My Beautiful Teacher - Bab 38 Serangan balik putus asa

Diatas lahan hijau, aku dan Bobby saling berdiri berhadapan.

Dibelakangku adalah Ladira, menggunakan sorot mata yang kuatir menatapku.

Sedangkan didepan adalah para pengawal Bobby dan Rizal.

Rizal dengan suara keras berkata: “Tuan Bobby, pukul habis-habisan bocah busuk arrogant dan sombong itu, wakilkan aku untuk membalas dendam!”

Beberapa pengawal mulai berbicara dengan suara pelan.

“Dendam Bobby kepada bocah ini sangat dalam, bahkan turun tangan sendiri untuk menghadapinya!”

“Bobby mulanya memang menyukai nona Ladira, sekarang malah direbut oleh bocah itu, tentu saja ia marah.”

“Aku lihat bocah ini hanya bisa berharap pada dirinya sendiri, Bobby dulu pernah belajar taekwondo, tahun lalu kembali terus-menerus belajar bela diri di Dojo Itaewon, benar-benar sangat kuat, takutnya tidak ada satupun diantara kita yang sebanding menjadi lawannya.”

“Iya, bocah ini benar-benar bodoh, aku dengar ia baru saja belajar bela diri selama 1 bulan lebih, ternyata berani bertanding 1 lawan 1 dengan Bobby, benar-benar cari mati.”

Perkataan dari para pengawal itu secara samar-samar masuk kedalam telingaku, membuat hatiku seketika terkejut, tidak terpikirkan Bobby ini ternyata pernah belajar Taekwondo.

“Ayo bocah, jangan melamun, aku sudah tidak sabar.” Bobby menggunakan pandangan yang bercanda menatapku, menunjukkan senyuman suram.

Aku mendengus dingin, tanpa ragu-ragu lagi, menendangkan kedua kakiku diatas tanah, tubuhku seperti panah tajam yang melesat, dengan sekejap “Wutzz” menyerang maju, seketika sampai didepan Bobby, melesatkan sebuah tinju kearah perutnya.

Aku sendiri mengira kecepatanku sudah cukup cepat, dan juga mengerahkan seluruh kekuatan ditubuku, gerakan secepat itu, orang biasa pasti tidak dapat memberikan reaksi.

Ternyata Bobby seperti seolah-olah telah memprediksinya dari awal, ujung mulutnya menampilkan senyuman dingin disaat bersamaan, sudah mengluarkan tangan dengan kecepatan seperti kilat menangkap pergelangan tanganku.

Aku terkejut, ingin melepaskannya, tetapi tangannya yang satunya telah menyerang, lurus menuju bawah ketiakku.

Instruktur Louis pernah berkata, bawah ketiak adalah daerah tubuh manusia dengan syaraf dan arteri paling banyak, sangat sensitive, jika mendapatkan serangan maka akan membuat kekuatan tangan untuk bergerak mengalami pengaruh yang sangat besar, menjadi lemah bahkan hingga membuat tangan kehilangan kemampuan untuk bertarung.

Bobby ternyata mengerti akan pengertian ini, ditambah kecepatan gerakannya benar-benar sangat cepat.

Untung saja aku dengan segera mengencangkan syarafku dan seketika melemparkan tendangan kearah lututnya.

Wajah Bobby sedikit berubah, dengan segera melepaskan genggaman tangannya dan mundur, kemudian menendangkan salah satu kakinya kearah dadaku.

Gerakannya benar-benar cepat, ternyata ia mundur untuk maju, terlihat seperti menyerah terhadap serangannya kepada bagian bawah ketiakku, tetapi seketika merubah serangannya, benar-benar membuatku tidak sempat untuk menghindar, dadaku mendapatkan sebuah tendangan kesar, tap tap tap mundur 2 langkah dan masih belum bisa berdiri tegap, seketika terjatuh diatas tanah.

