My Beautiful Teacher - Bab 112 Teknik Bantingan Dan Pelepasan Tulang

Jack mencibir dingin: "Reaksimu cukup cepat, namun bagaimana caramu untuk menghentikan serangan selanjutnya?"

Setelah mengatakannya, Jack kembali menyerang ke arahku, dengan gerakan tubuh yang secepat kilat.

Gerakan tubuhnya terlalu cepat, sama sekali tidak bisa tertangkap, aku berteriak singkat, pedang pembunuh pun dilancarkan, pedang panjang itu seperti sebuah meteor yang menyerang ke arahnya.

Tidak disangka, Jack bisa dengan mudah menghindari seranganku, memutar badan melewati pedang panjang, pada saat aku tidak bisa bereaksi, dia pun sudah meraih tangan kiriku.

Aku terkejut, tidak menyangka dalam waktu singkat sudah ditangkap kembali olehnya, saat ini ketika ingin membalas pun sudah terlambat.

Tangannya turun ke arah persendian tanganku, aku pun langsung merasakan rasa sakit yang menusuk.

Ekspresi wajahku berubah dan menjerit kesakitan.

Pada saat yang sama terdengar suara "klik" yang tajam.

Jack melepaskan tangan kiriku dan tidak memanfaatkan momentum untuk mencari kemenangan dan dia mundur beberapa meter ke belakang, membuat jarak denganku.

Wajahku pucat kesakitan, keningku pun bercucuran keringat dingin, tangan kiriku seperti layang-layang yang benangnya putus dan hanya tergantung.

Tangan kananku tidak tertangkap dan masih bisa menggunakan teknik pedang.

Namun walaupun begitu, rasa sakit yang besar ini membuatku sedikit ingin menyerah, menggertakkan gigi melihat wajah Jack yang penuh kepuasan.

Pada saat ini, aku akhirnya bisa merasakan betapa sakit yang dialami oleh Bobby dan pada akhirnya dia masih bisa meledakkan teknik yang sekuat itu, yang hampir mengalahkan Jack.

“Bagaimana apakah kamu menyerah?” Jack menyipitkan mata dan tersenyum, ”Sebelum pertandingan Mikasa sudah mengingatkanku supaya menunjukkan sedikit belas kasihan kepadamu, Bagaimanapun kamu masih bisa dikatakan adalah teman, kamu menyerah saja, dengan begitu Mikasa juga tidak akan mengomeliku, jika kamu masih terus bersikeras, tulang di tubuhmu masih akan aku lepaskan dari sendinya."

Aku menggertakkan gigi dan melihat kebawah arena, semua teman-teman mengepalkan tangan menjadi tinju dengan wajah yang dipenuhi ketegangan.

Ekspresi Bobby sedikit rumit, seolah memikirkan rasa sakit yang diterima oleh Jack di arena sebelumnya.

Aku mencoba bernapas beberapa kali dan kemudian memejamkan mata, tidak ingin terganggu oleh dunia luar, berusaha membuat hati dan pikiran pada kondisi yang tenang dan damai.

Namun Jack tidak memberiku kesempatan ini.

Aku merasakan dia yang kembali datang menyerang ke arahku, aku membuka mata dan Jack sudah berada di dekatku.

Pedang panjangku mengayun dan mengembang di udara, aura membunuh yang kuat pun keluar dari pedang dan langsung memaksa ke arahnya.

Jack terlihat jelas merasakan tekanan ini, ekspresi wajahnya berubah dan harus mundur ke belakang.

Namun aku yang kesakitan tidak bisa mengejarnya, tanganku menggenggam pedang panjang, berdiri dengan tegak dan menatap ke arah Jack.

Jack pun kembali melakukan serangan ke arahku dengan ganas.

Aku pun terus menerus mundur, walaupun sudah menguasai esensi dari teknik pedang pembunuh pun saat ini hanya bisa menahan serangan darinya, tidak memiliki kekuatan untuk membalas serangannya.

