My Beautiful Teacher - Bab 11 Godaan Fela
Mendengar perkataan Fela, Ramya mengerutkan keningnya: " Lala, sepertinya tidak begitu baik."
"Apa yang tidak baik, lagi pula aku tetap membayar uang sewa. Dan juga bisa jadi tuan rumah masih bisa menikmati masakanku!" Ucap Fela sambil tersenyum.
"Bukan itu maksudku, bagaimana juga pria dan wanita tinggal bersama, sedikit tidak cocok." Ucap Ramya.
"Tidak apa-apa, dulu juga bukannya tidak pernah tinggal bersama pria. Tuan rumah, boleh atau tidak?" Tanya Fela sambil tersenyum.
Tinggal bersama wanita cantik dan juga teman Ramya, tentunya aku tidak akan menolak, berkata: "Kamu saja tidak keberatan, apa yang aku beratkan, melihat atas muka Bu Ramya, aku akan menghitung uang sewamu lebih murah."
Terakhir, aku memberi harga 1,2 juta per bulan, Fela pun menyetujuinya dengan senang hati.
Ramya berkata kepadaku: "Tuan rumah, kamu tidak boleh mengganggu teman baikku, kalau tidak lihat aku bagaimana mengurusimu."
Aku awalnya ingin bilang aku hanya akan mengganggumu, mana mungkin mengganggu teman baikmu?
Tapi bagaimana juga ada Fela disini, aku tersenyum berkata tidak akan terjadi.
Aku dan Fela langsung menandatangani surat perjanjian, membayar uang deposit seharga harga sebulan dan membayar uang sewa 3 bulan, dia menyerahkan 4,8 juta kepadaku.
Tidak disangka hari kedua pagi-pagi sekali, Fela sudah menyeret dua koper besar, juga memikul kotak gitar di punggungnya, masuk ke rumahku.
"Aiya, sungguh lelah sekali, tuan rumah, cepat bantu aku dulu, aku sudah tidak bisa tahan lagi." Fela berteriak di depan pintu.
Aku baru saja selesai menggosok gigi, buru-buru berlari ke depan pintu membantunya menyeret koper, dengan aneh berkata: "Kenapa sepagi ini kamu pindah rumah?"
"Lagipula aku cepat bangun, juga tidak ada urusan apapun, kebetulan bisa pindah rumah." Dia masuk ke dalam rumah, menjelaskan kepadaku, meletakkan kotak gitar di atas meja teh.
Aku menuangkan segelas air untuknya, dengan penasaran bertanya: "Kamu bisa bermain gitar?"
"Aku mengandalkan ini untuk hidup." Fela meminum satu teguk besar, lalu dengan sayang mengelus kotak gitarnya.
"Guru musik?" Aku langsung teringat dengan Ramya, mereka berdua adalah teman baik, mungkin juga guru.
"Dulunya iya."
"Apa maksudnya dulunya iya?"
"Aku baru mengundurkan diri, sekarang menjadi penyanyi di sebuah bar." Fela menjelaskan dengan tersenyum, kedua kakinya yang ramping dan mulus bersilangan, kulit pahanya sangat putih dan lembut, sangat menggoda.
Sambil mengatakannya,dia juga melepaskan jas luarnya, hanya memakai sebuah kaos hitam.
Kaos hitam seperti ini biasanya dipakai oleh pria, kalau dipakai oleh wanita tampak sangat menggoda, karena bahu bundar yang harum dan area dada semuanya menonjol keluar, apalagi Fela berkeringat, hampir semuanya menempel pada tubuhnya, bisa melihat dua tonjolan montok yang mencolok.
Bajingan, di bawah kaos bisa-bisanya no bra!
Aku melihat dadanya yang padat, mataku sudah mau keluar.
Fela juga tidak memperhatikan, bertanya: "Apakah ada minuman?"
"Ada, aku ambilkan untukmu!" Dalam hatiku sedikit bersemangat, berpikir dalam hati tampaknya menyetujui Fela untuk tinggal disini adalah pilihan yang bijak.
Aku mengambilkan sebuah coca-cola untuknya dari kulkas, sesekali melirik dadanya, bertanya: "Bukankah jadi guru lumayan bagus, kenapa mau pindah profesi?"
"Karena menjadi penyanyi adalah impianku! Penyanyi di bar dan guru berbeda, meskipun pentas sangat kecil, tapi di bawah pentas setidaknya ada penonton yang mendengar musikku."
Mendengar jawaban yang begitu polos, hatiku tidak sadar bertambah satu rasa suka kepada Fela, berkata: "Guru juga mempunyai penonton."
"Tapi penonton biasanya hanya sekumpulan murid, keduanya berbeda." Fela minum beberapa teguk minumannya, lalu berdiri dan berkata: "Sudah, tidak banyak mengobrol lagi, aku merapikan kamar dulu, tuan rumah kamu kalau ada kerjaan sibuk saja, tidak perlu urus aku."