Aku bersiap untuk berdiri, Bobby kembali seperti panah yang melesat menyerang kemari, terlihat sama sekali tidak ingin memberikanku kesempatan untuk menarik nafas.

Aku mengeraskan rahang menahan rasa sakit dari dadaku, melompat dari posisi untuk memberdirikan tubuh.

Kaki Bobby telah menendang kemari, tingginya ternyata mengarah lurus kearah wajahku.

Detik-detik krusial itu aku menyandarkan tubuh kebelakang melengkung membentuk jembatan, kedua tanganku menahan diatas lahan rumput, kedua kakiku dengan keras menahan kekuatan, membalik posisi untuk menyerang, kedua kakiku seketika menendang kearah perutnya.

Bobby yang tertendang olehku terhuyung mundur beberapa langkah, seketika terduduk diatas tanah.

Matanya penuh dengan rasa terkejut, terlihat jelas tidak percaya bahwa aku ternyata begitu hebat, seakan-akan memiliki kekuatan yang hampir seimbang dengannya.

Ia juga seketika melompat dari posisinya untuk berdiri, matanya menyiratkan rasa sengit, dengan raungan amarah, sekejap menyerang maju.

Kali ini ia berinisiatig, membuatku merasakan tekanan yang cukup kuat.

Kemudian, kakinya meluncurkan serangan yang keras kearahku, dengan kekuatan yang sangat cepat dan kekuatan penuh, membuatku tanpa memiliki pilihan lain, mundur kebelakang, hanya bisa berusaha untuk menangkis dan menghindarinya, sama sekali tidak memiliki kesempatan untuk membalas serangannya.

“Tuan Bobby, bagus sekali, pukul habis-habisan bocah itu!” Rizal dengan nada marah berteriak disamping.

Disaat ini ada juga beberapa pengawal yang ikut berteriak.

Disaat-saat aku berusaha untuk menghindar, ujung mataku menangkap Ladira yang memandangku lurus, tangannya yang halus itu mengepal erat, wajahnya tertulis sorotan kuatir.

Didalam hati aku menghela nafas, Bobby benar-benar terlalu hebat, membuatku kehabisa kesempatan untuk membalas serangannya.

Akhirnya, aku tidak dapat menahan serangannya, bahu kananku menerima pukulan lurus dari Bobby.

Bahuku seketika menjadi berat, merasakan rasa sakit yang seketika menjalar, kemudian kakinya menendang kearah perutku.

Aku seketika menutupi perutku dan terjatuh.

Bobby menggunakan kesempatan kemenangannya ini, kaki kanan dan kiri terbuka mengarahkan tendangan kearahku yang berada diatas lantai.

Untung saja reaksiku cukup cepat, aku dengan tidak hentinya berguling kebelakang, menghindari tendangan-tendangan kakinya yang tanpa henti itu.

Siapa yang tahu disaat-saat krusial, gulingan tubuhku terhalangi, dan ternyata menabrak sebuah pohon yang berada dibelakang tubuhku.

Hatiku terkejut, kaki Bobby telah menginjak.

Dia ingin menginjak wajahku.

Disaat kritis itu, kedua tanganku menahan kakinya yang berjarak kurang dari 5 cm itu.

“Dasar sampah, berani sekali berebut Ladira denganku, aku hari ini akan membiarkanmu merasakan kehebatanku!” Bobby menggertakan giginya, dengan keras menambahkan kekuatannya, seakan-akan mengarahkan seluruh kekuatan tubuhnya kearah kakinya menambahkan beban keatas kakinya yang berada dikedua tanganku.

Kedua tanganku terasa berat, masih ada 1 cm lagi dari wajahku.

Disaat kritis ini, aku mengeratkan giginya, mengeluarkan kekuatan yang sangat besar, menggeram, mengandalkan keinginan yang kuat, mengangkat kaki Bobby secara tiba-tiba, tidak hanya begitu saja, bahkan melemparkan kakinya hingga terbalik.

Bobby berteriak terkejut, tubuhnya yang berada diudara kehilangan keseimbangan.

