My Beautiful Teacher - Bab 44 Tidak Tahan Lagi
Ramya mengenakan pakaian, kami bertiga pergi meninggalkan hotel.
Theo dan kami berpisah di depan hotel, katanya ingin kembali ke toko.
Dia tidak banyak bertanya, tapi sebelum pergi, dia menatap kami berdua dengan tatapan mesra.
Aku memanggil taksi, di perjalanan kembali, aku bertanya dengan penuh perhatian: “Apakah mereka melakukan sesuatu padamu?”
“Tidak….. tidak, tepat ketika ingin melakukan sesuatu, kamu pas datang.” Mata Ramya memerah, dia menundukkan kepala, memejamkan matanya, dan berkata dengan nada sedih: “Wenas, aku juga tidak ingin seperti ini, tapi aku benar-benar tidak ada cara lain, mereka bilang akan meminjamkan 3 milyar padaku, tapi…… setelah pergi ke hotel, aku langsung menyesal, aku ingin pergi, tapi mereka tidak ingin melepaskanku…… untungnya kamu datang, kalau tidak… aku benar-benar akan bunuh diri.”
Selesai berkata, Ramya juga tidak dapat menahan diri lagi, air matanya mengalir keluar, terlihat sangat kasian.
Aku menyerahkan tisu padanya, dia tidak mengambilnya, malah memelukku dan menangis dalam pelukanku.
Aku tertegun, tiba-tiba tidak tahu apa yang harus aku lakukan, aku tidak mengulurkan tangan memeluknya, dan juga tidak menghentikannya, membiarkannya menangis dalam pelukanku.
Setelah menangis sekitar setengah jam, Ramya berhenti menangis, dan wajahnya menjadi sangat merah, dia menjepit erat kedua kakinya, dan menatapku dengan tatapan menawan.
Aku merasa ada yang salah dengannya, jadi bertanya: "Ada apa denganmu."
Ramya tidak berkata, dia tetap berada dalam pelukanku, dan memegang erat lenganku.
Aku melihat pipinya memerah, dan dahinya berkeringatan, jadi mengulurkan tangan menyentuh dahinya dan merasa panas.
“Kamu demam!” Aku berkata dengan kaget.
Ramya menatapku dengan tatapan penuh kasih sayang, dia menggelengkan kepalanya, dan berbisik: "Aku….... aku diberi obat oleh mereka."
"Obat apa?"
"Obat yang meningkatkan gairah seksual…...." Ramya berkata sambil menggigit bibirnya.
Aku terkejut dan segera menanyakan keadaannya.
Ramya segera menjepit kakinya, menggerakkan pantatnya, dan berkata dengan malu-malu: "Aku sangat tidak nyaman, tubuhku….... panas dan bagian bawah sangat gatal…...."
Ketika mengatakan kata-kata ini, Ramya menatapku dengan tatapan penuh nafsu.
Awalnya aku tidak merasakan apa-apa, tapi setelah mendengar kata-kata Ramya, aku tidak menahan diri merasakan bagian dadanya yang lembut dan montok, terutama ketika bagian dadanya hampir menempel di lenganku, meskipun dilapisi pakaian juga bisa merasakan elastisitas dan sentuhannya yang lembut.
Seiring pantatnya bergerak, roknya hampir mencapai pangkal pahanya, dan kedua kakinya yang panjang seputih salju cukup mempesona.
Kalau sebelumnya, aku mungkin tidak tahan dan menyentuhnya di dalam mobil.
Tapi setelah mengalami kejadian di desa kemarin, aku menjadi lebih dewasa, dan daya tahanku cukup kuat.
Meskipun tubuhku bereaksi, tapi aku tetap menahannya dan bertanya dengan prihatin: "Bisakah kamu menahannya?"
"Aku…... aku baik-baik saja…..." Ramya berkata sambil menggigit bibirnya.
Meskipun dia berpenampilan sangat kuat, tapi ketika turun dari mobil, Ramya hampir jatuh lemas di pelukanku, nafasnya terengah-engah, dan bahkan tidak bisa berdiri tegak.
Aku hanya bisa memapahnya ke lantai atas, tapi dia tiba-tiba menjulurkan lidahnya dan menjilat leherku.
Aku kaget, dan terburu-buru berkata, "Jangan seperti ini, akan ketahuan orang lain, dan kamu mengerti hatiku."
"Tapi…... tapi aku benar-benar merasa sangat tidak nyaman, aku sepertinya akan mati…... Mencium aromamu, aku…... aku sudah sangat basah."
Aku sedikit malu dan ingin mengalihkan perhatiannya, jadi aku berkata: "Pikirkan suamimu. Dia masih berada di pusat penahanan. Sekarang yang terpenting adalah kompensasi untuk almarhum, aku telah menjual dua rumahku, sudah cukup uang untuk meminjammu, jadi kamu tidak perlu melakukan hal bodoh seperti ini lagi. "
Benar saja, setelah mendengar kata-kataku, ekspresi Rayma langsung berubah, seolah-olah telah melupakan perasaan tidak nyaman di tubuhnya, dan bertanya dengan penuh semangat: "Kamu…... kamu menjual rumahmu untukku?"
