A Dream of Marrying You - Bab 27 Masuk, Bantu Aku Gosok Punggungku!
Tavis Pei mengeluarkan hp kecilnya dan membolak-balik riwayat panggilan teleponnya itu, Julian Mo di samping mencoba mengintip, Tavis Pei lalu menepuk pundak temannya itu: “Tidak boleh mengintip!”
Tetapi, meskipun dirinya sudah membolak-balik riwayat telepon itu, dia masih tidak bisa menemukan orang yang bisa menjadi ibunya, dan ketika dirinya melihat nomor telepon Clarie Song secara tidak sengaja, matanya langsung berkilau, dia lalu berkata kepada Julian Mo: “Aku akan menelepon mamaku! Kamu jangan ikut-ikut……“
……
Ketika Clarie Song mengangkat telepon Tavis Pei itu, dirinya sedang membuat perjanjian perceraian.
Hal seperti itu, dia tidak pernah sekalipun memikirkannya selama tiga tahun pernikahannya itu, sekarang, ketika dirinya tiba-tiba harus menulisnya, dia benar-benar merasa kesulitan dan tidak tahu apa yang harus ditulisnya, matanya yang melihat layar komputer itu sudah sedikit sakit, setelah dirinya mengusap-usap matanya dan meneteskan dua tetesan obat mata ke dalamnya, nada dering hpnya itu langsung berbunyi.
Karena sedang menyipitkan matanya, dia tidak melihat lagi layar hpnya itu, setelah menyambutnya, Clarie Song langsung bertanya: “Halo, dengan Clarie Song disini.”
Suara lembut Tavis Pei keluar dari dalam telepon itu: “Clarie, bokongku sakit sekali tetapi tidak ada orang yang mempedulikanku……”
Clarie Song langsung duduk dengan tegap, “Papamu?”
“Papaku mau rapat, dia tidak ada waktu untuk menjemputku……”
“Kamu sekarang dimana?”
Tavis Pei berkata: “Di gerbang SD Praktikum Pertama, semuanya karena kamu menabrakku kemarin, jadi kamu harus bertanggung jawab……”
Clarie Song: “……”
Karena takut aktingnya itu kurang meyakinkan, Tavis Pei mencubit tenggorokkannya dan berkata: “Kamu cepat sedikit datang, kalau tidak aku sudah hampir mati……”
Clarie Song: “……”
Bisa dikatakan, Clarie Song tidak memiliki hubungan apapun dengan si kecil Keluarga Pei itu dan dirinya bisa sama sekali tidak mempedulikkannya, tetapi aneh, semenjak dia tahu bahwa dirinya tidak bisa melahirkan anak, dia memiliki perasaan dekat yang tidak bisa dijelaskannya terhadap anak-anak, dan dirinya lebih condong ke suka dengan anak itu, benar-benar sebuah cinta tanpa batas seorang ibu kan?
Dia menggeleng-gelengkan kepalanya dan menutup dokumen itu lalu dia mengenakan pakaiannya dan pergi.
Jarak SD Praktikum Pertama dan Komplek Golden Water itu tidak terhitung jauh, hanya sebatas dua blok jalan saja, sepuluh menit dengan berjalan kaku pun bisa sampai, tetapi Clarie Song takut si kecil itu menunggu terlalu lama, jadi dia memanggil taksi, bisa dikatakan hanya sebatas biaya minimum taksi.
Di waktu itu, murid di depan pintu gerbang itu sudah tidak banyak lagi, dari kejauhan, Clarie Song bisa langsung melihat Tavis Pei dan seorang anak kecil lainnya sedang berdiri berdampingan di depan taman.
Dan sebelum sempat dirinya berjalan kesana, dia melihat Tavis Pei sedang mengatakan sesuatu kepada teman kecilnya itu lalu sambil mendukung tasnya, pria kecil itu berlari dengan cepat ke arahnya, kemudian menarik tangannnya, berbalik badan dan langsung pergi.
“Kamu ingin pergi kemana?”
“Aku ingin duduk roller coaster!”
Clarie Song merasa aneh, “Bokongmu sudah tidak sakit lagi?”
Tavis Pei tersenyum dan memperlihatkan seluruh gigi putihnya: “Sekali melihatmu, semuanya langsung menjadi baik!”
Di waktu yang bersamaan, Cody Li yang terus bersembunyi di dalam mobil dan memperhatikan setiap detail gerakkan Tavis Pei itu, ketika melihat Clarie Song, matanya langsung membesar karena terkejut.