Aku tidak ada kesibukan, maka membantu Fela merapikan bersama, kopernya sederhana sekali, sprei dan beberapa baju ganti dan juga beberapa pasang sepatu dan alat cuci mulut, bahkan alat makeup pun sangat sedikit, semuanya ada di dalam tasnya.
Fela tidak membawa selimut, katanya tidak bisa diambil jadi sudah diberikan kepada teman sekamarnya, untungnya aku mempunyai dua selimut baru, maka aku memberikan kepadanya.
Saat merapikan, dia membungkuk pinggang, aku bisa melihat dua tonjolan montok yang putih itu dari leher kaosnya, tidak bisa menahan diam-diam menelan air ludahku, celanaku dalam sekejap langsung bereaksi.
Dia sepertinya menyadari keanehanku, tidak menyangka tidak hanya tidak malu, malah dengan tersenyum dan bertanya: "Apakah kamu bereaksi?"
Aku ditanya seperti itu, membuatku malah sedikit malu, tidak menyangka wanita ini begitu terbuka.
Aku langsung menyamping dan membungkukkan badanku, agar tidak begitu jelas, tidak menjawab perkataannya, malah berkata: "Kamu pergi mandi saja, aku bantu kamu rapikan saja."
"Boleh juga, maka sungguh terimakasih. Aku lihat umurmu tidak begitu jauh dariku, lain kali boleh tidak tidak perlu memanggilmu tuan rumah, langsung panggil namamu Wenas saja?" Fela tanya dengan tersenyum.
"Tentu saja bisa."
Setelahnya, Fela mengambil baju gantinya dan pergi, saat berjalan ke depan pintu, tiba-tiba memutar kepalanya, dengan tersenyum dan berkata: " Wenas, jangan lupa perkataan kak Ramya, lain kali tidak boleh menggangguku!"
Melihat lekuk tubuhnya yang anggun dan angkuh, aku berpikir dalam hati, lain kali siapa yang mengganggu siapa masih belum bisa dipastikan.
Fela sudah pergi mandi, aku pun merapikan kamarnya, memasangkan spreinya, lalu menggantungkan gitar besarnya diatas dinding.
Tapi sebelum menggantungkannya, aku tidak bisa menahan membukanya dan melihat, itu adalah sebuah gitar akustik yang sangat tua dan usang.
Aku sedikit heran, tampaknya Fela juga tidak seperti bukan tidak punya uang mengganti gitar baru, untuk apa memakai gitar usang ini.
Setelahnya, aku meletakkan tasnya di atas tempat tidur, tidak hati-hati membalikkan tasnya, selain beberapa kosmetik berserak keluar, juga ada mainan lateks yang berukuran besar.
Sepertinya mainan ini adalah elektronik, tampaknya sangat mirip, tampaknya lebih besar daripada reaksiku, membuatku sangat terkejut, ada semacam perasaan yang tidak bisa dijelaskan?
Biasanya Fela kalau kesepian maka menggunakan mainan sebesar ini menghibur diri sendiri? Bukankah dia ada pacar, apakah pacarnya tidak bisa memuaskannya?
Memikirkan mainan ini bisa saja sudah sering sekali Fela pakai, jantungku berdegup kencang, ada semacam semangat yang tidak beralasan.
Saat pikiranku berkelana, siapa menyangka Fela malah memanggil dari kamar mandi: " Wenas, bagaimana menghidupkan mesin air panas ini aku tidak bisa!"
Aku langsung bereaksi, buru-buru menyimpan mainan lateksnya dan kosmetiknya ke dalam tasnya, lalu dengan cepat keluar dari kamar, di depan pintu kamar mandi menjawab: "Apakah aku boleh masuk?"
"Masuklah, pintu tidak dikunci."
Saat aku membuka pintu dan masuk, pintu kaca buram kamar mandi juga dibuka oleh Fela.
Saat aku melihatnya hanya menggunakan kaos hitam dan celana dalam berenda ungu berdiri di hadapanku, aku dalam sekejap menjadi kacau.
