My Beautiful Teacher - Bab 22 Terluka

Mereka tiba-tiba menyerbu.

Aku langsung menarik Fela ke belakang tubuhku.

Saat itu juga, sudah tak sempat untuk berpikir lagi, aku langsung menendang preman pertama yang maju.

Preman tersebut tertendang, pada saat bersamaan, dia memukul bahu dan lengan kananku dengan dua tongkat.

Disertai dengan tendangan di dada.

Saat genting seperti ini, aku mengeluarkan seluruh tenaga, ketika ditendang preman itu, kupeluk kakinya dan membantingnya ke tanah dengan gusar.

Fela yang berada di belakangku menjerit, aku menoleh dan melihatnya ditangkap oleh dua preman.

Aku menahan rasa sakit di tubuhku, menggertakkan gigi dan bergegas maju, salah satu preman itu tumbang, aku mendapat dua pukulan tongkat di punggungku. Aku meringis kesakitan dan terengah-engah.

Fela dan preman yang menangkapnya sudah berada di depanku, aku berteriak marah, mencengkram kedua kakinya dan menariknya kuat.

Preman itu menjerit dan jatuh telentang.

Aku mengambil kesempatan ini, segera bangkit, menarik tangan Fela dan berlari menuju jalan raya.

Di sini adalah jalanan bar yang sempit dan gelap, jalan raya berjarak sekitar 500 meter dari sini.

Di jalan raya, kami bisa menemui kendaraan antar-jemput dan meminta pertolongan.

Banyak langkah kaki dan teriakan dari arah belakang.

Pikiranku sangat kacau, aku hanya tahu melarikan diri bersama Fela, bahkan tubuhku sudah tidak terasa sakit lagi.

Wajah Fela terlihat pucat, dia mengikutiku dengan susah payah.

Aku sesekali menoleh ke belakang, melihat sekelompok preman yang terlihat seperti anjing gila itu sedang mengacukan senjata dan bersiap untuk membunuh.

Aku sungguh tidak menyangka akan dikejar oleh preman.

Ketika seluruh tenagaku hampir habis dan di saat hampir terkejar preman, akhirnya kami sampai di jalan raya dan berdiri di tengah jalan.

Kebetulan, ada sebuah taksi yang lewat, aku melambaikan tangan dengan putus asa.

Mobil itu mengerem kencang, membuka jendela, dan pengemudi itu berteriak: “Kalian cari mati ya!”

Aku dan Fela sudah tidak sempat menjelaskan, para preman tersebut sudah menyerbu hingga ke pinggir jalan.

Aku membuka pintu belakang secepat mungkin, dan masuk bersama Fela.

“Pak, cepat jalan!” seruku.

Supir taksi itu sepertinya menyadari para preman yang ganas dan memegang sengaja tersebut, rona wajahnya berubah, tanpa sadar dia menginjak pedal gas dan mobilnya meluncur cepat.

Aku berbalik belakang, para preman itu mengejar dengan putus asa sambil mengutuk, sepuluh detik kemudian, mereka tertinggal jauh di belakang, dan akhirnya tak terlihat.

Aku dan Fela menghela napas lega.

Supir itu bertanya: “Apa yang terjadi dengan kalian?”

“Para preman itu mabuk dan menggoda pacarku, kemudian kami berkelahi,” jawabku asal. Lalu aku merasakan sakit di seluruh tubuhku, terengah-engah sesaat, meringis sambil berbaring di kursi belakang.

“ Wenas, kamu kenapa, sakitkah? Melihat penampilanku yang kesakitan, Fela bertanya dengan prihatin, “Mau ke rumah sakit?”

“Tidak perlu, di rumah ada arak gosok, pakai beberapa hari juga bakal sembuh.” Aku teringat perjanjian dengan Ramya, jika aku pergi ke rumah sakit, semuanya akan sia-sia. Tidak tahu harus menunggu sampai kapan untuk membuat Ramya mencintaiku lagi.

Lagi pula, aku tidak merasa ada cedera tulang, hanya luka luar saja.

Dengan desakanku, Fela hanya bisa menyerah.

Akhirnya sampai di rumah, Fela membantuku duduk di sofa, berkata dengan penuh perhatian: “Aku akan menuangkan air untukmu.”

Dia meletakkan gitar, menuangkanku segelas air, dan bertanya: “Di mana arak gosoknya? Aku akan membantu mengoles lukamu.”

Ketika dia mengambil arak gosok, aku memberitahunya akan kulakukan sendiri dan menyuruhnya tidur.

Fela menolak dan menyuruhku membuka baju.

“Para preman itu mungkin disuruh oleh Asis, kamu terluka karenaku, jika aku tidak membantumu, aku akan merasa sangat bersalah,” ujar Fela dengan tatapan menyedihkan.

