My Beautiful Teacher - Bab 8 Asis Yang Kesal
Bersamaan dengan marah, aku juga sangat khawatir dengan keamanan Ramya.
Ingin pergi ke rumahnya menghentikan, tapi malah tidak terpikirkan cara apapun, tidak mungkin masuk ke dalam langsung mengatakan kalau teh di hadapanmu ini tidak boleh diminum, karena Asis memasukkan obat ke dalam, ingin berbuat jahat kepadamu!
Kalau berkata seperti itu, takutnya tentang aku memasang cctv juga akan ketahuan.
Melihat Ramya berjalan keluar dari dapur, baru saja menyodorkan semangkuk nasi untuk Asis, lalu duduk kembali dan lanjut makan, aku langsung gelisah.
Tiba-tiba sebuah kilat melewati otakku, aku teringat dengan sebuah ide bagus.
Aku langsung berdiri dan meninggalkan rumah, berjalan ke depan pintu rumahnya dan mengetuk pintu.
Beberapa saat, pintu pun terbuka, Ramya yang berdiri di belakang pintu melihatku, sepertinya teringat dengan masalah dulu, wajahnya sedikit memerah, dengan gugup bertanya: "Untuk.....untuk apa kamu datang?"
"Kemarin aku minum terlalu banyak, sungguh maaf sekali, aku minta maaf kepadamu." Ucapku dengan serius, "Seperti ini, aku sedang memasak nasi, tidak disangka pisau di rumahku rusak, kamu boleh tidak meminjamkan pisaumu kepadaku, nanti setelah aku selesai menggunakannya, langsung kukembalikan kepadamu."
Ekspresi wajah Ramya menjadi lebih santai, juga tidak membalas permintaan maafku, berkata: "Kamu tunggu, aku pergi ambilkan untukmu."
Aku tidak boleh menunggu bodoh di luar pintu, ikut Ramya masuk ke dalam ruang tamu, melihat Asis yang sedang makan, dengan sedikit curiga bertanya: "Ini siapa?"
"Dia adalah teman kerjaku dengan Awang, seorang guru olahraga." Ramya mengenalkan.
"Halo, namaku Asis." Asis meletakkan sumpit mangkuknya dan berdiri tersenyum, wajahnya ramah sekali.
Meskipun aku sedikit jijik di dalam hati, tapi masih tetap memperkenalkan diriku.
Saat ini aku memperhatikan kalau semua yang dipakai Asis adalah barang bermerek, lengannya juga memakai sebuah jam tangan mekanik Rolex, tampaknya berasal dari keluarga kaya.
Selanjutnya Ramya pergi ke dapur mengambil pisau, Asis tersenyum berkata: "Tuan rumah silahkan duduk sebentar."
"Tidak apa-apa." Jawabku dengan tersenyum, lalu tatapanku langsung jatuh pada gelas yang berisi obat, hatiku terguncang sebentar.
Teh di dalam gelas sudah habis, hanya tersisa daun teh di bawah gelas dan sedikit air.
Hanya dalam waktu aku datang kemari, Ramya sudah meminum habis semua teh!
Melihat tatapanku tidak benar, Asis bertanya: "Tuan rumah, ada apa?"
Aku tidak mempedulikan Asis, melihat Ramya berjalan keluar dari dapur sambil membawa pisau, dengan nada berat bertanya: "Kamu sudah meminum semua teh di dalam gelas?"
"Apa?" Pertanyaanku yang mendadak membuat Ramya dalam sekejap tidak bisa menjawab.
Tapi ekspresi wajah Asis berubah, keningnya berkerut.
"Kamu......mau minum?" Ramya bertanya dengan keanehan, sekalian menyodorkan pisau kepadaku.
Aku langsung bereaksi, tadi aku bertanya seperti itu tidak cocok, langsung mengoreksi: "Benar, tiba-tiba sedikit haus, dirumah juga sudah tidak ada daun teh lagi, kalau kamu tidak keberatan, tuangkan segelas teh untukku saja."
