My Beautiful Teacher - Bab 29 Pelatih Yang Keras
Ketika tiba di pintu komplek, Awang telah menyusul Ramya , menariknya dan meminta maaf serta menjelaskan kepadanya, berkata kelak tidak berani melakukan hal seperti itu lagi, memohon maaf pada Ramya .
"Tidak hanya menghabiskan uang, kamu masih memiliki kemampuan untuk memukul istrimu sendiri, pria macam apa kamu!" Ini adalah pertama kali aku melihat ekspresi malu dan marah Ramya seperti ini, dia mendorong Awang , lalu memberhentikan sebuah taksi kemudian pergi.
Awang berteriak : "Ramya , Ramya , jangan pergi!"
Taksi itu pergi menjauh, dia berdiri di tepi jalan dan mendesah dengan frustasi.
Ada beberapa penonton di sekitarnya, semuanya melihatnya dengan penasaran.
Aku mengambil kesempatan dan memberhentikan sebuah taksi, menyuruh supir untuk mengejar mobil Ramya .
Satu jam kemudian, Ramya turun dari mobil di tepi Sungai Kana.
Sungai Kana adalah anak sungai Sara , melintasi kota A, lalu berpisah dari tengah, membentuk tepi selatan dan tepi utara.
Setelah Ramya turun dari mobil di tepi jalan, dia terus-menerus mendekati tepi Sungai Kana.
Aku terkejut, Ramya tidak mungkin melakukan hal bodoh bukan, lalu bergegas mengikutinya.
Ternyata, hal yang aku khawatirkan tidak terjadi, Ramya pada akhirnya berhenti, duduk di atas sebuah batu di tepi Sungai Kana.
Aku berjalan cepat ke arahnya, dia menengadahkan kepala dan melihatku, ketika menyadari itu adalah aku, dia mengeluarkan ekspresi terkejut.
"Ada apa, bertengkar dengan suamimu?" Berhadapan dengan Ramya lagi, suasana hatiku sangat rumit, tetapi masih bertanya dengan perhatian.
Lebih baik jika tidak ditanyakan, begitu ditanyakan, air mata Ramya tidak tahan lalu mengalir lagi, terisak-isak sambil memeluk lutut dan menundukkan kepala, aku yang melihatnya sangat merasa kasihan.
Dalam hatiku muncul sebuah dorongan, ingin maju dan memeluknya, tetapi malah teringat Fela .
Aku pernah berjanji dengan Fela , pria harus bertanggung jawab terhadap perkataan sendiri, dan aku tidak boleh melakukan hal yang tidak pantas terhadap Fela , jadi aku menggertakkan gigi, pada akhirnya menahannya, dan duduk di atas batu yang berjarak satu meter darinya, melihat permukaan sungai yang berkilauan di bawah matahari terbenam, di samping telinga mendengarkan suara isakan Ramya , hatiku bercampur aduk untuk sesaat.
Setelah beberapa saat, Ramya baru berhenti menangis, menengadahkan kepala dan menghapus air mata dengan tangannya, berkata dengan mata yang merah : "Dia dulu tidak pernah bermain saham, malah belajar dari rekan sekolahnya bermain saham bersama, akibatnya kami kehilangan hampir Rp 400 juta dari tabungan kami. Aku mengomelinya sebentar, dia menamparku dengan marah. Perlu diketahui, dia dulu tidak pernah memukulku, kali ini aku akhirnya melihat sifat aslinya."
"Mungkin setelah kehilangan uang, suasana hati guru Wang lebih kacau daripadamu, bisa dilihat dia sudah sangat menyesal. Kamu jangan berpikir sembarangan, uang masih bisa dicari jika habis, yang paling penting adalah keharmonisan antara suami istri, keluarga dan kemampuan semuanya makmur." Aku menghiburnya.
Ramya menengadahkan kepala dan menatapku kosong selama beberapa detik, lalu berkata satu kalimat : "Tidak terpikirkan, kamu bisa mengatakan ini."
Aku tertegun, tidak tahu apa maksud Ramya .
"Aku sudah tidak apa-apa, kamu pergilah, terima kasih atas perhatianmu." Ramya menghela napas dan berkata.
"Kamu tidak pergi dari Sungai Kana, aku mana berani pergi." Aku berkata.
"Apa yang kamu pikirkan, aku tidak begitu bodoh, tidak mungkin tidak bisa menahan rintangan yang begitu kecil, aku akan pergi dari sini sebentar lagi."
"Ketika pulang, bicarakanlah baik-baik dengan suamimu."
"Aku tidak ingin membicarakannya sekarang, aku akan pulang setelah dua hari."
"Jadi kamu tinggal di mana selama dua hari?" Aku bertanya dengan teliti.
"Tinggal di rumah orang tuaku."
"Baiklah, kalau begitu... aku akan pergi, kamu jangan memikirkannya dengan serius, melakukan hal bodoh." Aku masih sedikit khawatir dan berkata.
"Bagaimana mungkin." Ramya memutar matanya.
Melihat ekspresinya malah tidak seperti yang ingin bunuh diri, aku menjadi lega.
Aku berbalik badan bersiap untuk pergi, belum berjalan beberapa langkah, terdengar suara Ramya dari belakang : "Wenas , hatimu... apakah masih menyukaiku?"
Seluruh tubuhku terkejut, langkah kakiku terhenti.
Tidak terduga pada saat ini, Ramya menanyakan pertanyaan ini.
Tetapi, aku tidak menjawabnya, pada akhirnya aku menggertakkan gigi, berpura-pura tidak mendengarnya dan lanjut melangkah, lalu meninggalkan Sungai Kana.
Dalam perjalanan menuju ke Pusat Seni Bela Diri China, dalam hatiku terus-menerus memikirkan sebenarnya apa maksud dari perkataan terakhir yang ditanyakan Ramya kepadaku.
Apakah dia tidak tega untuk memutuskan hubungan denganku?
Sayang sekali aku telah bersama dengan Fela , Fela adalah wanita baik, aku pasti tidak akan melakukan hal yang tidak pantas untuknya.
Karena masalah Ramya menunda tidak sedikit waktuku, ketika tiba di Pusat Seni Bela Diri China telah terlambat setengah jam.
"Kenapa kamu datang begitu telat?" Ladira yang di samping bertanya dengan suara rendah.
"Ada sedikit masalah di rumah, jadi terlambat." Aku juga menjawab dengan suara rendah.
Baru saja selesai berbicara, pelatih Herman yang di depan berteriak dengan dingin : "Wenas , kamu berdiri ke depan!"
Aku dikejutkan oleh sikap pelatih Herman , dan berdiri tanpa sadar.
"Kenapa terlambat?" Dia bertanya dengan dingin.
"Ada masalah di rumah." Aku menjelaskan dengan agak murung, mengapa membuatku seperti seorang siswa yang terlambat.
"Apakah kamu tidak bisa menelepon terlebih dahulu jika di rumah ada masalah, sebenarnya kamu menghormati seni bela diri atau tidak?" pelatih Herman menatapku dengan galak.
Para murid semuanya tidak berani berbicara, untuk sesaat, seluruh gym hening seperti jangkrik di cuaca yang dingin.
Saat pertama kali Ladira memberitahukanku bahwa pelatih Herman sangat galak, aku masih tidak terlalu peduli, hari ini aku akhirnya merasakan sepenuhnya.
"Bukankah hanya belajar seni bela diri, apakah harus sampai begitu keras? Dan juga membahas hormat kepada seni bela diri atau tidak, pelatih Herman , kita di sini juga bukan tentara, kamu terlalu kelewatan, aku lain kali tidak akan terlambat lagi." Aku melengkungkan bibirku dan berkata, tidak berani bertatapan dengan tatapan pelatih Herman yang tajam.
"Wenas , apa sikapmu ini? Karena sedang belajar seni bela diri, kamu harus mendengarkanku!" pelatih Herman sangat marah, dahinya dipenuhi dengan pembuluh darah biru.
Aku dikejutkan oleh ekspresi pelatih Herman , tidak bisa mengatakan sepatah kata pun.
"Kamu berdiri di samping untuk belajar!" pelatih Herman memerintahkan.
"Gila! Kamu masih berpikir aku bersedia untuk belajar seni bela diri!" Aku juga marah, aku baru pertama kali bertemu dengan orang yang menjalankan bisnis seperti pelatih Herman , aku telah membayar untuk belajar seni bela diri, tetapi dimaki-maki karena terlambat, benar-benar telah menganggap diri sendiri sebagai seorang penjabat!
Setelah berbicara, aku tidak menghiraukan pelatih Herman , langsung keluar dari pusat seni bela diri.
Saat melewati meja resepsionis, Herman bertanya dengan ragu : "Tuan Wenas, ada apa denganmu?"
"Tanyakanlah kepada yang bermarga Louis!" Aku berkata dengan marah, "Pusat seni bela diri macam apa!"
"Aku keluar dari pusat seni bela diri, langit sudah gelap, berjalan menyelusuri tepi jalan, aku sangat marah.
Diri sendiri pergi dengan begitu saja, apakah uang yang telah dibayar menjadi sia-sia, tidak bisa, besok aku harus memintanya kembali!
Ketika aku sedang berpikir sembarangan, karena tidak memperhatikan, secara tidak sengaja, aku menabrak tubuh seseorang.
Menabraknya hingga sempoyongan, hampir terjatuh.
Aku juga mundur beberapa langkah, akhirnya menstabilkan tubuhku.
"Brengsek, apakah tidak membuka mata ketika berjalan!" Pria yang tertabrak langsung mengumpat.
Aku menengadahkan kepala dan melihatnya, adalah pria gemuk yang berwajah galak, juga ada beberapa orang di sisinya, ada gambar naga dan harimau di setiap tubuh mereka, tatapannya tidak enak, begitu dilihat bukan orang yang enak untuk berurusan.
Aku menatapnya, merasa agak familiar, tiba-tiba teringat : "Kalian adalah para brandal yang diutus Asis untuk memukul aku dan Fela waktu itu!"
"Apa katamu?" Si gemuk itu tertegun sejenak, tatapannya sedikit aneh, sepertinya juga sudah teringat, menggerutu dan mengumpat : "Bocah busuk, jika memiliki kemampuan, kamu coba katakanlah sekali lagi!"
Novel Terkait
Love From Arrogant CEO
Melisa StephanieDiamond Lover
LenaKisah Si Dewa Perang
Daron JayThe Winner Of Your Heart
ShintaSuami Misterius
LauraSang Pendosa
DoniMy Beautiful Teacher×
- Bab 1 Mengintip
- Bab 2 Katup Air Rusak
- Bab 3 Minum Anggur
- Bab 4 Gerakan Di Kamar Mandi
- Bab 5 Pengakuan Di Atas Gunung
- Bab 6 Kesalahpahaman Larut Malam
- Bab 7 Dalam Jangkauan
- Bab 8 Asis Yang Kesal
- Bab 9 Tidak Tau Diuntung
- Bab 10 Peminat Sewa Yang Baru
- Bab 11 Godaan Fela
- Bab 12 Wanita Muda Yang Berseni
- Bab 13 Orang Aneh
- Bab 14 Pengalaman Hidup
- Bab 15 Toilet Wanita
- Bab 16 Dadanya Membesar
- Bab 17 Mengobrol
- Bab 18 Pertunjukan Pinggir Jalan
- Bab 19 Gedung Pengajaran
- Bab 20 Bar Romantis
- Bab 21 Membuat Masalah
- Bab 22 Terluka
- Bab 23 Belum Mulai pun Sudah Berpisah
- Bab 24 Panggil Aku Kakak
- Bab 25 Tiga Lembar Tiket Bioskop
- Bab 26 Kesalahan Adalah Kesalahan
- Bab 27 Mantan Pacar Fela
- Bab 28 Gym Seni Bela Diri
- Bab 29 Pelatih Yang Keras
- Bab 30 Keterampilan Khusus
- Bab 31 Sisi Lain Ramya
- Bab 32 Pergi Ke Suatu Tempat
- Bab 33 Memecahkan Kesalahpahaman
- Bab 34 Merasa Tercerahkan
- Bab 35 Bobby
- Bab 36 Bertarung
- Bab 37 Berpikiran sempit
- Bab 38 Serangan balik putus asa
- Bab 39 Luar dingin dalam panas
- Bab 40 Kecelakaan
- Bab 41 Persyaratan Asis
- Bab 42 Penemuan Theo
- Bab 43 Bergegas Ke Hotel
- Bab 44 Tidak Tahan Lagi
- Bab 45 Tertangkap Basah
- Bab 46 Memilih Untuk Memaafkannya
- Bab 47 Pencuri
- Bab 48 Menggeledah Tubuh
- Bab 49 Orang Yang Benar Akan Bersikap Benar
- Bab 50 Rencana Gagal
- Bab 51 Penyewa Baru
- Bab 52 Guru Tony
- Bab 53 Diva Masa Depan
- Bab 54 Curahan Hati
- Bab 55 Teknik Pedang
- Bab 56 Reuni Teman Sekolah
- Bab 57 Menunjukkan keterampilan bela diri
- Bab 58 Tiga pengawal
- Bab 59 Rizal Membuat Onar
- Bab 60 Keputusan yang menyakitkan
- Bab 61 Mabuk
- Bab 62 Negosiasi
- Bab 63 Pesan Terakhir
- Bab 64 Harapan Yang Tinggi
- Bab 65 Undangan Dari Lastri Wahyuni
- Bab 66 Bertemu Ramya Lagi
- Bab 67 Mencambuk Wanita
- Bab 68 Mengajari Awang
- Bab 69 Listrik Putus
- Bab 70 Hal Yang Aneh
- Bab 71 Kehilangan Akal Sehat
- Bab 72 Bahu Yang Bisa Disandar
- Bab 73 Panggilan Telepon Dari Hafid Waka
- Bab 74 Tamu Yang Tidak Diundang
- Bab 75 Dojo Jangga
- Bab 76 Lebih Mudah dan Terampil
- Bab 77 Peringatan Instruktur Louis
- Bab 78 Membayar
- Bab 79 Meminta Maaf Dengan Canggung
- Bab 80 Panti Asuhan
- Bab 81 Semangkuk Sup Daging
- Bab 82 Pengakuan Cinta Yang Sangat Mendadak
- Bab 83 Ditangkap
- Bab 84 Serangan Diam-Diam
- Bab 85 Membuat Masalah Pada Saat Putus Asa
- Bab 86 Memotong Alat Kelamin
- Bab 87 Kematian Awang
- Bab 88 Kompetisi Bela Diri Nasional
- Bab 89 Dompet Dicuri
- Bab 90 Acara Pembukaan
- Bab 91 Bertemu Adalah Jodoh
- Bab 92 Ada Yang Menyewa Tempat
- Bab 93 Rayakan Ulang Tahun Guru
- Bab 94 Tinju Satu Inchi
- Bab 95 Kompetisi Secara Resmi
- Bab 96 Lawan Di Babak Pertama
- Bab 97 Kekuatan Yang Hebat
- Bab 98 Mengubah Kekalahan Menjjadi Kemenangan
- Bab 99 Shao Lin Chang Quan
- Bab 100 Mencapai Ketenangan
- Bab 101 Tidak Mau Kalah
- Bab 102 Menang
- Bab 103 Sahabat Baik, Anita
- Bab 104 Memandang Rendah
- Bab 105 Mendapatkan Ucapan Selamat Tinggal
- Bab 106 Kakak dari Ardi
- Bab 107 Teknik Pedang Mematikan
- Bab 108 Takdir
- Bab 109 Aura Pembunuh
- Bab 110 Petarung Yang Kuat
- Bab 111 Tiga Puluh Empat Besar
- Bab 112 Teknik Bantingan Dan Pelepasan Tulang