Aku memanfaatkan kesempatan ini untuk berguling kesamping, ia dengan keras terjatuh diatas lahan itu.

Aku berusaha keras untuk menarik nafas pertama, dengan kesusahan mendudukan diri, aku merasa kedua pergelangan tanganku karena menggunakan tenaga yang berlebihan tadi hampir saja dislokasi, udara dingin yang terhirup membuatnya terasa lebih sakit.

Sedangkan Bobby tergeletak diatas tanah tidak bergerak.

Hatiku berbahagia, kesempatan yang bagus!

Aku seketika menyerang keatasnya, menahan diatas tubuhnya, menggunakan tanganku untuk menahan lehernya, dengan emosi berkata: “Maaf, kali ini kamu yang kalah!”

Siapa yang tahu Bobby tetap menutup matanya tanpa bergerak, kemudian aku melihat dibelakang kepalanya ada darah segar yang mengalir.

Didalam hatiku sudah, wajahku menjadi pucat, dengan segera memapah kepalanya, dikepalanya terletak itu ternyata ada sebuah batu, tadi saat terjatuh, kepala belakangnya langsung menatap batu itu dengan keras.

Aku mengangkat kepalanya, kemudian merasakan seluruh tanganku penuh dengan darah yang hangat.

Disaat ini Rizal dan beberapa pengawal juga merasakan ada sesuatu yang tidak beres, dengan segera maju kedepan, seketika mendorongku menjauh, memapah Bobby dengan terkejut berkata: “Tuan Bobby Tuan Bobby, apakah kamu tidak apa-apa! Apa yang kalian lakukan, segera telepon 120!”

Para pengawal itu ternyata juga terkejut setengah mati, seluruhnya mengeluarkan HP menelepon 120.

Rizal mendongakkan kepalanya menatapku, sorotan matanya penuh dengan kebencian dan amarah: “Bocah, jika terjadi sesuatu kepada Tuan Bobby, kamu akan mati!”

Selesai berbicara, ia menggendong Bobby berlari menuju pintu gerbang taman.

Beberapa pengawal sambil menelepon sambil mengikutinya.

Tidak lama kemudian, bayangan dari beberapa orang itu telah lenyap diantara gelap malam, hanya tersisa aku dan Ladira tercengang dengan kebingungan.

Ladira yang terlebih dahulu kembali dari alam pikirnya maju kedepan, dengan penuh perhatian bertanya: “Kamu tidak apa-apa?”

Sedikit menggeleng-gelengkan kepala, melihat jejak darah diatas lahan itu dan berkata tidak apa-apa.

“Tidak perlu memikirkan hal ini menjadi terlalu repot, Bobby hanyalah terjatuh saja, tidak mungkin begitu parah. Meskipun jika memang ada luka berat, mereka ingin mencarimu untuk balas dendam, aku juga tetap akan berdiri disisimu untuk membantumu, aku tidak akan membiarkan mereka berhasil melakukannya.” Ladira berkata: “Aku sekarang akan menelepon ayahku, memintanya untuk mengirimkan orang untuk memeriksa keadaan luka Bobby.”

Novel Terkait

Demanding Husband

Demanding Husband

Marshall
CEO
4 tahun yang lalu
Precious Moment

Precious Moment

Louise Lee
CEO
4 tahun yang lalu
Adieu

Adieu

Shi Qi
Kejam
5 tahun yang lalu
Unplanned Marriage

Unplanned Marriage

Margery
Percintaan
5 tahun yang lalu
Akibat Pernikahan Dini

Akibat Pernikahan Dini

Cintia
CEO
5 tahun yang lalu
Menunggumu Kembali

Menunggumu Kembali

Novan
Menantu
5 tahun yang lalu
Perjalanan Cintaku

Perjalanan Cintaku

Hans
Direktur
4 tahun yang lalu
Hidden Son-in-Law

Hidden Son-in-Law

Andy Lee
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu