanita Itu!
- Bab 34 Satu Sekat Kecil
- Bab 35 Kamu Mati Kalau Berani Menolak
- Bab 36 Musim Hujan Diusia 17 Tahun Itu
- Bab 37 Wajah yang Tersipu-Sipu Dan Mata yang Merah
- Bab 38 Tidak Baik Mempermainkan Seorang Wanita
- bab 39 Tidak Boleh Langsung Berpisah Setelah Bertemu
- Bab 40 Berlebihan? Itu Sudah Parah
- Bab 41 Memang Sangat Kebetulan
- Bab 42 Benar-benar Aneh
- Bab 43 Orang-orang Bodoh
- Bab 44 Cium Aku?
- Bab 45 Wali
- Bab 46 Paparazzi
- Bab 47 Beloved
- Bab 48 Istri?!
- Bab 49 Acara Khusus Kencan Buta
- Bab 50 Waktunya Hampir Tiba
- Bab 51 Pemilih Makanan, Sangat Susah Dilayani
- Bab 52 Nasi Goreng
- Bab53 Ikuti Aku
- Bab 54 Makan Seafood
- Bab 55 Kamu Percaya Tidak?
- Bab 56 Suasana Hati Yang Kacau
- Bab 57 Putramu Memanggilku
- Bab 58 Mari Kita Bersatu, Ayah
- Bab 59 Asisten Sementara
- Bab 60 Ulang tahun Dia?
- Bab 61 Aku Laporkan!
- Bab 62 Jangan Tebak Pikiran Pria (1)
- Bab 62 Jangan Tebak Pikiran Pria (2)
- Bab 62 Jangan Tebak Pikiran Pria (3)
- Bab 63 Apa Tidak Pernah Melihat Dicakar Kucing (1)
- Bab 63 Apa Tidak Pernah Melihat Dicakar Kucing (2)
- Bab 63 Apa Tidak Pernah Melihat Dicakar Kucing (3)
- Bab 64 Hari-Hari Kita Masih Panjang (1)
- Bab 64 Hari-Hari Kita Masih Panjang (2)
- Bab 64 Hari-Hari Kita Masih Panjang (3)
- Bab 65 Berbincang Mengenai Cinta (1)
- Bab 65 Berbincang Mengenai Cinta (2)
- Bab 65 Berbincang Mengenai Cinta (3)
- Bab 66 Anak Tanpa Ibu Itu Seperti Rumput (1)
- Bab 66 Anak Tanpa Ibu Itu Seperti Rumput (2)
- Bab 66 Anak Tanpa Ibu Itu Seperti Rumput (3)
- Bab 67 ‘Clarie Song’ Palsu (1)
- Bab 67 ‘Clarie Song’ Palsu (2)
- Bab 68 Aku Ingin Pergi Ke Surga, Bisa Siapkan Mobil? (1)
- Bab 68 Aku Ingin Pergi Ke Surga, Bisa Siapkan Mobil? (2)
- Bab 69 Menjadi Ayah Yang Tegas Dan Menjadi Ibu Yang Peyayang(1)
- Bab 69 Menjadi Ayah Yang Tegas Dan Menjadi Ibu Yang Peyayang(2)
- Bab 70 Umpan Terpancing ! (1)
- Bab 70 Umpan Terpancing ! (2)
- Bab 71 Apakah Ini Musim Hamil (1)
- Bab 71 Apakah Ini Musim Hamil (2)
- Bab 72 Malam Ini, Tidak Ada Seorang Pun Yang Bisa Tidur (1)
- Bab 72 Malam Ini, Tidak Ada Seorang Pun Yang Bisa Tidur (2)
- Bab 73 Temani Aku Pergi Ke Toilet? (1)
- Bab 73 Temani Aku Pergi Ke Toilet? (2)
- Bab 74 Sepertinya.....Dipermainkan Lagi?
- Bab 75 Si Jomblo Akan Berpacaran! (1)
- Bab 75 Si Jomblo Akan Berpacaran! (2)
- Bab 75 Si Jomblo Akan Berpacaran! (3)
- Bab 76 Apakah Kamu Sudah Memakai Bajunya? (1)
- Bab 76 Apakah Kamu Sudah Memakai Bajunya? (2)
- Bab 76 Apakah Kamu Sudah Memakai Bajunya? (3)
- Bab 77 Putramu umur berapa?
- Bab 78 Ayah, kamu nakal lagi! (1)
- Bab 78 Ayah, Kamu Nakal Lagi! (2)
- Bab 79 Pasti Tidak Akan, Aku, Abaikan!