My Beautiful Teacher - Bab 106 Kakak dari Ardi

Teknik pedang panjang Mikasa Marie tidak hanya sekedar tampak hebat saja, jurusnya tampak lincah bagai bangau, tetapi selalu dapat menangkap celah lawan tandingnya dengan tepat, lalu melancarkan serangan balik yang tajam, sungguh membuatku merasa kagum padanya.

Tepat karena ini, para penonton yang mengitari gelanggang Mikasa Marie jauh lebih banyak berkali-kali lipat daripada gelanggang lainnya, ada pula orang yang bukan murid dari Dojo Nanbo yang bersorak untuknya.

“Mikasa Marie bahkan berhasil lolos ke babak empat, hebat sekali.” Ladira menemukanku, setelah melihat pertandingan Mikasa Marie, dia sangat terkejut.

“Dilihat dari teknik pedang panjangnya, dia sudah menang, kemungkinan besar dia akan lolos ke babak selanjutnya.” Ujarku dengan serius.

Namun Ladira mengernyit, “Lalu mengapa dia masih berpura-pura menjadi lemah gemulai di depan kamu.”

“Mungkin itu adalah tampang aslinya dalam kehidupan sehari-hari, kamu jangan berpikir terlalu banyak.” kata aku.

Tepat ketika kami sedang berbicara, terdengar suara sorakan dari gelanggang sebelah, suaranya bahkan lebih besar daripada di tempat kami.

Aku langsung menoleh ke gelanggang sebelah.

Ada dua peserta berbadan tinggi kekar yang sedang bertanding di atas gelanggang.

Satu di antaranya sekitar 1,9 meter, terlihat berusia sekitar tiga puluhan, dan berkepala botak.

Satunya lagi memegangi pedang besar, sedang menghunus pedang terhadap pria kepala botak sambil berteriak.

Ekspresi pria kepala botak sangat santai, dia tidak hentinya menghindari serangan dari lawan.

Orang di bawah gelanggang bersorak ramai, gelanggang sangat ramai.

Tepat pada saat ini, pria kepala botak tiba-tiba menambah kecepatan.

Aku sama sekali tidak dapat melihatnya dengan jelas, hanya melihat ada sosok bayangan yang melintas, lalu lawan tanding yang memegangi pedang besar itu langsung mengerang kesakitan dan terbang keluar dari gelanggang sejauh tiga meter, dia berbaring tak bergerak di tanah.

Seketika, seluruh orang di luar gelanggang sunyi senyap.

Wasit juga tertegun, lalu dia bergegas melesat ke sisi pria yang kalah itu untuk memeriksakan kondisi lukanya, wasit menghela napas lega, dia berjalan kembali ke gelanggang, dia menatap pria kepala botak dengan tatapan yang rumit, lalu dia mengangkat tangan pria kepala botak dan mengumumkan, “Peserta tentara terjatuh keluar gelanggang, ronde ini dimenangkan oleh peserta Mido.”

Beriringan dengan pengumuman dari wasit, gelanggang itu penuh dengan suara tepuk tangan dan sorakan yang menggemuruh.

Serta ada banyak orang yang mulai berdiskusi.

“Bagus sekali, dengan satu tinjuan saja Saudara Mido langsung menghabisi tentara yang menempati urutan ketiga dari daftar urutan kekuatan Dojo Rangda .”

“Hebat sekali!”

“Hidup Saudara Mido!”

Pria yang bernama Mido menggaruk kepala, dia tersenyum dan berkata kepada tentara yang sudah tak sadarkan diri, “Maaf aku menang.”

Aku tercengang oleh penampilan Mido, aku sama sekali tidak melihat dengan jelas bagaimana dia mengeluarkan jurus, bahkan langsung mengalahkan tentara.

Mendengar orang-orang di bawah gelanggang mengatakan bahwa tentara adalah urutan nomor tiga dari daftar urutan kekuatan Dojo Rangda, sungguh sulit dipercaya.

Jelas ada orang di bawah gelanggang yang sudah melihatnya, Mido mengalahkan lawannya dengan satu tinjuan, kecepatan dan kekuataan ini benar-benar membuat orang merasa takut.

Sungguh banyak sekali orang hebat di dalam pertandingan Wushu kali ini, sepertinya Mido ini memiliki kekuatan untuk bertanding dengan Diego.

Setelah semua pertandingan sudah berakhir, aku juga sudah mengetahuinya secara garis besar, entah Jack, Mikasa Marie atau Diego, mereka semua lolos ke babak berikutnya.

Pada siang hari, aku, Ladira dan Arif pergi makan ke sebuah restoran di dekat stadion olahraga, begitu memasuki restoran, tak disangka aku melihat seorang kenalan.

Ladira jelas juga melihatnya, dia mengernyit dan berkata, “Tak disangka pria itu juga ada di sini, kita ganti tempat lain saja.”

Arif merasa heran, “Pria yang mana?”

“Mengungkitnya pun membuat orang emosi.” Ladira mengerutkan bibir, “Ayo kita pergi.”

Aku mengangguk, tak disangka akan bertemu dengan Ardi yang adalah pacar Anita di sini, hidung Ardi masih bertempelkan obat salep, sebelah wajahnya juga masih sedikit bengkak, dia sedang duduk bersama seorang pria yang bertampang mirip dengannya.

Pria itu berwajah datar, hanya menundukkan kepala dan makan.

Meski aku tahu Ardi juga merupakan peserta dari pertandingan Wushu dan sudah tereliminasi, tetapi tak disangka akan begitu kebetulan bertemu dengannya di sini.