Rasa sakit masih terus terasa, membuat pertahananku semakin lama semakin lemah, beberapa kali hampir didekati olehnya, namun pada waktu yang kritis itu masih bisa aku hindari dengan nyaris.

Aku sedang memikirkan cara untuk mengalahkannya, tetapi kepanikan di dalam pikiranku, membuatku tidak bisa mendapatkan petunjuk apapun.

Tidak terasa, dia pun sudah mendesakku hingga ke garis batas, hanya tersisa beberapa sentimeter aku pun akan keluar arena, aku terkejut dan segera melakukan perlawanan.

Pada saat kritis akan meledakkan kekuatan yang mengagetkan, tiga tusukan berturut-turut, setiap tusukan ini semua mengarah pada titik vitalnya.

Jack pun terpaksa mundur.

Dan pada saat ini, pikiranku pun bersinar, akhirnya memikirkan sebuah ide yang bagus.

Aku masih berdiri dengan posisi di dekat garis batas, terus menerus menghela nafas dengan berat, seluruh tubuhku sudah basah oleh keringat, sebagian besar alasannya adalah karena rasa sakit di tangan kiriku.

“Jack, aku dapat melihat bahwa kamu sangat menyukai Mikasa.” Aku memegang pedangku ke arah tanah dan pada waktu bernafas dengan berat yang singkat ini, aku berkata kepadanya sambil tersenyum.

Jack tampak tenang, tidak terburu-buru menyerang, tersenyum dan berkata, "Apa yang ingin kamu katakan"

“Sayangnya aku juga bisa melihat, Mikasi sama sekali tidak menyukaimu, dia hanya menganggapmu sebagai kakak senior biasa saja." Aku melanjutkan berkata.

"Omong kosong" Wajah Jack terpancar rasa marah.

"Meskipun aku akui bahwa kamu sangat kuat, namun jika dibandingkan dengan Diego, perbedaannya masih terlalu jauh, dengan kondisi ini, walaupun saat ini Mikasi tidak menyukai Diego, namun tidak pasti di kemudian hari masih tidak akan menyukainya, jadi aku sarankan kamu untuk melepaskan keinginanmu ini." Aku kembali mengatakan dengan wajah yang tersenyum.

"Kamu cari mati ya!" Jack dibuat marah olehku, seakan bisa menyemburkan api dari matanya.

Ketika dia mengatakannya, dia pun langsung bergegas melangkahkan kaki, kembali meluncurkan serangan yang ganas.

Aku dipaksa bertahan menggunakan pedang dan serangannya menjadi lebih menggila jika dibanding dengan sebelumnya, tidak hanya menggenggam pedangku, namun ketika dia mendekatkan tubuhnya, satu tangannya juga mencekik ke arah tenggorokanku.

Aku kaget dan langsung melepaskan pedang, karena sudah di pinggir arena, sama sekali tidak bisa mundur ke belakang, hanya bisa bersandar bergantung pada tubuh belakang.

Tangannya menyayat pipiku dan kemudian menaikkan kaki dan menendangku, sudah jelas ingin mencoba menendangku keluar dari pinggir arena.

Pada saat kritis ini, aku tiba-tiba melompat.

Jack mencibir, terlihat jelas mengira aku akan melompat keluar ke pinggir arena.

Namun aku sudah memikirkan semuanya sebelumnya, pada saat aku di udara, aku menggunakan tinjuku dan memukul ke arah kepalanya.

"Jika kamu ingin keluar, aku akan mengantarmu." Jack menyeringai tidak mundur dan tetap maju, kepalan tinjunya memukul ke arah kepalan tinjuku.

Dalam sekejap, aku menampilkan pandangan bingung yang tidak mengerti, kemudian mengubah pukulan menjadi genggaman, langsung menggenggam kepalan tangannya yang mendekat, satu tangan yang lain juga menggenggam kepalan tinjunya.

