My Beautiful Teacher - Bab 103 Sahabat Baik, Anita
Saat kami turun ke lantai bawah, kami bertemu Bobby.
Melihat aku dan Ladira berbarengan, wajah Bobby langsung menjadi muram, dia bertanya dengan dingin: "Kalian mau pergi ke mana?"
“Pergi makan.” Jawab Ladira.
Raut muka Bobby semakin buruk: "Apakah ayahmu tahu kamu bersama bocah ini?"
"Apakah dia tahu atau tidak, itu tidak ada hubungannya dengan kamu." Ujar Ladira dengan dingin.
Bobby mengertakkan gigi: "Dia hanyalah borjuis kecilan yang cuman mempunyai beberapa unit rumah, Berdasarkan status dan identitasnya, dia tidak layak untuk bersama dengan kamu."
Ladira marah: "Hei, Bobby, jangan banyak atur, kamu kesal karena kalah di pertandingan, jadi kamu mau melampiaskan emosimu pada kami? Apa pun yang terjadi antara aku dan Wenas, itu tidak ada hubungannya dengan kamu."
"Ayahmu pernah bilang bahwa dia mau menjodohkan kita berdua." Kata Bobby dengan marah.
"Maaf, aku tidak pernah mempunyai pemikiran seperti itu."
Bobby tidak bisa berkata-kata, dia mengertakkan gigi sambil memelototi aku dan membentak: " Bocah sialan, kamu lebih baik tinggalkan Ladira, kamu tidak layak untuk bersama dengannya, orang tuanya tidak bakal setuju dengan hubungan kalian berdua."
Sebenarnya pertandingan beregu kali ini banyak mengurangi ketidakpuasanku terhadap Bobby, tidak sangka dia lagi-lagi mencari masalah denganku.
"Bagaimana kalau aku tidak mau? Apakah kamu mau bertarung denganku? Jangan lupa, kamu telah gugur di pertandingan, bagiku, kamu hanyalah pecundang, apa kualifikasi kamu untuk melontarkan kata-kata seperti itu? Diam saja." Kataku dengan dingin.
Wajah Bobby seketika memerah, dia sangat emosi: "Kamu kira dirimu itu hebat? Mengalahkanmu sangatlah mudah bagiku."
Usai berkata, Bobby langsung beraksi, kelima jarinya membentuk cakar, menerkam ke arahku seperti harimau.
Dalam sekejap, aku merasakan aura mematikan yang sangat dahsyat.
Raut mukaku berubah, Ini adalah trik pemungkas yang diajarkan Instruktur Louis kepadanya.
Muncul rasa takut di dalam hatiku, aku ingin menghindar, tetapi aku seolah terkunci di tempat, seolah tidak dapat melarikan diri dari cengkeraman Bobby, hatiku terasa berat, mampus.
Tanpa diduga, sosok cantik menghalang di depanku pada saat kritis, itu adalah Ladira.
Ladira merentangkan lengannya untuk melindungi aku, menghardik, "Berhenti."
Tiba di hadapan Ladira, Bobby sontak berhenti.
"Ladira, kenapa kamu mau melindungi bocah itu?" Bobby marah.
“Menurutmu? Dia adalah pacarku, siapa kamu?” Tanya Ladira sambil mencibir.
Pada saat kami bertengkar, ada belasan orang yang menonton.
Jari-jari Bobby gemetar karena marah: "Bocah sialan, tunggu saja kamu, aku tidak akan membiarkan kalian berdua bersama."
Setelah bicara, Bobby pergi dengan marah, sebelum dia pergi, dia berteriak kepada penonton: "Apa yang kalian lihat? Sialan, awas."
Bobby pergi, semua orang juga bubar.
Raut muka Ladira agak buruk, tapi dia tetap berkata, "Wenas, maafkan aku, karena aku, kamu dimarahi dia."
"Tidak masalah, aku tidak menganggapnya serius."