Dada padat yang kosong itu tentunya tidak perlu dikatakan lagi, celana dalam berenda ungu
Novel Terkait
Meet By Chance
Lena TanPRIA SIMPANAN NYONYA CEO
Chantie LeeHei Gadis jangan Lari
SandrakoBehind The Lie
Fiona LeeGet Back To You
LexyMy Beautiful Teacher×
- Bab 1 Mengintip
- Bab 2 Katup Air Rusak
- Bab 3 Minum Anggur
- Bab 4 Gerakan Di Kamar Mandi
- Bab 5 Pengakuan Di Atas Gunung
- Bab 6 Kesalahpahaman Larut Malam
- Bab 7 Dalam Jangkauan
- Bab 8 Asis Yang Kesal
- Bab 9 Tidak Tau Diuntung
- Bab 10 Peminat Sewa Yang Baru
- Bab 11 Godaan Fela
- Bab 12 Wanita Muda Yang Berseni
- Bab 13 Orang Aneh
- Bab 14 Pengalaman Hidup
- Bab 15 Toilet Wanita
- Bab 16 Dadanya Membesar
- Bab 17 Mengobrol
- Bab 18 Pertunjukan Pinggir Jalan
- Bab 19 Gedung Pengajaran
- Bab 20 Bar Romantis
- Bab 21 Membuat Masalah
- Bab 22 Terluka
- Bab 23 Belum Mulai pun Sudah Berpisah
- Bab 24 Panggil Aku Kakak
- Bab 25 Tiga Lembar Tiket Bioskop
- Bab 26 Kesalahan Adalah Kesalahan
- Bab 27 Mantan Pacar Fela
- Bab 28 Gym Seni Bela Diri
- Bab 29 Pelatih Yang Keras
- Bab 30 Keterampilan Khusus
- Bab 31 Sisi Lain Ramya
- Bab 32 Pergi Ke Suatu Tempat
- Bab 33 Memecahkan Kesalahpahaman
- Bab 34 Merasa Tercerahkan
- Bab 35 Bobby
- Bab 36 Bertarung
- Bab 37 Berpikiran sempit
- Bab 38 Serangan balik putus asa
- Bab 39 Luar dingin dalam panas
- Bab 40 Kecelakaan
- Bab 41 Persyaratan Asis
- Bab 42 Penemuan Theo
- Bab 43 Bergegas Ke Hotel
- Bab 44 Tidak Tahan Lagi
- Bab 45 Tertangkap Basah
- Bab 46 Memilih Untuk Memaafkannya
- Bab 47 Pencuri
- Bab 48 Menggeledah Tubuh
- Bab 49 Orang Yang Benar Akan Bersikap Benar
- Bab 50 Rencana Gagal
- Bab 51 Penyewa Baru
- Bab 52 Guru Tony
- Bab 53 Diva Masa Depan
- Bab 54 Curahan Hati
- Bab 55 Teknik Pedang
- Bab 56 Reuni Teman Sekolah
- Bab 57 Menunjukkan keterampilan bela diri
- Bab 58 Tiga pengawal
- Bab 59 Rizal Membuat Onar
- Bab 60 Keputusan yang menyakitkan
- Bab 61 Mabuk
- Bab 62 Negosiasi
- Bab 63 Pesan Terakhir
- Bab 64 Harapan Yang Tinggi
- Bab 65 Undangan Dari Lastri Wahyuni
- Bab 66 Bertemu Ramya Lagi
- Bab 67 Mencambuk Wanita
- Bab 68 Mengajari Awang
- Bab 69 Listrik Putus
- Bab 70 Hal Yang Aneh
- Bab 71 Kehilangan Akal Sehat
- Bab 72 Bahu Yang Bisa Disandar
- Bab 73 Panggilan Telepon Dari Hafid Waka
- Bab 74 Tamu Yang Tidak Diundang
- Bab 75 Dojo Jangga
- Bab 76 Lebih Mudah dan Terampil
- Bab 77 Peringatan Instruktur Louis
- Bab 78 Membayar
- Bab 79 Meminta Maaf Dengan Canggung
- Bab 80 Panti Asuhan
- Bab 81 Semangkuk Sup Daging
- Bab 82 Pengakuan Cinta Yang Sangat Mendadak
- Bab 83 Ditangkap
- Bab 84 Serangan Diam-Diam
- Bab 85 Membuat Masalah Pada Saat Putus Asa
- Bab 86 Memotong Alat Kelamin
- Bab 87 Kematian Awang
- Bab 88 Kompetisi Bela Diri Nasional
- Bab 89 Dompet Dicuri
- Bab 90 Acara Pembukaan
- Bab 91 Bertemu Adalah Jodoh
- Bab 92 Ada Yang Menyewa Tempat
- Bab 93 Rayakan Ulang Tahun Guru
- Bab 94 Tinju Satu Inchi
- Bab 95 Kompetisi Secara Resmi
- Bab 96 Lawan Di Babak Pertama
- Bab 97 Kekuatan Yang Hebat
- Bab 98 Mengubah Kekalahan Menjjadi Kemenangan
- Bab 99 Shao Lin Chang Quan
- Bab 100 Mencapai Ketenangan
- Bab 101 Tidak Mau Kalah
- Bab 102 Menang
- Bab 103 Sahabat Baik, Anita
- Bab 104 Memandang Rendah
- Bab 105 Mendapatkan Ucapan Selamat Tinggal
- Bab 106 Kakak dari Ardi
- Bab 107 Teknik Pedang Mematikan
- Bab 108 Takdir
- Bab 109 Aura Pembunuh
- Bab 110 Petarung Yang Kuat
- Bab 111 Tiga Puluh Empat Besar
- Bab 112 Teknik Bantingan Dan Pelepasan Tulang