Jack sepertinya merasakan sesuatu yang tidak beres, wajahnya pun berubah ingin mundur.

Namun aku meminjam kekuatannya, tidak lagi khawatir akan jatuh ke luar, kebalikannya menarik kepalan tangannya ke bawah dan kedua kakiku menendang dadanya dengan keras.

Jack yang ditendang tidak bisa menahannya, langsung terhuyung ke belakang dengan geram yang teredam.

Dan akupun menggunakan kesempatan ini untuk mendarat di tanah, dan mendarat di dalam arena.

Jack pada akhirnya terjatuh, dia pun langsung berusaha bangkit berdiri, dengan pandangan yang marah ingin menyerang, namun dihentikan oleh wasit.

“Pertandingan masih belum selesai, mengapa kamu menghentikanku?” Jack berkata dengan murka.

Aku tersenyum dan berkata, "Lihatlah kakimu."

Jack menundukkan kepalanya dan menemukan bahwa dirinya berdiri di luar arena, pada saat itu ekspresinya sangat meriah, dipenuhi keterkejutan, amarah, kejengkelan dan ketidakrelaan.

Dia pun langsung tersadar, dengan sangat murka berkata: "Apakah kamu sengaja membuatku marah dan sengaja menjebakku di pinggir arena."

Aku tersenyum acuh tak acuh; "Walaupun aku mengakui kamu sangat kuat, dengan kekuatanku saat ini sama sekali tidak bisa mengalahkanmu, namun dalam pertandingan ini bukan sepenuhnya mempertandingkan kekuatan, selain itu juga membutuhkan reaksi sesaat dan juga otak, terlihat jelas IQ-mu cukup mengkhawatirkan, pantas saja Mikasa tidak menyukaimu, "

Jack menggertakkan giginya dengan marah namun juga tidak berdaya.

Wasit pun mengangkat tanganku dan mengumumkan: "Jack keluar arena, ronde ini dimenangkan oleh Wenas."

Saat berikutnya, terdengar suara teriakan gembira, bersemangat dan tepuk tangan dari bawah arena untuk kemenanganku.

Aku pun memandang semua orang dengan senyuman di wajah dan menghela nafas lega di dalam hati.

Pertandingan barusan benar-benar sangat berbahaya, aku juga melakukan perjudian di dalamnya.

Jika Jack tidak dibuat marah olehku, dan bisa lebih tenang pada saat menyerangku, mungkin saja dia akan terus memperhatikan garis batas di bawah kakinya, dengan begitu aku pun tidak memiliki kesempatan untuk menang sama sekali.

Beruntung hasilnya cukup baik.

Bobby yang berada di bawah arena terlihat marah, dia pun langsung berjalan keluar dari kerumunan orang banyak.

Terlihat jelas dia tidak senang ketika melihatku yang menang dari Jack.

Tidak disangka pada saat ini, Jack pun berjalan mendekat, dia dengan dingin berkata:" Janganlah puas dulu, dengan kekuatanmu dan trik yang kamu miliki pun, kamu tidak akan bisa sampai di babak final, melihat bagian Mikasa, aku akan membantumu menghubungkan tanganmu."

Novel Terkait

Ternyata Suamiku CEO Misterius

Ternyata Suamiku CEO Misterius

Vinta
Bodoh
4 tahun yang lalu
Thick Wallet

Thick Wallet

Tessa
Serangan Balik
4 tahun yang lalu
King Of Red Sea

King Of Red Sea

Hideo Takashi
Pertikaian
3 tahun yang lalu
Awesome Husband

Awesome Husband

Edison
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Love at First Sight

Love at First Sight

Laura Vanessa
Percintaan
4 tahun yang lalu
Air Mata Cinta

Air Mata Cinta

Bella Ciao
Keburu Nikah
4 tahun yang lalu
Asisten Bos Cantik

Asisten Bos Cantik

Boris Drey
Perkotaan
3 tahun yang lalu
My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
4 tahun yang lalu