Wah! Dugaan bosnya itu benar-benar tepat!
Dia lalu dengan cepat mengeluarkan hpnya dan memberikan telepon kepada Eugene Pei.
“Bos, tuan muda sudah pergi bersama Clarie Song, aku dengar, sepertinya pergi bermain ke taman bermain.”
Sudut bibir Eugene Pei terangkat tipis, berkata: “Baiklah, maaf sudah merepotkanmu.”
Cody Li yang disana sudah hampir menjatuhkan hpnya.
Bosnya yang selalu dingin dan suka mempermainkan orang lain itu tiba-tiba mengatakan ‘Maaf, sudah, merepotkan, mu’ kepadanya?!
Apa dia tidak salah dengar?
……
Di depan wahana roller coaster itu, orang-orang mengantri dengan panjang, semuanya adalah orang dewasa yang sedang menuntun tangan anak kecil.
Clarie Song membeli popcorn dan lemontea, Tavis Pei menerimanya dengan gembira, wajahnya penuh dengan ekspresi bangga.
“Bokongmu benar-benar sudah tidak sakit lagi?”
Tavis Pei menggeleng-gelengkan kepalanya.
Dia lalu berjongkok dan menepuk bokong Tavis Pei, dalam sekejap, Tavis Pei langsung berteriak kesakitan, sambil mengusap-usap hidungnya, “Aku benar-benar sudah baik-baik saja!”
Clarie Song lalu melipat kedua tangannya di depan dadanya.
Tavis Pei: “…… Baiklah, aku tidak naik lagi.”
Clarie Song barulah bisa bernapas dengan lega dalam hatinya, karena selain takut dengan ketinggian, dirinya juga tidak bisa duduk roller coaster. Tetapi melihat ekspresi kecewa Tavis Pei sekarang, dia merasa bersalah karena sudah menipu anak kecil itu, karena itu dia berkata: “Mau makan apa?”
Tavis Pei buru-buru mengambil segenggam popcorn dan memasukkannya ke dalam mulutnya dengan kesal, “Terserah!”
Clarie Song kemudian mengajak Tavis Pei untuk pergi makan daging panggang ala Brazil, melihat daging, pandangan mata si kecil itu langsung terpaku lurus, kecepatan Clarie Song memanggang daging itu pun sudah tidak bisa mengejar kecepatan Tavis Pei itu makan.
Clarie Song mengambil kertas tisu lalu menyeka bekas saos di sudut bibir Tavis Pei, “Pelan sedikit makannya.”
Sekarang, semakin melihat si kecil Tavis Pei itu, dirinya semakin menyukainya, tetapi meskipun dia menyukainya, anak itu bukan anaknya, dan lagi untuk selamanya, dia tidak akan bisa memiliki anak sendiri, sekali memikirkan hal itu, hatinya langsung terasa sakit.
Selesai makan, Clarie Song mengantarkan Tavis Pei kembali ke rumahnya di Huayuan.
Huayuan adalah sebuah apartemen yang terletak di daerah perumahan orang-orang kaya, benar-benar sebuah tempat yang sangat mahal, sepertinya dugaannya tidak salah, si kecil itu memang berasal dari keluarga yang kaya.
“Clarie, masuk saja dulu ke rumahku.”
Tavis Pei memperlakukan orang-orang seperti mereka memperlakukan dirinya, dan karena Clarie Song sudah mentraktirnya makan makanan mahal, dia juga akan membalasnya, tanpa berpikir panjang, dia menarik tangan Clarie Song, menempelkan kartunya dan naik ke dalam lift.
“Apa papamu tidak ada di rumah?” Berdiri di depan pintu itu, Clarie Song merasa sedikit takut.
Tavis Pei berkata: “Tidak, papaku sangat sibuk.”
Clarie Song langsung bernapas dengan lega.
Kunci pintu rumah itu menggunakan alat pendeteksi sidik jari, sambil menjinjit, Tavis Pei menempelkan ibu jarinya, lalu menekan serangkaian nomor, setelah itu pintu itu berbunyi dan pintunya terbuka.
Langkah kaki Clarie Song mengikuti dengan perlahan, lalu langkahnya terhenti di depan pintu itu.
Kesan pertama ketika dia melihat tempat itu adalah…… rumah itu, memang tidak ada wanita yang tinggal disana.