Aku tak ada pilihan dan melepaskan baju.

Dada, bahu, dan lenganku memar-memar. Fela menyentuh dadaku dengan jarinya.

Dia hanya menyentuh sebentar dan langsung membuatku kesakitan, keringat dingin pun bercucuran keluar.

“Arak gosokmu ini manjur tidak? Jika tidak, sebaiknya periksa ke rumah sakit saja,” ujar Fela.

“Manjur kok, ini khusus buat memar, terakhir kali pergelangan kakiku luka, aku mengoleskannya dan sembuh dalam beberapa hari,” kataku menjelaskan.

Fela mengangguk, dia duduk di sebelahku, setelah membersihkan lukaku dengan alkohol dan kapas, dia mengoleskan arak gosok.

Jemari Fela yang sangat halus bagaikan batu giok, sesekali menyentuh kulitku, sentuhannya yang dingin dan lembut, membuatku berpikiran lain.

Ketika dia mengusap punggungku, aku membalikkan punggungku padanya.

Karena jarak kami yang berdekatan, aku tidak hanya mencium aroma tubuhnya, tetapi juga merasakan kedua dadanya yang berisi menyentuh punggungku secara sengaja ataupun tidak disengajai.

Walaupun dia mengenakan pakaian, tapi aku masih bisa merasakan kepenuhan dan kekenyalannya, membuatku langsung bergairah dan tubuhku mulai bereaksi.

Tidak tahu apakah Fela juga merasakan hal yang sama. Setelah itu, dia semakin menempelkan tubuhnya, kedua dadanya yang lembut di belakang punggungku itu membuatku menegang. Seketika, aku sudah tidak merasa kesakitan lagi.

Setelah dia selesai mengoleskan, aku mendapati muka Fela yang merah padam, jangan-jangan tadi dia memang sengaja!

Dia berkata sambil tersipu: “Kakimu juga terluka, kan? Buka celanamu, aku akan membantu mengoles obat.”

“Benar-benar tidak perlu, aku bisa melakukannya sendiri, kamu pergilah mandi dan istirahat,” balasku malu.

“Jangan cerewet, aku suruh buka ya buka,” perintah Fela sambil membelalakkan mata.

Aku tersenyum pahit, mau tak mau aku melepaskan celana.

Kakiku juga banyak memar, yang paling parah ada di paha bagian dalam dan menjalar ke bagian dalam celana dalam.

Gawatnya, aku masih bergairah, milikku semakin mencolok ketika celana dalamku diangkat tinggi-tinggi.

Fela melirik sekilas, mukanya semakin memerah, dan berujar: “Dasar mesum, aku membantumu mengoles obat, tapi apa yang kamu pikirkan!”

“Itu... itu juga bukan salahku, dia yang bangun sendiri.” Aku memaksakan senyuman, aku ingin mengatakan bahwa kalau bukan karena dia yang menggodaku dengan kedua bola dagingnya tadi, apakah aku akan seperti ini?

Kemudian dia mengatakan kalimat yang membuatku sangat malu: “Lepaskan celana dalammu, kalau tidak akan susah kutaruh obat.”

“Hah?” Aku menatapnya dengan syok, dan segera membalas: “Biarkan aku saja, ini cuman luka luar doang kok.”

“Hah apaan? Aku kan sudah bilang, lukamu ini disebabkan olehku, aku harus bertanggung jawab.” Fela melanjutkan: “Aku suruh lepas ya lepaskan saja, kenapa malah membuang-buang waktu seperti perempuan, lagi pula, aku bukannya tidak pernah melihat milik pria saja, kamu juga tidak kurugikan.”

Karena Fela sudah berkata demikian, dia pasti akan meremehkanku jika tidak kulepaskan.

Aku menggertakkan gigi dan melepaskan celana dalamku.

Kini, aku sudah telanjang sepenuhnya, sambil duduk di sofa, milikku berdiri tegak, seolah-olah sedang memanggil Fela.

Wajah Fela tampak menawan dan cantik, dia menggigit bibir, sebelum aku bereaksi, dia tiba-tiba memegang milikku.

Novel Terkait

You're My Savior

You're My Savior

Shella Navi
Cerpen
5 tahun yang lalu
Antara Dendam Dan Cinta

Antara Dendam Dan Cinta

Siti
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Hello! My 100 Days Wife

Hello! My 100 Days Wife

Gwen
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Inventing A Millionaire

Inventing A Millionaire

Edison
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu
Dewa Perang Greget

Dewa Perang Greget

Budi Ma
Pertikaian
4 tahun yang lalu
King Of Red Sea

King Of Red Sea

Hideo Takashi
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Uangku Ya Milikku

Uangku Ya Milikku

Raditya Dika
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Love at First Sight

Love at First Sight

Laura Vanessa
Percintaan
4 tahun yang lalu