"Urusanmu lebih penting, bagaimanapun juga, kita adalah tetangga, aku tidak bisa melihat tanpa membantu."
Rayma menunjukkan ekspresi yang sangat terharu, matanya memerah, dan air matanya mengalir keluar lagi.
“Kamu..… kamu sudah banyak membantuku, tidak perlu begitu…… begitu baik padaku.” Rayma menangis dan berkata.
Aku mengambil tisu dan menyeka air matanya, menghela napas dan berkata, "Mungkin inilah hutangku padamu di kehidupan sebelumnya."
Sambil mengobrol, akhirnya kami tiba di rumah.
Aku mengambil kuncinya dan membukakan pintu untuknya, memapahnya duduk di sofa, menuangkan secangkir teh untuknya, dan berkata, "Minumlah lebih banyak air, mungkin akan membaik."
Rayma tersipu dan mengangguk.
"Aku….. aku ingin istirahat di kamar."
"Kalau begitu aku memapahmu ke sana."
Setelah Rayma selesai minum airnya, aku membawanya masuk ke kamar tidur.
Rayma berbaring di ranjang, aku siap-siap akan pergi.
Tapi dia menghentikanku: "Wenas, jangan…... jangan pergi."
“Istirahatlah dengan baik, selama tertidur, seharusnya akan membaik.” Aku menghiburnya.
Dia memegang tanganku dan tidak ingin melepaskannya.
Aku merasa tidak berdaya, jadi hanya bisa duduk dan berkata, "Atau, aku meminta Fela datang dan menemanimu."
Selesai berkata, aku mengeluarkan ponsel, mengirim pesan WeChat pada Fela, dan menanyakan keberadaannya.
"Aku sedang bernyanyi di pintu masuk kereta bawah tanah, apakah kamu telah menemukan kakak Rayma?"
"Sudah, tidak apa-apa, jangan khawatir."
"Lalu ada apa kamu meneleponku?"
"Tidak apa-apa, selesaikanlah kerjaanmu."
Kalau Fela di rumah, masih bisa memintanya datang menemani Ramya, tapi sekarang berada di luar, ini agak repot.
Aku menyimpan kembali ponselku, Ramya menatapku dengan penuh kasih sayang, dan berkata, "Bisakah kamu duduk di sini menemaniku, kalau tidak aku…... tidak bisa tidur."
“Baiklah, kalau begitu aku akan duduk di sini, tutup matamu dan tidur.” Aku menutupi selimut untuk Ramya dan berkata dengan penuh perhatian.
Ramya menuruti kata-kataku dan memejamkan mata, namun wajahnya masih memerah, dan keringat muncul di sekitar hidungnya.
Tidak hanya begitu, dia tidak berhenti menggerakkan tubuhnya dalam selimut, matanya yang indah penuh nafsu, dan menatap fokus padaku, membuat hatiku terasa semakin panas.
Aku segera mengalihkan wajahku, dan tidak menatapnya, lalu menundukkan kepala dan memainkan ponselku.
Siapa tahu tidak lama kemudian, Ramya mengulurkan tangannya dari dalam selimut, disaat aku tidak memperhatikannya, dia telah menyentuh celanaku dan memegang tubuh bagian bawahku.
Seluruh tubuhku tertegun, dan tangannya yang lembut bergerak dengan cepat. Tubuhku tidak menahan diri bereaksi, dan perlahan-lahan membesar di tangannya.
Dengan tatapan penuh gairah di mata Rayma, dia terus menggerakkan jarinya, dan berkata dengan suara yang sangat menawan: "Wenas, tolong…... puaskan aku, aku…... aku benar-benar tidak tahan lagi…...."
“Kamu..… jangan lakukan ini.” Aku dipegang olehnya dan jarinya terus bergerak, segumpal api jahat membakar di tubuhku.
Ramya langsung mengangkat selimutnya, tanpa terduga dia telah melepaskan semua pakaiannya!
Bagian dadanya sangat tinggi dan montok, dia memegang dengan tangannya yang lain dan memainkannya sambil berkata, "Wenas, bukannya kamu menyukaiku? Ayo, sentuhlah diriku..... Oke? Aku tidak tahan lagi…..."