Ladira membawa aku ke tempat parkir di lantai pertama, mengeluarkan kunci mobil Volkswagen, menyalakan salah satu mobil.
Itu adalah Volkswagen Phaeton hitam, aku sangat terkejut ketika melihatnya, mobil itu berharga miliaran rupiah, aku tidak bisa menahan diri untuk bertanya, "Dari mana kamu mendapatkan mobil ini?"
"Ini adalah mobil ayahku, bukankah aku sudah bilang bahwa ayahku bekerja di kantor provinsi, Biasanya dia hanya pulang pada akhir pekan, tadi sore aku pergi ke tempatnya dan bilang ke dia kalau aku mau makan bareng teman, lalu sekaligus pinjam mobil dia."
Aku tersenyum pahit: "Tidak heran, aku ingat kita semua datang dengan menggunakan bus."
Ladira mengantar aku dengan mobil, empat puluh menit kemudian, kami tiba di sebuah restoran di jalan komersial.
Sahabat Ladira bernama Anita, aku mendengar dari Ladira bahwa dulunyaAnita adalah primadona di sekolah mereka, hubungan mereka berdua sangat baik, setelah lulus dari universitas, mereka masih sering jalan-jalan dan makan bareng, namun, tahun ini Ladira membuka firma hukum dan menjadi agak sibuk, kesempatan bertemu dengan teman pun menjadi sedikir, biasanya mereka hanya mengobrol di WeChat.
Anita lebih cerewet daripada ibu Ladira, Anita selalu bertanya apakah Ladira sudah punya pacar, lalu selalu ingin memperkenalkan pria untuknya.
Mendengar bahwa Ladira datang ke ibukota provinsi, Anita langsung mengajaknya makan bareng.
Kami bertemu di ruang pribadi restoran, Anita memang sangat cantik, dadanya sangat montok,
Dia mengenakan gaun hitam, setengah dari buah dada seputih salju terbungkus pakaian, terlihat sangat menawan.
Tak hanya itu, di sampingnya ada seorang pria tampan berpakaian kasual yang bermerek.
"Ladira, lama tidak bertemu, kamu akhirnya datang, hei, siapa pria tampan ini?" Tanya Anita dengan heran.
“Dia adalah pacarku, Wenas.” Ladira memperkenalkan aku sambil tersenyum.
Anita menunjukkan ekspresi terkejut, "Kapan kamu pacaran? Kenapa kamu tidak kasih tahu aku? Aku malah masih mencari-cari pria untuk kamu."
Ladira tertawa: "Siapa suruh kamu ambil tindakan tanpa bertanya terlebih dahulu, aku sudah pernah bilang, tidak usah cari, apakah dia adalah pacarmu?"
Anita segera tersenyum, "Aku akan memperkenalkannya padamu, namanyaArdi, dia adalah wakil presiden sebuah perusahaan perdagangan dan dia pernah belajar Taekwondo, dia baru saja berpartisipasi dalam kompetisi seni bela diri nasional dalam beberapa hari ini."
Ardi mengangkat dagu, dia tampak sombong dan sangat percaya diri, dia menyapa kami dengan nada tawar: "Halo, semuanya."
Awalnya aku ingin mengatakan bahwa Ladira dan aku juga mengikuti kompetisi seni bela diri, tetapi aku menjadi malas setelah melihat sikapnya yang arogan.
Semua orang duduk, Anita berkata, "Ayo, kalian pesan hidangan, hari ini aku yang traktir."
Sambil menunggu, Anita dan Ladira bercanda tawa.
Anita mengamati aku dari atas ke bawah, bertanya, "Ladira, apa pekerjaan pacarmu?"
"Dia tidak bekerja untuk sementara waktu ini, tapi dia punya beberapa properti." Jawab Ladira.
"Properti, di mana letaknya?" Tanya Anita.
“Kota C.” Jawabku sambil tersenyum.
Mendengar jawabanku, Anita menunjukkan ekspresi aneh.
Ardi, yang berada di samping, menyela: "Sekarang rumah-rumah di Kota C sangat murah, semenjak gelembung properti pada beberapa tahun yang lalu, rumah-rumah di Kota C pada sulit untuk dijual dalam dua tahun ini."
Terdapat jejak penghinaan di matanya saat dia berbicara, terlihat sangat menyebalkan.
Anita bertanya lagi: "Lalu apa bisnis keluarganya?"
Ladira tampak sedikit tidak senang, mengernyit dan bertanya: "Untuk apa kamu bertanya begitu banyak?"
“Tidak apa-apa, sembarang tanya saja.” Anita bertanya kepadaku lagi.
"Orang tuaku sudah tiada, hanya tersisa aku sendirian." Jawab aku.
Ketika Anita mendengar jawabanku, dia tidak hanya tidak meminta maaf, sebaliknya justru berkata dengan nada kaget: "Ladira, kamu adalah nona dari keluarga kaya, bagaimana boleh kamu mencari orang seperti ini untuk dijadikan pacar? Setidaknya kamu harus mencari pria unggul sepertiArdi, Ayahmu pasti belum tahu, benar? Kalau ayahmu tahu, dia pasti tidak akan setuju dengan hubungan kalian berdua."
Setelah mendengar kata-kata Anita, raut muka Ladira menjadi agak jelek, dia berkata dengan dingin: "Mencari pacar seperti apa, itu adalah kebebasanku sendiri, kalian tidak perlu merepotkan urusanku."
"Ladira, jangan marah, aku tidak bermaksud begitu, aku adalah sahabatmu, aku berkata seperti ini karena aku peduli padamu, bagaimanapun kamu harus mendapatkan persetujuan orang tuamu untuk menikah di masa depan, bukan?" Kata Anita tanpa mengalah.
Ardi di sebelahnya menambahkan: "Nita benar, Tuan Wenas tidak boleh cuman mengandalkan beberapa unit properti, apalagi properti-properti itu terletak di Kota C, bagaimana boleh seseorang tidak punya pekerjaan, kita tidak boleh cuman menambah pengeluaran tanpa memiliki pemasukan, kita setidaknya harus menguasai satu keahlian di bidang tertentu."
Novel Terkait
Pengantin Baruku
FebiMr. Ceo's Woman
Rebecca WangMy Lady Boss
GeorgeAkibat Pernikahan Dini
CintiaThe True Identity of My Hubby
Sweety GirlMy Only One
Alice SongMy Beautiful Teacher×
- Bab 1 Mengintip
- Bab 2 Katup Air Rusak
- Bab 3 Minum Anggur
- Bab 4 Gerakan Di Kamar Mandi
- Bab 5 Pengakuan Di Atas Gunung
- Bab 6 Kesalahpahaman Larut Malam
- Bab 7 Dalam Jangkauan
- Bab 8 Asis Yang Kesal
- Bab 9 Tidak Tau Diuntung
- Bab 10 Peminat Sewa Yang Baru
- Bab 11 Godaan Fela
- Bab 12 Wanita Muda Yang Berseni
- Bab 13 Orang Aneh
- Bab 14 Pengalaman Hidup
- Bab 15 Toilet Wanita
- Bab 16 Dadanya Membesar
- Bab 17 Mengobrol
- Bab 18 Pertunjukan Pinggir Jalan
- Bab 19 Gedung Pengajaran
- Bab 20 Bar Romantis
- Bab 21 Membuat Masalah
- Bab 22 Terluka
- Bab 23 Belum Mulai pun Sudah Berpisah
- Bab 24 Panggil Aku Kakak
- Bab 25 Tiga Lembar Tiket Bioskop
- Bab 26 Kesalahan Adalah Kesalahan
- Bab 27 Mantan Pacar Fela
- Bab 28 Gym Seni Bela Diri
- Bab 29 Pelatih Yang Keras
- Bab 30 Keterampilan Khusus
- Bab 31 Sisi Lain Ramya
- Bab 32 Pergi Ke Suatu Tempat
- Bab 33 Memecahkan Kesalahpahaman
- Bab 34 Merasa Tercerahkan
- Bab 35 Bobby
- Bab 36 Bertarung
- Bab 37 Berpikiran sempit
- Bab 38 Serangan balik putus asa
- Bab 39 Luar dingin dalam panas
- Bab 40 Kecelakaan
- Bab 41 Persyaratan Asis
- Bab 42 Penemuan Theo
- Bab 43 Bergegas Ke Hotel
- Bab 44 Tidak Tahan Lagi
- Bab 45 Tertangkap Basah
- Bab 46 Memilih Untuk Memaafkannya
- Bab 47 Pencuri
- Bab 48 Menggeledah Tubuh
- Bab 49 Orang Yang Benar Akan Bersikap Benar
- Bab 50 Rencana Gagal
- Bab 51 Penyewa Baru
- Bab 52 Guru Tony
- Bab 53 Diva Masa Depan
- Bab 54 Curahan Hati
- Bab 55 Teknik Pedang
- Bab 56 Reuni Teman Sekolah
- Bab 57 Menunjukkan keterampilan bela diri
- Bab 58 Tiga pengawal
- Bab 59 Rizal Membuat Onar
- Bab 60 Keputusan yang menyakitkan
- Bab 61 Mabuk
- Bab 62 Negosiasi
- Bab 63 Pesan Terakhir
- Bab 64 Harapan Yang Tinggi
- Bab 65 Undangan Dari Lastri Wahyuni
- Bab 66 Bertemu Ramya Lagi
- Bab 67 Mencambuk Wanita
- Bab 68 Mengajari Awang
- Bab 69 Listrik Putus
- Bab 70 Hal Yang Aneh
- Bab 71 Kehilangan Akal Sehat
- Bab 72 Bahu Yang Bisa Disandar
- Bab 73 Panggilan Telepon Dari Hafid Waka
- Bab 74 Tamu Yang Tidak Diundang
- Bab 75 Dojo Jangga
- Bab 76 Lebih Mudah dan Terampil
- Bab 77 Peringatan Instruktur Louis
- Bab 78 Membayar
- Bab 79 Meminta Maaf Dengan Canggung
- Bab 80 Panti Asuhan
- Bab 81 Semangkuk Sup Daging
- Bab 82 Pengakuan Cinta Yang Sangat Mendadak
- Bab 83 Ditangkap
- Bab 84 Serangan Diam-Diam
- Bab 85 Membuat Masalah Pada Saat Putus Asa
- Bab 86 Memotong Alat Kelamin
- Bab 87 Kematian Awang
- Bab 88 Kompetisi Bela Diri Nasional
- Bab 89 Dompet Dicuri
- Bab 90 Acara Pembukaan
- Bab 91 Bertemu Adalah Jodoh
- Bab 92 Ada Yang Menyewa Tempat
- Bab 93 Rayakan Ulang Tahun Guru
- Bab 94 Tinju Satu Inchi
- Bab 95 Kompetisi Secara Resmi
- Bab 96 Lawan Di Babak Pertama
- Bab 97 Kekuatan Yang Hebat
- Bab 98 Mengubah Kekalahan Menjjadi Kemenangan
- Bab 99 Shao Lin Chang Quan
- Bab 100 Mencapai Ketenangan
- Bab 101 Tidak Mau Kalah
- Bab 102 Menang
- Bab 103 Sahabat Baik, Anita
- Bab 104 Memandang Rendah
- Bab 105 Mendapatkan Ucapan Selamat Tinggal
- Bab 106 Kakak dari Ardi
- Bab 107 Teknik Pedang Mematikan
- Bab 108 Takdir
- Bab 109 Aura Pembunuh
- Bab 110 Petarung Yang Kuat
- Bab 111 Tiga Puluh Empat Besar
- Bab 112 Teknik Bantingan Dan Pelepasan Tulang