My Beautiful Teacher - Bab 73 Panggilan Telepon Dari Hafid Waka
Aku merasa ragu selama beberapa detik, dan berkata: “Rumah yang awalnya kamu tinggal sudah kedatangan penyewa baru, satunya lagi disewa oleh Milen dan Mitchell, jadi tidak ada yang kosong lagi, sungguh maaf.”
“Bagaimana dengan rumahmu, Fela sudah pergi harusnya rumahmu juga kosong, apakah aku boleh tinggal di dalam rumahmu” Suara Ramya terdengar bergemetaran, tampaknya karena terlalu gelisah, dan aku juga dapat mendengarkan betapa besar harapannya untuk mendapatkan persetujuanku.
Aku pun tidak tahu harus menjawab apa. Ramya tampaknya tidak hanya ingin tinggal di dalam rumahku saja, seharusnya terdapat tujuan lain.
Ramya ingin bersama denganku.
Namun, aku masih belum bisa melepaskan Fela, bahkan aku masih berharap dapat mengejarnya lagi.
Bahkan jika Star Creation Music tidak memperbolehkan kami untuk bersama, tetapi kami dapat berpacaran secara diam-diam, banyak juga artis-artis di TV yang seperti ini dan aku rasa cara ini juga merupakan salah satu cara yang boleh digunakan.
“Tampaknya tidak bisa.” Aku menarik nafas dan berkata.
“Kenapa tidak bisa” Ramya pun menyalakan lampu, dia juga dalam posisi duduk, tatapan matanya terlihat kaget dan sedih.
Melihat ekspresinya, aku pun merasa sedikit tidak tega, aku juga tidak mengetahui harus menjelaskannya dengan seperti apa, lalu aku hanya mengatakan: “Bukan, karena kamar yang dulu ditempati oleh Fela sekarang menjadi gudang, jadi tidak dapat ditempati.”
“Kalau begitu aku tempati kamar yang satu lagi, bukannya rumahmu terdapat tiga kamar dan satu ruang tamu, seharusnya satu kamar lagi itu masih kosong” Ramya berkata.
“Baiklah kalau begitu.”
Ramya pun menunjukkan senyuman yang sangat senang. Lalu dia pun menatapku dengan lembut dan berkata: “Di lantai sedikit dingin, apakah kamu mau tidur di atas ranjang saja”
“Tidak, tidak, sangat nyaman juga setelah dibentangkan selimut.” Melihat baju tidur suspender sutra hitam yang dikenakan oleh Ramya, dan juga bahu putihnya yang seperti salju, membuatnya terlihat menjadi semakin menawan, aku pun menelan air liur setelah melihatnya.
“Tidak masalah, aku sendiri juga tidak akan dapat menempati ranjang sebesar ini.” Ramya lanjut berkata.
Ketika tidur di atas ranjang, tampaknya akan terjadi sesuatu, aku tidak mengetahui apakah diriku masih dapat bersikap seperti kemarin ketika menghadapi Lastri, akhirnya aku mengertakkan gigi, dan menolaknya.
“Baiklah kalau begitu, jika nanti kamu merasa dingin, kamu boleh tidur di atas ranjang, aku matikan lampu dulu.”
Ramya mematikan lampu lagi, dan suasana di dalam kamar pun kembali menjadi gelap.
Setelah beberapa saat kemudian, aku pun tertidur.
Untungnya, pada malam itu tidak terjadi sesuatu.
Pada hari berikutnya, ketika aku bangun tidur, aku pun melihat sosok cantik yang sedang berdiri di dekat lemari.
Ramya sudah melepaskan baju tidurnya, dan dia sedang memegang sebuah baju di satu tangannya, tampaknya dia sedang ingin mengenakan baju itu.
Meskipun Ramya membelakangi aku, tetapi aku masih bisa melihat punggung cantiknya yang seputih salju dan juga bokong mentoknya yang dilapisi dengan celana renda ungu, dia pun terlihat sangat menawan.
Dari sisi yang aku berada, bahkan aku juga dapat melihat sedikit bagian berisinya yang putih dari samping, ini pun membuat tubuhku bereaksi dengan tidak terkendali.
Aku berada di belakang Ramya, tampaknya dia belum menyadari bahwa aku sudah bangun, gerakannya sangat lembut, dan dia pun berusaha untuk tidak mengeluarkan suara, sebelum mengenakan baju, dia pun mengenakan bra hitamnya terlebih dahulu.
Gerakannya sangat lambat, layaknya seperti gerakan lambat di dalam sebuah film, dampak visual yang ditimbulkannya pun membuat orang menjadi tergila-gila.
Sesuatu di dalam celanaku pun sudah bereaksi, dan aku menyaksikan adegan ini dengan bengong, bahkan aku pun menahan nafasku.
Ramya sepertinya menyadari ada yang sedang melihatnya dari belakang, lalu dia pun berbalik ke belakang, dan melihat aku yang sedang tercengang.
Kami saling menatap, dan tertegun selama beberapa detik.
Ramya masih belum selesai mengenakan branya, dan hanya menutupi setengah payudaranya, itu pun membuatku merasa tidak dapat bernafas.
Setelah itu, Ramya pun langsung menggunakan bra itu untuk menutupi payudaranya, dan dia pun berkata dengan wajah memerahnya: “Kamu, kamu sudah bangun, kenapa tidak mendengar suaramu”
“Baru bangun.” Aku menjawabnya, dan aku pun menelan air liur lagi.
Ramya terlihat sangat canggung, dan dia pun berkata: “Maaf, telah membangunkanmu, aku pergi ke kamar mandi untuk mengenakan pakaian saja.”
Setelah selesai berkata, Ramya pun langsung bergegas meninggalkan kamar.
Meskipun Ramya sudah keluar, tetapi pikiranku masih dipenuhi dengan bayangannya, ini pun membuat tubuhkan menjadi panas.
Setelah sejenak kemudian, Ramya yang sudah selesai mengenakan bajunya masuk ke dalam dengan wajahnya yang memerah, dan dia pun meminta maaf kepadaku lagi.
Aku berkata dengan canggung: “Tidak, tidak, aku yang harus meminta maaf kepadamu.”
Ketika sedang berkata, aku memperhatikan tatapan Ramya yang tertuju pada celanaku.
Wajahku pun memerah, sampai saat ini, bagian di bawah tubuhku masih sangat keras, terutama pada pagi hari, ini pun membuatku merasa sangat tidak nyaman.
Tetapi Ramya juga mengalihkan pandangannya setelah beberapa saat kemudian, lalu dia berkata: “Aku, aku pergi menyiapkan sarapan”
Ramya menutup pintu kamar setelah berjalan keluar, ini pun membuatku merasa lega.
Ketika sedang bersarapan, kami merasa sedikit canggung, Ramya pun berkata: “Setelah Awang keluar dari rumah tahanan, aku akan membahas masalah bercerai dengannya.”
Aku mengangguk dan berkata: “Ketika pria itu pulang, kamu harus menelepon aku, apa lagi yang tidak berani dilakukan oleh pria itu lagi”
Ramya menghela nafas dengan perasaan yang campur aduk.
“Sebenarnya aku tidak menyalahkan Awang, hanya saja merasa sedikit sedih karena aku tidak membantunya untuk kembali menjadi seperti dulu, aku tidak mengetahui secara bercerai, dia akan menjadi seperti apa, aku, aku benar-benar tidak berani untuk memikirkannya.” Ramya berkata dengan sedih.
“Masalah ini tidak dapat menyalahkanmu, kamu jangan terlalu merasa bersalah, Awang juga bukan sosok yang lemah, sebenarnya kamu juga boleh memikirkan sisi positifnya, setelah kalian bercerai, aku rasa dia juga akan mencoba untuk melepaskan keterikatannya kepadamu, mungkin juga dia akan kembali menjadi Awang yang seperti dulu lagi.”
Setelah mendengar perkataanku, suasana hati Ramya pun menjadi agak baik.
Setelah selesai makan, aku pun meninggalkan rumahnya dengan tatapan Ramya yang terlihat dengan penuh keengganan.
Setelah sampai di rumah, aku pun kembali berlatihan.
Hari lomba bela diri nasional pun semakin dekat, apalagi aku sudah meminta izin untuk kelas semalam, jadi aku tidak boleh mengendurkan semangatku.
Jika mengatakan, tidak ingin mempunyai penampilan yang bagus di babak penyisihan dan mendapatkan kesempatan untuk masuk ke babak selanjutnya, itu tidak mungkin sama sekali.
Bahkan jika masih berlatih seni bela diri kurang dari tiga bulan, Instruktur Louis sudah menekankan berkali-kali bahwa kali ini adalah untuk mendapatkan pengalaman, tetapi jika tidak ada mimpi di dalam kehidupan, apa bedanya dengan ikan asin.
Hanya saja ketika masih sedang berlatihan, aku pun menerima panggilan dari Hafid.
Aku merasa sedikit ragu, dan mengingat masalah Lastri, mungkin saja dia meneleponku karena masalah Lastri.
Aku pun meletakkan senjataku di samping terlebih dahulu, setelah itu aku menyeka keringatku dengan menggunakan handuk, dan sambil mengangkat panggilannya.
“Hello, Tuan Wenas.”
“Hello, Dokter Waka, apakah ada sesuatu”
“Begini, semalam aku sudah mengatakan kondisinya kepada Nona Lastri, meskipun agak parah, tetapi jika setiap harinya menggunakan dua jam untuk berinteraksi denganku, dan menerima pengobatan dariku, aku mempercayai bahwa dia akan segera membaik, setelah konsultasi semalam selesai, dia sangat berterima kasih kepadaku, dan juga mengatakan hari ini dia akan datang tepat waktu. Siapa sangka, saat ini sudah melewati satu jam dari waktu yang sudah ditentukan, dan dia juga masih belum datang, aku sudah mencoba meneleponnya tetapi dia tidak mengangkatnya, jadi aku pun menelepon anda, untuk menanyakan kondisinya, apakah ada sesuatu yang membuatnya tidak bisa datang, atau pun karena hal lain.”
Mendengar perkataan Hafid, aku meminta maaf kepadanya terlebih dahulu, kemudian aku pun berkata: “Karena ada sesuatu, jadi untuk sementara aku tidak mengetahui kondisinua, sekarang aku akan pergi ke rumahnya, dan membantumu untuk menanyakannya.”
Setelah mengakhiri panggilan itu, aku pun kembali ke rumah, lalu aku bergegas untuk pergi ke rumah Lastri, setelah sekian lama aku mengetuk pintu, tidak ada orang yang membuka pintu.
Novel Terkait
Asisten Bos Cantik
Boris DreyMy Enchanting Guy
Bryan WuLelah Terhadap Cinta Ini
Bella CindyCinta Seorang CEO Arogan
MedellineTakdir Raja Perang
Brama aditioUnplanned Marriage
MargeryMy Lady Boss
GeorgeMy Beautiful Teacher×
- Bab 1 Mengintip
- Bab 2 Katup Air Rusak
- Bab 3 Minum Anggur
- Bab 4 Gerakan Di Kamar Mandi
- Bab 5 Pengakuan Di Atas Gunung
- Bab 6 Kesalahpahaman Larut Malam
- Bab 7 Dalam Jangkauan
- Bab 8 Asis Yang Kesal
- Bab 9 Tidak Tau Diuntung
- Bab 10 Peminat Sewa Yang Baru
- Bab 11 Godaan Fela
- Bab 12 Wanita Muda Yang Berseni
- Bab 13 Orang Aneh
- Bab 14 Pengalaman Hidup
- Bab 15 Toilet Wanita
- Bab 16 Dadanya Membesar
