My Beautiful Teacher - Bab 31 Sisi Lain Ramya

Setelah mendengarkan kisah Instruktur Louis, aku tidak bisa menahan dan merasa tersentuh.

Tidak menyangka Instruktur Louis tidak hanya memiliki kemampuan yang luar biasa, tetapi juga seorang tentara yang istimewa, yang sangat mengesankan.

Pada saat yang sama, aku juga mengetahui mengapa dia sangat marah ketika aku terlambat.

Tuan Louis menghela nafas setelah berbicara, "Ini adalah sesuatu yang Jimmy tidak pernah bisa lupakan, aku harap kamu tidak kesal dengan omelannya tadi."

“Sebenarnya, aku sudah tidak marah lagi, setelah mendengar kamu berkata demikian, aku menjadi lebih mengagumi Instruktur Louis,” kataku dengan serius.

Melihat ekspresi ketulusan aku, Tuan Louis akhirnya menunjukkan senyuman, "Baguslah jika kamu tidak marah, tetapi kamu tidak boleh mengungkit apa yang aku katakan padamu hari ini di depan Jimmy. Ini adalah ingatannya yang paling menyakitkan dan paling tidak mau diungkitnya lagi. "

"Jangan khawatir, aku tidak akan mengatakannya."

Kembali ke sasana seni bela diri, melihat Instruktur Louis yang sedang beristirahat di samping, pemaham aku tentang dia menjadi lebih dalam lagi.

Ini juga memperkuat tekad aku untuk belajar seni bela diri dengan baik, lebih fokus dan serius dari biasanya.

Ketika aku pulang pada malam hari, tidak menyangka Fela sudah kembali.

Dia baru saja melepas mantelnya dan hanya mengenakan bra ungu dan celana dalam hitam, tubuhnya yang menarik dan seputih salju itu tidak terhalang. Ketika dia melihat aku, dia tersenyum dan bertanya: "Keledai, kemana kamu pergi malam ini?"

"Keluar untuk lari santai" kataku, "Kenapa kamu kembali begitu awal."

Mendengar kata-kataku, senyuman di wajah Fela menghilang, dan dia berkata dengan kesal: "Ini semua karena si brengsek Asis itu, tidak tahu bagaimana dia bisa menemukan bar di mana aku berada."

Hatiku terkejut dan segera bertanya: "Apakah dia mengganggu kamu?"

"Ya, dia beri aku dua puluh juta tip dan meminta aku untuk menemaninya minum, tetapi aku terlalu malas untuk menghiraukannya!"

“Lalu apakah kalian ada berkonflik, apakah kamu ada dirugikan?” tanyaku lagi.

"Tidak apa-apa, untungnya ada bos, dan dia menghentikannya tepat waktu, aku memberi tahu bos setelah itu dan bos berjanji bahwa Asis tidak akan pernah datang ke bar kami lagi di masa dean."

Aku mengehla napas lega dan berkata, "Jika dia pergi ke bar untuk mengganggu kamu lagi besok, kamu meleponku dan aku akan memberi dia pelajaran!"

"Jangan khawatir, dia tidak akan datang lagi. Bos kami sangat hebat, ketika dia muncul hanya untuk membujuknya, Asis sudah sangat ketakutan." Fela tersenyum lagi: "Sudah sudah, aku mau mandi dulu."

Fela mengayunkan pinggulnya dan berjalan ke kamar mandi, tetapi sesampai di depan pintu kamar mandi, dia dengan sengaja menoleh, tersenyum dan bertanya, "Keledai, maukah kamu masuk dan mandi denganku!"

Usai bicara, dia menjilat bibir merahnya dengan lidahnya dan mengaitkan jarinya.

Aku tiba-tiba menjadi bersemangat, tanpa berbasa-basi lagi, aku melepas pakaian dan bergegas masuk.

Kami memuaskan satu sama lain di dalam kamar mandi, aku meminta Fela menggunakan mulutnya untuk menyenangkan aku.