Sepertinya ada Asis disini, Ramya tidak begitu khawatir, meskipun wajahnya tidak tersenyum, tapi masih tetap berdiri pergi menuangkan teh untukku.
Aku langsung duduk, meletakkan pisau. Sudah berpikir dalam hati, karena Ramya sudah meminum teh yang sudah dimasukkan obat, maka aku tidak boleh pergi dari sini, dengan begitu Asis tidak akan bisa melakukan apa-apa.
"Kalian sedang makan?" Tanyaku dengan tersenyum.
Ramya tidak menjawab, meletakkan segelas teh di hadapanku dengan wajah tanpa ekspresi.
"Benar!" Asis menjawab dengan tersenyum.
"Kebetulan aku juga belum makan, perutku lapar!" Ucapku lagi.
Jelas sekali, maksudku adalah ingin makan disini, tapi Ramya malah tidak mempedulikanku, duduk dan lanjut makan nasinya.
Hatiku sedikit murung, hanya bisa minum teh dengan perlahan.
Saat ini, ekspresi Asis sedikit kesal, bertanya: "Tuan rumah, bukankah kamu mau pergi memasak?"
"Tidak apa-apa, sudah selesai minum baru pulang." Ucapku dengan tersenyum sipit melihat dua orang ini.
Detik demi detik berlalu, menit demi menit berlalu, aku merasakan ekspresi Asis semakin panik.
Meskipun tidak tau dia memasukkan obat seperti apa untuk Ramya, tampaknya efek obat sepertinya cepat sekali bereaksi, dia jelas sekali khawatir kalau tujuannya akan terbongkar.
Hatiku tertawa dingin, aku lihat kamu masih bisa melakukan apa lagi!
"Oh benar, tuan rumah, aku ada sesuatu ingin memberitahu kepadamu." Ucap Asis tiba-tiba.
"Ada apa?" Jawabku dengan pura-pura penasaran.
Dia langsung berdiri, tersenyum dan berkata: "Disini tidak begitu cocok, kita keluar ngobrol saja."
Sambil berkata juga menarik tanganku.
Aku mengeluarkan ekspresi terkejut, langsung menarik kembali tanganku, dengan tenang berkata: "Pak Asis, sepertinya aku tidak kenal denganmu, ada apa katakan saja disini."
Ekspresi wajah Asis berubah sangat tidak ramah, berdiri salah, duduk juga salah.
Saat berbicara, Ramya tiba-tiba menahan keningnya, tubuhnya sedikit terhuyung, berkata: "Aku......aku sedikit pusing......"
"Kamu kenapa?!" Aku langsung berdiri bertanya dengan perhatian.
Namun suara Ramya berubah sangat rendah: "Sangat.....sangat pusing......"
Setelahnya, langsung terjatuh di atas meja, tidak sadar diri.
Aku mengerti, ini adalah obat bius yang tadi Asis berikan kepada Ramya !
Asis juga mengeluarkan ekspresi sangat terkejut: "Ada apa dengan Bu Ramya ? Aku langsung antarkan dia ke rumah sakit!"
Dia sambil mengatakannya sambil ingin memapah Ramya, aku malah menghentikannya.
"Apa yang kamu lakukan?!" Dia dengan tatapan marah yang tidak biasa melihatku.
Aku tertawa dingin dalam hati, orang ini sepertinya ingin membawa Ramya pergi, lalu melakukan sesuatu padanya.
Karena sudah sampai tahap ini, tentunya aku tidak boleh membiarkannya berhasil.
Tapi Asis tinggi dan kuat, aku tau diri kalau aku bukan lawannya dan juga aku harus menyembunyikan tentang cctv, jadi tidak membongkar perbuatannya.
"Tidak apa, lebih baik kita berdua pergi ke rumah sakit." Aku mengatakannya lalu memeluk pinggang Ramya.
Terlintas kesuraman di wajah Asis, lalu kembali normal, berkata: "Boleh, kalau begitu naik mobilku saja."