Ketika kami sedang menatap Ardi, sepertinya Ardi juga merasakannya, Ardi segera menoleh pada kami, lalu ekspresinya berubah drastis, senyum di wajahnya menghilang, dan tatapannya membawa kekejaman, Ardi menepuk pundak pria yang sedang makan itu, dan berbisik di telinga pria itu.

Pria itu tertegun, lalu meletakkan sumpit dan menatap kepada aku.

Keempat mata kami bertemu di udara, aku dapat merasakan hawa dingin dan keingingan untuk bertanding yang sangat kuat dari dalam matanya.

“Bocah, kebetulan sekali bertemu di sini.” Ardi langsung bangkit berdiri, dia berjalan kemari dengan wajah suram.

Pria itu juga mengikuti di belakangnya.

“Awalnya hari ini Ladira masih lumayan senang, tetapi begitu melihatmu, suasana hatinya langsung rusak total.” Aku mengerutkan bibir, “Ladira, ayo kita pergi.”

“Sialan, berhenti, kemarin baru memukul aku, dan sekarang sudah ketakutan hingga ingin kabur bukan.” Ardi berseru dengan dingin.

“Aku takut mengotori mataku sendiri.” Ujarku dengan datar.

Ardi naik pitam, dia ingin meledak marah tetapi ditahan oleh pria di sebelahnya.

Pria itu menatap lurus padaku dan berkata, “Pagi hari ini ketika mengambil undian, kamu sudah melihatmu, kamu juga adalah peserta yang langsung masuk ke babak berikutnya.”

Mendengarnya, ekspresi Ardi langsung berubah, “Dia, dia sudah lolos dari babak keempat?”

“Jika aku tidak salah ingat, dia bernama Wenas, karena adalah satu-satunya peserta tanding yang mendapatkan bye di babak keempat, aku memiliki kesan yang sangat dalam.” Ujar pria itu dengan pelan.

“Ingatanmu bagus juga.” kata aku dengan tenang.

Pria itu berkata dengan dingin, “Namaku Roni, juga adalah peserta yang lolos ke babak lima, kemarin kamu melukai adikku, aku tidak akan membiarkannya begitu saja.”

“Kamu ingin bagaimana?” Aku mengernyit, tak disangka Ardi memiliki seorang kakak, serta adalah jagoan yang lolos ke babak lima.

“Aku berharap kita dapat bertanding di gelanggang, jika tidak memiliki kesempatan ini, aku akan mencarimu setelah pertandingan berakhir, terimalah akibat atas tindakanmu sendiri.” Mata Roni memancarkan rasa percaya diri yang tinggi, dia mengangkat kepala dan memandang aku dari atas.

“Tidak masalah, aku menunggu.” Aku berkata dengan tenang, “Ladira, Arif, ayo kita pergi.”

Kami meninggalkan restoran, Arif masih bertampang heran, “Wenas, ada apa ini, kenapa kamu bermusuhan dengan dua orang ini lagi?”

Aku menceritakan kejadian tadi malam dengan singkat, lalu Arif berkata, “Orang yang bermata di atas kepala ini benar-benar patut dihajar, tetapi Roni itu sudah lolos ke babak lima, tidak mudah untuk melawannya.”

“Mudah atau tidak mudah untuk dilawan, harus dicoba barulah tahu.” kata aku dengan datar.

Ladira dan Arif menunjukkan ekspresi khawatir, lalu Ladira berkata, “Jika dia berani mencari masalah denganmu, aku akan mencari bantuan pada Ayah, mereka tidak akan berani berbuat apa-apa padamu.”

“Walau kali ini mencari ayahmu dan berhasil menghindarinya, pasti ada lain kali, lebih baik langsung selesaikan saja, biar dia menerima kekalahan dari mulut dan hati, barulah masalah ini akan terselesaikan sepenuhnya.”

“Tetapi apakah kamu bisa mengalahkan dia?” tanya Ladira dengan gugup.

“Roni sudah lolos ke babak lima, aku juga adalah peserta yang lolos ke babak lima, tidak ada yang akan mengetahui masalah selanjutnya, kalian jangan terlalu khawatir, ayo makan dulu.”

Karena bertemu dengan Ardi dan Roni, Ladira dan Arif tidak memiliki selera makan.

Sebaliknya aku sama sekali tidak terpengaruh, aku melahap dua mangkuk besar sekaligus.

Baru selesai makan, aku mendapat panggilan telepon dari Instruktur Louis, “Wenas, di mana kamu?”

“Aku sedang makan di restoran di luar.”

“Datang sebentar ke depan pintu stadion olahraga, ada masalah penting yang ingin aku bicarakan denganmu.”

Nada bicara Instruktur Louis sangat serius, aku pun merasa heran, namun aku tetap mengiyakan, setelah menutup telepon, aku memberitahu mereka, lalu kami bergegas pergi ke stadion olahraga.

Novel Terkait

Menunggumu Kembali

Menunggumu Kembali

Novan
Menantu
5 tahun yang lalu
Diamond Lover

Diamond Lover

Lena
Kejam
4 tahun yang lalu
Harmless Lie

Harmless Lie

Baige
CEO
5 tahun yang lalu
My Lifetime

My Lifetime

Devina
Percintaan
4 tahun yang lalu
Untouchable Love

Untouchable Love

Devil Buddy
CEO
5 tahun yang lalu
My Only One

My Only One

Alice Song
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Husband Deeply Love

Husband Deeply Love

Naomi
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Dalam

Cinta Yang Dalam

Kim Yongyi
Pernikahan
4 tahun yang lalu