Mainan-mainan ditumpuk dengan berantakkan di atas sofa, di atas lantai masih ada mainan pesawat dan kereta api, kaos kaki dan sepatu, berserakkan dari depan pintu itu sampai ke depan lift.
Hanya saja, semuanya adalah milik anak kecil dan pria, tidak ada jejak wanita sedikit pun.
Clarie Song langsung menggeleng-gelengkan kepalanya, sepertinya, setiap pria yang sukses memang memerlukan seorang wanita yang terampil untuk mengurus rumah di belakangnya.
Tavis Pei berkata: “Clarie, kamu tunggu sebentar! Aku akan membuatkanmu makanan enak!”
Sambil berbicara, anak itu melepaskan sepatunya dan langsung berlari ke dalam dapur dengan bertelanjang kaki, meninggalkan Clarie Song seorang diri di ruang tamu.
Tidak tahan lagi melihat hal itu, Clarie Song langsung membantu memasukkan mainan di atas lantai itu ke dalam kotak penyimpannya, lalu dirinya memungut pakaian-pakaian itu, melipatnya dan menaruhnya dengan rapi di atas sofa, sedangkan pakaian yang kotor, dimasukkannya ke dalam keranjang pakaian kotor, sekalian dirinya pergi ke toilet.
Dan ketika dia menarik celananya, Clarie Song tiba-tiba mendengar suara aliran air yang keras seperti hujan, matanya langsung terbelalak karena terkejut.
Toilet dan kamar mandi itu dibatasi dengan dua pintu, dia lalu berjalan mendekat dengan perlahan-lahan, di atas pintu buram kedua itu, ada bayangan tubuh tinggi, kurus dan tegap seorang pria, dari pundak yang lebar sampai ke ujung kaki, dirinya langsung panik, lalu, ketika berbalik tubuh, dia menabrak sebotol sabun dan ‘brak’.
Mengira yang diluar itu adalah Tavis Pei, Eugene Pei menarik pintu buram itu: “Masuk, bantu aku untuk menggosok punggung.”
Novel Terkait
Kisah Si Dewa Perang
Daron JayMr Huo’s Sweetpie
EllyaKing Of Red Sea
Hideo TakashiGue Jadi Kaya
Faya SaitamaAdieu
Shi QiIstri ke-7
Sweety GirlCinta Tak Biasa
SusantiA Dream of Marrying You×
- Bab 1 Pemergokan Yang Konyol
- Bab 2 Aku Ingin Bercerai
- Bab 3 Kamu Ingin Melahirkan Anak Untuk Suamiku?
- Bab 4 Tamu Undangan
- Bab 5 Merebut Cinta
- Bab 6 Tidak Mampu Hamil
- Bab 7 Kakak, Kumohon
- Bab 8 Mustahil Untuk Memiliki Anak
- Bab 9 Menggunakan Alkohol Untuk Mengebaskan Rasa Sakit
- Bab 10 Ciuman Paksa
- Bab 11 Di Hotel!
- Bab 12 Papa Tunggal
- Bab 13 Ibu Mertua dan Selingkuhan
- Bab 14 Mulut Manis Taktik Kejam, Posisinya Akan Stabil
- Bab 15 Pergi Ke Tempat Jauh
- Bab 16 Semua Mama Tiri Sangatlah Galak
- Bab 17 Pacaran Jarak Jauh
- Bab 18 Bagian Punggung Terlalu Terbuka
- Bab 19 Parasnya sama, Suaranya Sama
- Bab 20 Pura-Pura Hamil
- Bab 21 Gambaran Wanita yang Cemburu
- Bab 22 Mesin Seperti Diriku Ini Tidak Memiliki Kemampuan Itu
- Bab 23 Gali Sebuah Lubang Dan Kubur
- Bab 24 Ibuku Kabur Dengan Pria Lain
- Bab 25 Pria Dan Wanita Tidak Boleh Saling Bersentuhan
- Bab 26 Dasar, Si Malas
- Bab 27 Masuk, Bantu Aku Gosok Punggungku!
- Bab 28 Mimpi Buruk
- Bab 29 Melewati Batas
- Bab 30 Tidak Ada Masalah
- Bab 31 Hati Langsung Menjadi Sakit Ketika Mengingatnya
- Bab 32 Kamu Tahu Saja Sudah Cukup
- Bab 33 Temukan Wanita Itu!