- Bab 17 Mengobrol
- Bab 18 Pertunjukan Pinggir Jalan
- Bab 19 Gedung Pengajaran
- Bab 20 Bar Romantis
- Bab 21 Membuat Masalah
- Bab 22 Terluka
- Bab 23 Belum Mulai pun Sudah Berpisah
- Bab 24 Panggil Aku Kakak
- Bab 25 Tiga Lembar Tiket Bioskop
- Bab 26 Kesalahan Adalah Kesalahan
- Bab 27 Mantan Pacar Fela
- Bab 28 Gym Seni Bela Diri
- Bab 29 Pelatih Yang Keras
- Bab 30 Keterampilan Khusus
- Bab 31 Sisi Lain Ramya
- Bab 32 Pergi Ke Suatu Tempat
- Bab 33 Memecahkan Kesalahpahaman
- Bab 34 Merasa Tercerahkan
- Bab 35 Bobby
- Bab 36 Bertarung
- Bab 37 Berpikiran sempit
- Bab 38 Serangan balik putus asa
- Bab 39 Luar dingin dalam panas
- Bab 40 Kecelakaan
- Bab 41 Persyaratan Asis
- Bab 42 Penemuan Theo
- Bab 43 Bergegas Ke Hotel
- Bab 44 Tidak Tahan Lagi
- Bab 45 Tertangkap Basah
- Bab 46 Memilih Untuk Memaafkannya
- Bab 47 Pencuri
- Bab 48 Menggeledah Tubuh
- Bab 49 Orang Yang Benar Akan Bersikap Benar
- Bab 50 Rencana Gagal
- Bab 51 Penyewa Baru
- Bab 52 Guru Tony
- Bab 53 Diva Masa Depan
- Bab 54 Curahan Hati
- Bab 55 Teknik Pedang
- Bab 56 Reuni Teman Sekolah
- Bab 57 Menunjukkan keterampilan bela diri
- Bab 58 Tiga pengawal
- Bab 59 Rizal Membuat Onar
- Bab 60 Keputusan yang menyakitkan
- Bab 61 Mabuk
- Bab 62 Negosiasi
- Bab 63 Pesan Terakhir
- Bab 64 Harapan Yang Tinggi
- Bab 65 Undangan Dari Lastri Wahyuni
- Bab 66 Bertemu Ramya Lagi
- Bab 67 Mencambuk Wanita
- Bab 68 Mengajari Awang
- Bab 69 Listrik Putus
- Bab 70 Hal Yang Aneh
- Bab 71 Kehilangan Akal Sehat
- Bab 72 Bahu Yang Bisa Disandar
- Bab 73 Panggilan Telepon Dari Hafid Waka
- Bab 74 Tamu Yang Tidak Diundang
- Bab 75 Dojo Jangga
- Bab 76 Lebih Mudah dan Terampil
- Bab 77 Peringatan Instruktur Louis
- Bab 78 Membayar
- Bab 79 Meminta Maaf Dengan Canggung
- Bab 80 Panti Asuhan
- Bab 81 Semangkuk Sup Daging
- Bab 82 Pengakuan Cinta Yang Sangat Mendadak
- Bab 83 Ditangkap
- Bab 84 Serangan Diam-Diam
- Bab 85 Membuat Masalah Pada Saat Putus Asa
- Bab 86 Memotong Alat Kelamin
- Bab 87 Kematian Awang
- Bab 88 Kompetisi Bela Diri Nasional
- Bab 89 Dompet Dicuri
- Bab 90 Acara Pembukaan
- Bab 91 Bertemu Adalah Jodoh
- Bab 92 Ada Yang Menyewa Tempat
- Bab 93 Rayakan Ulang Tahun Guru
- Bab 94 Tinju Satu Inchi
- Bab 95 Kompetisi Secara Resmi
- Bab 96 Lawan Di Babak Pertama
- Bab 97 Kekuatan Yang Hebat
- Bab 98 Mengubah Kekalahan Menjjadi Kemenangan
- Bab 99 Shao Lin Chang Quan
- Bab 100 Mencapai Ketenangan
- Bab 101 Tidak Mau Kalah
- Bab 102 Menang
- Bab 103 Sahabat Baik, Anita
- Bab 104 Memandang Rendah
- Bab 105 Mendapatkan Ucapan Selamat Tinggal
- Bab 106 Kakak dari Ardi
- Bab 107 Teknik Pedang Mematikan
- Bab 108 Takdir
- Bab 109 Aura Pembunuh
- Bab 110 Petarung Yang Kuat
- Bab 111 Tiga Puluh Empat Besar
- Bab 112 Teknik Bantingan Dan Pelepasan Tulang