Fela pada awalnya masih enggan, dapat dilihat bahwa dia tidak pernah melakukan ini kepada mantan pacarnya, tapi dia tidak bisa menahan ketekunan aku, dan pada akhirnya dia masih berlutut di depan aku dengan tubuh telanjang.

Saat dia menundukkan kepalanya dan memasukinya, seluruh tubuhku terguncang dan aku merasakan kenyamanan yang ekstrem.

Meskipun gerakan mulut Fela relatif buruk untuk pertama kalinya, dan tergores giginya beberapa kali, tetapi itu tetap membuat aku marasakan kebahagiaan yang belum pernah aku rasakan sebelumnya.

Saat dia lelah, dia akan memuntahnya keluar.

Aku memintanya untuk menaikkan pinggulnya, membungkuk di dinding, dua kelompok montok menempel di dinding, dan meluncurkan serangan sengit dari belakang.

Setelah perjuangan yang melelahkan, wajah kami berdua memerah, kami saling menyeka tubuh, berharap aku akan menggendongnya, kembali ke kamar tidur, dan melakukannya lagi.

Akhirnya, dia tertidur lelap di pelukanku.

Aku tidak bisa tidur, dan teringat masalah Ramya.

Aku bangkit dan pergi ke meja komputer, tidak bisa menahan dan menyalakan laptop.

Di kamar Ramya, hanya ada Awang seorang.

Dia sampai sekarang masih belum tidur, berbaring di tempat tidur dan mengirim SMS, tidak tahu apakah itu dikirim kepada Ramya.

Aku menghela nafas, sepertinya Ramya benar-benar sudah pindah ke rumah orang tuanya.

Siang hari berikutnya, tidak menyangka Awang mengajak aku untuk minum.

Awalnya dia tidak banyak bicara, hanya terus minum.

Aku membujuknya untuk berpikir lebih luas, sebuah pasangan pasti akan memiliki konflik dan bertengkar, dan Bu Ramya guru akan kembali ketika amarahnya sudah mereda.

Kemudian, dia minum terlalu banyak dan mengatakan kepada aku: "Ketika saya pertama kali mulai berdagang saham, aku tidak rugi, aku berinvestasi empat puluh juta dan menghasilkan dua puluh juta dalam dua bulan, hais, aku terlalu rakus, ditambah dengan Tuan Wijaya berkata sama sekali tidak ada masalah, jadi aku memasukkan semua uangku ke dalamnya. Akibatnya, terjadi penurunan yang berturut-turut. Dalam waktu kurang dari sebulan, tiga ratus enam puluh juta habis tanpa menyisakan sepeser pun. Tuan Rumah, apakah ini salah aku? Aku berbuat seperti itu juga ingin mendapatkan lebih banyak uang agar Ramya dan aku bisa menjalani kehidupan yang baik. Hais, sungguh sial. "

Aku membujuknya lagi dan menyuruhnya untuk tidak asal pikir.

Dia jelas-jelas minum terlalu banyak, dia tiba-tiba bangkit dan berkata: "Tuan Rumah, Kamu …… kamu menemani aku pergi dan membawa Ramya kembali."

"Apa kamu tahu dimana dia sekarang?"

"Aku mengirim pesan untuk bertanya tadi malam, dia berada di orang tuanya sana."

"Kamu minum terlalu banyak, lebih baik jangan pergi dulu. Sekarang Bu Ramya guru masih marah, juga ratus enam puluh juta bukanlah jumlah yang kecil. Terlebih lagi, kamu secara tidak sengaja membuatnya marah, tunggu amarahnya sudah mereda, dia akan kembali sendiri."

Namun, Awang menolak untuk mendengarkan bujukanku, dan dia bersikeras meminta aku pergi bersamanya.

Pada akhirnya, dalam keputusasaan, aku hanya bisa pergi bersamanya.