Mobil Asis adalah BMW X6, aku naik ke mobil dan berkata dengan terkejut: "Mobil ini harganya 2 miliar bukan?!"
"Hehe, orangtuaku yang membelikannya untukku."
Mendengar dia berkata seperti itu, aku lebih yakin, dia adalah anak orang kaya, hanya saja tidak mengerti dia malah bersedia menjadi guru olahraga di sebuah sekolah SMA.
Sepanjang perjalanan, kami tidak berbicara.
Setelah mengantarkan Ramya ke rumah sakit, Asis pun menggunakan kesempatan ini pergi dari sana, saat mau pergi, tatapannya terlintas rasa tidak rela.
Aku tentunya mengerti alasan dia begitu cepat pergi, tampaknya tidak bisa melakukan apapun kepada Ramya dan juga kalau sampai diperiksa dokter kalau Ramya dimasukkan obat, nantinya tidak akan mudah diselesaikan.
Menunggu setengah jam di rumah sakit, Ramya pun bangun, wajahnya dengan kebingungan duduk di atas ranjang.
Dokter bilang: "Kami menyadari di dalam tubuhmu ada zat obat tidur, sudah mencucikan ginjal untukmu, apakah kamu sembarangan makan obat tidur di rumah?"
"Obat tidur?" Ekspresi Ramya terkejut sekali, lalu dengan buru-buru mengatakan tidak.
"Awalnya aku dirumah sedang makan dengan baik, tiba-tiba sedikit pusing, lalu kehilangan sadar......" Ramya melihatku, ekspresi wajahnya berubah, tatapannya yang melihatku berubah menjadi sangat aneh.
Dia tidak menjelaskan kepada dokter lebih banyak lagi, kami berdua baru saja meninggalkan rumah sakit, dia langsung mengatakan: " Wenas, aku tidak menyangka kamu adalah orang seperti ini!"
"Apa?" Aku terbingung.
"Karena kemarin tidak berhasil, kali ini dengan licik memberiku obat bukan? Kamu ini orang licik yang tidak tau malu, aku pulang nanti akan langsung mengatakan semuanya kepada suamiku, agar dia melihat jelas topeng aslimu!" Ucap Ramya dengan marah.
Novel Terkait
Love at First Sight
Laura VanessaPernikahan Tak Sempurna
Azalea_Cinta Di Balik Awan
KellyThe Comeback of My Ex-Wife
Alina QueensBehind The Lie
Fiona LeeIstri Yang Sombong
JessicaMy Beautiful Teacher×
- Bab 1 Mengintip
- Bab 2 Katup Air Rusak
- Bab 3 Minum Anggur
- Bab 4 Gerakan Di Kamar Mandi
- Bab 5 Pengakuan Di Atas Gunung
- Bab 6 Kesalahpahaman Larut Malam
- Bab 7 Dalam Jangkauan
- Bab 8 Asis Yang Kesal
- Bab 9 Tidak Tau Diuntung
- Bab 10 Peminat Sewa Yang Baru
- Bab 11 Godaan Fela
- Bab 12 Wanita Muda Yang Berseni
- Bab 13 Orang Aneh
- Bab 14 Pengalaman Hidup
- Bab 15 Toilet Wanita
- Bab 16 Dadanya Membesar
- Bab 17 Mengobrol
- Bab 18 Pertunjukan Pinggir Jalan
- Bab 19 Gedung Pengajaran
- Bab 20 Bar Romantis
- Bab 21 Membuat Masalah
- Bab 22 Terluka
- Bab 23 Belum Mulai pun Sudah Berpisah