- Bab 34 Satu Sekat Kecil
- Bab 35 Kamu Mati Kalau Berani Menolak
- Bab 36 Musim Hujan Diusia 17 Tahun Itu
- Bab 37 Wajah yang Tersipu-Sipu Dan Mata yang Merah
- Bab 38 Tidak Baik Mempermainkan Seorang Wanita
- bab 39 Tidak Boleh Langsung Berpisah Setelah Bertemu
- Bab 40 Berlebihan? Itu Sudah Parah
- Bab 41 Memang Sangat Kebetulan
- Bab 42 Benar-benar Aneh
- Bab 43 Orang-orang Bodoh
- Bab 44 Cium Aku?
- Bab 45 Wali
- Bab 46 Paparazzi
- Bab 47 Beloved
- Bab 48 Istri?!
- Bab 49 Acara Khusus Kencan Buta
- Bab 50 Waktunya Hampir Tiba
- Bab 51 Pemilih Makanan, Sangat Susah Dilayani
- Bab 52 Nasi Goreng
- Bab53 Ikuti Aku
- Bab 54 Makan Seafood
- Bab 55 Kamu Percaya Tidak?
- Bab 56 Suasana Hati Yang Kacau
- Bab 57 Putramu Memanggilku
- Bab 58 Mari Kita Bersatu, Ayah
- Bab 59 Asisten Sementara
- Bab 60 Ulang tahun Dia?
- Bab 61 Aku Laporkan!
- Bab 62 Jangan Tebak Pikiran Pria (1)
- Bab 62 Jangan Tebak Pikiran Pria (2)
- Bab 62 Jangan Tebak Pikiran Pria (3)
- Bab 63 Apa Tidak Pernah Melihat Dicakar Kucing (1)
- Bab 63 Apa Tidak Pernah Melihat Dicakar Kucing (2)
- Bab 63 Apa Tidak Pernah Melihat Dicakar Kucing (3)
- Bab 64 Hari-Hari Kita Masih Panjang (1)
- Bab 64 Hari-Hari Kita Masih Panjang (2)
- Bab 64 Hari-Hari Kita Masih Panjang (3)
- Bab 65 Berbincang Mengenai Cinta (1)
- Bab 65 Berbincang Mengenai Cinta (2)
- Bab 65 Berbincang Mengenai Cinta (3)
- Bab 66 Anak Tanpa Ibu Itu Seperti Rumput (1)
- Bab 66 Anak Tanpa Ibu Itu Seperti Rumput (2)
- Bab 66 Anak Tanpa Ibu Itu Seperti Rumput (3)
- Bab 67 ‘Clarie Song’ Palsu (1)
- Bab 67 ‘Clarie Song’ Palsu (2)
- Bab 68 Aku Ingin Pergi Ke Surga, Bisa Siapkan Mobil? (1)
- Bab 68 Aku Ingin Pergi Ke Surga, Bisa Siapkan Mobil? (2)
- Bab 69 Menjadi Ayah Yang Tegas Dan Menjadi Ibu Yang Peyayang(1)
- Bab 69 Menjadi Ayah Yang Tegas Dan Menjadi Ibu Yang Peyayang(2)
- Bab 70 Umpan Terpancing ! (1)
- Bab 70 Umpan Terpancing ! (2)
- Bab 71 Apakah Ini Musim Hamil (1)
- Bab 71 Apakah Ini Musim Hamil (2)
- Bab 72 Malam Ini, Tidak Ada Seorang Pun Yang Bisa Tidur (1)
- Bab 72 Malam Ini, Tidak Ada Seorang Pun Yang Bisa Tidur (2)
- Bab 73 Temani Aku Pergi Ke Toilet? (1)
- Bab 73 Temani Aku Pergi Ke Toilet? (2)
- Bab 74 Sepertinya.....Dipermainkan Lagi?
- Bab 75 Si Jomblo Akan Berpacaran! (1)
- Bab 75 Si Jomblo Akan Berpacaran! (2)
- Bab 75 Si Jomblo Akan Berpacaran! (3)
- Bab 76 Apakah Kamu Sudah Memakai Bajunya? (1)
- Bab 76 Apakah Kamu Sudah Memakai Bajunya? (2)
- Bab 76 Apakah Kamu Sudah Memakai Bajunya? (3)
- Bab 77 Putramu umur berapa?
- Bab 78 Ayah, kamu nakal lagi! (1)
- Bab 78 Ayah, Kamu Nakal Lagi! (2)
- Bab 79 Pasti Tidak Akan, Aku, Abaikan!