Novel Terkait
Kamu Baik Banget
Jeselin VelaniAdieu
Shi QiBeautiful Lady
ElsaBretta’s Diary
DanielleLove In Sunset
ElinaThe True Identity of My Hubby
Sweety GirlMy Beautiful Teacher×
- Bab 1 Mengintip
- Bab 2 Katup Air Rusak
- Bab 3 Minum Anggur
- Bab 4 Gerakan Di Kamar Mandi
- Bab 5 Pengakuan Di Atas Gunung
- Bab 6 Kesalahpahaman Larut Malam
- Bab 7 Dalam Jangkauan
- Bab 8 Asis Yang Kesal
- Bab 9 Tidak Tau Diuntung
- Bab 10 Peminat Sewa Yang Baru
- Bab 11 Godaan Fela
- Bab 12 Wanita Muda Yang Berseni
- Bab 13 Orang Aneh
- Bab 14 Pengalaman Hidup
- Bab 15 Toilet Wanita
- Bab 16 Dadanya Membesar
- Bab 17 Mengobrol
- Bab 18 Pertunjukan Pinggir Jalan
- Bab 19 Gedung Pengajaran
- Bab 20 Bar Romantis
- Bab 21 Membuat Masalah
- Bab 22 Terluka
- Bab 23 Belum Mulai pun Sudah Berpisah
- Bab 24 Panggil Aku Kakak
- Bab 25 Tiga Lembar Tiket Bioskop
- Bab 26 Kesalahan Adalah Kesalahan
- Bab 27 Mantan Pacar Fela
- Bab 28 Gym Seni Bela Diri
- Bab 29 Pelatih Yang Keras
- Bab 30 Keterampilan Khusus
- Bab 31 Sisi Lain Ramya
- Bab 32 Pergi Ke Suatu Tempat
- Bab 33 Memecahkan Kesalahpahaman
- Bab 34 Merasa Tercerahkan
- Bab 35 Bobby
- Bab 36 Bertarung
- Bab 37 Berpikiran sempit
- Bab 38 Serangan balik putus asa
- Bab 39 Luar dingin dalam panas
- Bab 40 Kecelakaan
- Bab 41 Persyaratan Asis
- Bab 42 Penemuan Theo
- Bab 43 Bergegas Ke Hotel
- Bab 44 Tidak Tahan Lagi
- Bab 45 Tertangkap Basah
- Bab 46 Memilih Untuk Memaafkannya
- Bab 47 Pencuri
- Bab 48 Menggeledah Tubuh
- Bab 49 Orang Yang Benar Akan Bersikap Benar
- Bab 50 Rencana Gagal
- Bab 51 Penyewa Baru
- Bab 52 Guru Tony
- Bab 53 Diva Masa Depan
- Bab 54 Curahan Hati
- Bab 55 Teknik Pedang
- Bab 56 Reuni Teman Sekolah
- Bab 57 Menunjukkan keterampilan bela diri
- Bab 58 Tiga pengawal
- Bab 59 Rizal Membuat Onar
- Bab 60 Keputusan yang menyakitkan
- Bab 61 Mabuk
- Bab 62 Negosiasi
- Bab 63 Pesan Terakhir
- Bab 64 Harapan Yang Tinggi
- Bab 65 Undangan Dari Lastri Wahyuni
- Bab 66 Bertemu Ramya Lagi
- Bab 67 Mencambuk Wanita
- Bab 68 Mengajari Awang
- Bab 69 Listrik Putus
- Bab 70 Hal Yang Aneh
- Bab 71 Kehilangan Akal Sehat
- Bab 72 Bahu Yang Bisa Disandar
- Bab 73 Panggilan Telepon Dari Hafid Waka
- Bab 74 Tamu Yang Tidak Diundang
- Bab 75 Dojo Jangga
- Bab 76 Lebih Mudah dan Terampil
- Bab 77 Peringatan Instruktur Louis
- Bab 78 Membayar
- Bab 79 Meminta Maaf Dengan Canggung
- Bab 80 Panti Asuhan
- Bab 81 Semangkuk Sup Daging
- Bab 82 Pengakuan Cinta Yang Sangat Mendadak
- Bab 83 Ditangkap
- Bab 84 Serangan Diam-Diam
- Bab 85 Membuat Masalah Pada Saat Putus Asa
- Bab 86 Memotong Alat Kelamin
- Bab 87 Kematian Awang
- Bab 88 Kompetisi Bela Diri Nasional
- Bab 89 Dompet Dicuri
- Bab 90 Acara Pembukaan
- Bab 91 Bertemu Adalah Jodoh
- Bab 92 Ada Yang Menyewa Tempat
- Bab 93 Rayakan Ulang Tahun Guru
- Bab 94 Tinju Satu Inchi
- Bab 95 Kompetisi Secara Resmi
- Bab 96 Lawan Di Babak Pertama
- Bab 97 Kekuatan Yang Hebat
- Bab 98 Mengubah Kekalahan Menjjadi Kemenangan
- Bab 99 Shao Lin Chang Quan
- Bab 100 Mencapai Ketenangan
- Bab 101 Tidak Mau Kalah
- Bab 102 Menang
- Bab 103 Sahabat Baik, Anita
- Bab 104 Memandang Rendah
- Bab 105 Mendapatkan Ucapan Selamat Tinggal
- Bab 106 Kakak dari Ardi
- Bab 107 Teknik Pedang Mematikan
- Bab 108 Takdir
- Bab 109 Aura Pembunuh
- Bab 110 Petarung Yang Kuat
- Bab 111 Tiga Puluh Empat Besar
- Bab 112 Teknik Bantingan Dan Pelepasan Tulang