- Bab 24 Panggil Aku Kakak
- Bab 25 Tiga Lembar Tiket Bioskop
- Bab 26 Kesalahan Adalah Kesalahan
- Bab 27 Mantan Pacar Fela
- Bab 28 Gym Seni Bela Diri
- Bab 29 Pelatih Yang Keras
- Bab 30 Keterampilan Khusus
- Bab 31 Sisi Lain Ramya
- Bab 32 Pergi Ke Suatu Tempat
- Bab 33 Memecahkan Kesalahpahaman
- Bab 34 Merasa Tercerahkan
- Bab 35 Bobby
- Bab 36 Bertarung
- Bab 37 Berpikiran sempit
- Bab 38 Serangan balik putus asa
- Bab 39 Luar dingin dalam panas
- Bab 40 Kecelakaan
- Bab 41 Persyaratan Asis
- Bab 42 Penemuan Theo
- Bab 43 Bergegas Ke Hotel
- Bab 44 Tidak Tahan Lagi
- Bab 45 Tertangkap Basah
- Bab 46 Memilih Untuk Memaafkannya
- Bab 47 Pencuri
- Bab 48 Menggeledah Tubuh
- Bab 49 Orang Yang Benar Akan Bersikap Benar
- Bab 50 Rencana Gagal
- Bab 51 Penyewa Baru
- Bab 52 Guru Tony
- Bab 53 Diva Masa Depan
- Bab 54 Curahan Hati
- Bab 55 Teknik Pedang
- Bab 56 Reuni Teman Sekolah
- Bab 57 Menunjukkan keterampilan bela diri
- Bab 58 Tiga pengawal
- Bab 59 Rizal Membuat Onar
- Bab 60 Keputusan yang menyakitkan
- Bab 61 Mabuk
- Bab 62 Negosiasi
- Bab 63 Pesan Terakhir
- Bab 64 Harapan Yang Tinggi
- Bab 65 Undangan Dari Lastri Wahyuni
- Bab 66 Bertemu Ramya Lagi
- Bab 67 Mencambuk Wanita
- Bab 68 Mengajari Awang
- Bab 69 Listrik Putus
- Bab 70 Hal Yang Aneh
- Bab 71 Kehilangan Akal Sehat
- Bab 72 Bahu Yang Bisa Disandar
- Bab 73 Panggilan Telepon Dari Hafid Waka
- Bab 74 Tamu Yang Tidak Diundang
- Bab 75 Dojo Jangga
- Bab 76 Lebih Mudah dan Terampil
- Bab 77 Peringatan Instruktur Louis
- Bab 78 Membayar
- Bab 79 Meminta Maaf Dengan Canggung
- Bab 80 Panti Asuhan
- Bab 81 Semangkuk Sup Daging
- Bab 82 Pengakuan Cinta Yang Sangat Mendadak
- Bab 83 Ditangkap
- Bab 84 Serangan Diam-Diam
- Bab 85 Membuat Masalah Pada Saat Putus Asa
- Bab 86 Memotong Alat Kelamin
- Bab 87 Kematian Awang
- Bab 88 Kompetisi Bela Diri Nasional
- Bab 89 Dompet Dicuri
- Bab 90 Acara Pembukaan
- Bab 91 Bertemu Adalah Jodoh
- Bab 92 Ada Yang Menyewa Tempat
- Bab 93 Rayakan Ulang Tahun Guru
- Bab 94 Tinju Satu Inchi
- Bab 95 Kompetisi Secara Resmi
- Bab 96 Lawan Di Babak Pertama
- Bab 97 Kekuatan Yang Hebat
- Bab 98 Mengubah Kekalahan Menjjadi Kemenangan
- Bab 99 Shao Lin Chang Quan
- Bab 100 Mencapai Ketenangan
- Bab 101 Tidak Mau Kalah
- Bab 102 Menang
- Bab 103 Sahabat Baik, Anita
- Bab 104 Memandang Rendah
- Bab 105 Mendapatkan Ucapan Selamat Tinggal
- Bab 106 Kakak dari Ardi
- Bab 107 Teknik Pedang Mematikan
- Bab 108 Takdir
- Bab 109 Aura Pembunuh
- Bab 110 Petarung Yang Kuat
- Bab 111 Tiga Puluh Empat Besar
- Bab 112 Teknik Bantingan Dan Pelepasan Tulang