Dia masih ingin mengemudi pada awalnya, aku sangat ketakutan sehingga aku segera menghentikannya, dia sudah sangat mabuk, bahkan jika tidak ada kecelakaan di dalam mobil, dia juga akan ditangkap oleh polisi lalu lintas jika ketahuan.

Kami naik taksi dan langsung menuju ke rumah Ramya.

Tanpa diduga, rumah Ramya berada di pinggiran kota, dan butuh waktu lebih dari satu jam untuk tiba.

Awang tertidur di dalam mobil, dan ketika tiba di rumah Ramya, mabuknya sedikit berkurang.

Rumahnya berada di ujung timur desa, dengan pekarangan dan bangunan.

Ada lebih dari selusin rumah tangga di desa sa, dan kondisi rumah orang tuanya biasa saja.

Gerbang pekarangan ditutup, tapi tidak dikunci.

Awang mengetuk pintu halaman dengan keras dan memanggil Ayah dua kali.

Akibatnya, pintu tidak terbuka, para tetangga yang lewat mengenali Awang sebagai menantu dari Keluarga Tenggana dan memberi tahu kami bahwa keluarga mereka pergi menanam padi dan memberi tahu kami lokasinya.

Kami bergegas ke tempat itu.

Di bukit pinggir jalan, dari kejauhan, aku melihat satu keluarga beranggotakan tiga orang, semuanya memakai topi dan sedang menanam bibit di sawah.

Sosok anggun Ramya secara alami adalah yang paling terlihat, meski topi menutupi dahinya, namun tidak mempengaruhi kecantikannya.

Dia berkeringat di dahinya, mengenakan kemeja bermotif bunga, membungkuk dan bekerja keras.

Ketika di rumahnya, citranya adalah lembut dan berbudi luhur, sebagai seorang istri dan guru, tetapi ini adalah pertama kalinya aku melihat citranya seperti itu, tidak hanya tidak ada vulgar, tetapi juga temperamen yang sederhana.

Awang segera meneriakkan nama Ramya dan memanggil orang tuanya lagi.

Ramya mendongak dan melihat kami, dia menunjukkan ekspresi terkejut, lalu menundukkan kepalanya untuk melanjutkan penanaman bibit.

Orangtuanya yang menghampiri kami dengan cepat dan menyambut kami dengan sangat ramah.

Awang meminta maaf kepada ayah mertua dan ibu mertuanya dan berinisiatif pergi ke sawah untuk membantu menanam bibit padi.

Jadi aku juga ikut membantu mereka.

Ramya sama sekali mengabaikan kami dan terus menanam bibitnya sendiri.

Awang ingin berbicara dengannya, tetapi Ramya terus menjauh darinya.

Awang merasa malu, dan berbisik kepada aku untuk membujuknya.

Ketika aku berjalan menuju Ramya, Ramya tiba-tiba berteriak, tidak tahu apakah karena sawah terlalu licin dan dia tidak sengaja tergelincir.

Aku paling dekat dengannya, jadi aku bergegas maju dan buru-buru membantu Ramya.

Tapi begitu tersentuh, kemontokan dan kelembutan sentuhan elastis membuat aku bereaksi seketika.

Novel Terkait

Thick Wallet

Thick Wallet

Tessa
Serangan Balik
4 tahun yang lalu
Hanya Kamu Hidupku

Hanya Kamu Hidupku

Renata
Pernikahan
4 tahun yang lalu
That Night

That Night

Star Angel
Romantis
5 tahun yang lalu
Cantik Terlihat Jelek

Cantik Terlihat Jelek

Sherin
Dikasihi
4 tahun yang lalu
Anak Sultan Super

Anak Sultan Super

Tristan Xu
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Menantu Hebat

Menantu Hebat

Alwi Go
Menantu
4 tahun yang lalu
Wonderful Son-in-Law

Wonderful Son-in-Law

Edrick
Menantu
4 tahun yang lalu
Wahai Hati

Wahai Hati

JavAlius
Balas Dendam
5 tahun yang lalu