My Beautiful Teacher - Bab 102 Menang

Aku tidak heran kalau Miwa bisa masuk ke babak ketiga, bagaimanapun juga dia memang punya kemampuan untuk sampai ke babak ini.

Aku hanya tidak menyangka bahwa kami bisa begitu kebetulan terbagi ke dalam grup yang sama.

Sebelum bertarung, Instruktor Louis menepuk pundakku dan melontarkan sepatah kata: "Semangat."

Sampai saat ini, aku adalah satu-satunya dari dojo kami yang masih bisa bertarung, sisanya sudah didiskualifikasikan,

Semua orang bersorak untuk aku, ini membuat aku merasakan tekanan tertentu.

Sebagai anggota Dojo Organisasi Wushu, aku harus memenangkan kehormatan untuk dojo kami, aku tidak boleh kalah dengan Miwa dari Dojo Jangga.

Ketika aku naik ke arena, Miwa sudah menunggu di dalam.

Dia menyeringai sambil berkata: "Bocah, ternyata kamu belum gugur, benar-benar di luar dugaan aku, tapi cukup bagus, sesuai keinginan aku, saat menarik undian dan mendapatkan kamu sebagai lawan aku, kamu tidak tahu betapa senangnya aku, hari ini aku akan mengalahkan kamu untuk memberi tahu kamu bahwa Dojo Jangga lebih hebat berkali-kali lipat dari Dojo Organisasi Wushu."

“Benarkah? Jangan sampai dikalahkan aku karena terluka di bagian tertentu, kemudian mencari berbagai macam alasan lagi, Itu hanya akan dipandang sebagai lelucon oleh semua orang.” Aku menjawab dengan dingin.

Wajah Miwa langsung berubah merah: "Jangan khawatir, luka di perut bagian bawah sudah sembuh, Hari ini kamu bakal mampus."

Wasit meniup peluit untuk mengumumkan dimulainya pertandingan.

Miwa langsung bergegas ke arahku dengan kecepatan tinggi, seperti cheetah.

Aku berdiri diam di tempat, berusaha fokus, tapi tidak bisa

.

Di hadapanku, tinju Miwa menembak kemari, aku sontak menghindar.

Segera setelah itu, serangan lainnya menghantam kemari, seperti embusan badai dan hujan.

Aku pernah bertarung dengan Miwa di dojo, jadi aku lumayan paham dengan kekuatannya, aku tidak berani ceroboh, mengencangkan seluruh saraf tubuh.

Apa yang mengejutkan aku adalah meskipun gerakan Miwa sangat cepat dan ganas, aku bisa menghindarinya kali ini.

Aku jelas merasa bahwa aku mengalami perkembangan tertentu, tadi pagi aku bisa memasuki keadaan fokus, tapi sekarang tidak bisa, meski demikian, gerakanku menjadi lebih lincah, aku bahkan bisa memperhatikan setiap gerakan halus, sehingga aku dapat menghindari setiap serangan yang diluncurkan Miwa.

Miwa mempraktikkan belasan jurus, keterkejutan di matanya menjadi semakin serius, dia mungkin tidak menyangka kemampuanku bakal setara dengannya.

Decky yang berada di antara penonton berteriak: "Bang Miwa, pukul dia, hajar bocah sialan itu."

Setelah menyerang beberapa kali tapi masih tidak bisa mengalahkan aku, Miwa menjadi kesal, dia tiba-tiba mengubah gerakannya, kedua tinjunya menembak ke kiri dan ke kanan, tampak lebih intens dari sebelumnya.

Raut mukaku sedikit berubah, aku terpaksa harus mengambil langkah mundur.

"Wenas, hati-hati keluar dari batas arena." Ladira buru-buru mengingatkan aku.

Aku kaget, menunduk dan melihat bahwa aku hampir menginjak garis batas, aku tidak boleh mengikuti jejak Ziga.

Miwa mencibir, lalu menembakkan pukulan lain ke arah wajahku.

Aku segera bersandar ke belakang, tinjunya hampir mengenai hidungku.

Kemudian, Miwa tiba-tiba menendang aku lagi.

Aku terkejut, dia mau menendang aku ke luar arena.

Aku sama sekali tidak bisa menghindar, Pada saat kritis, aku memegang kaki Miwa.

Ekspresi Miwa berubah, dia mau melepaskan kakinya dari peganganku, aku mengambil kesempatan untuk melayangkan tendangan, menendang selangkangannya dari posisi yang agak kesulitan.

Miwa menjerit, berjongkok sambil memegangi selangkangannya.

Aku merasa senang, segera memanfaatkan kesempatan untuk melakukan serangan lain, meninju leher Miwa.

Tanpa diduga, Miwa sempat bereaksi, dia menjatuhkan diri ke lantai, berhasil menghindari serangan aku.

Segera setelah itu, dia bangkit kembali, kini, raut mukanya sangat buruk, satu tangannya masih menutupi bagian selangkangan, dia menghardik dengan penuh emosi: "Bocah sialan, beraninya kamu mengakali aku."

"Kita tidak beda jauh." Aku tersenyum.

Miwa menahan rasa sakit, bergegas ke arahku lagi.

Di tengah perjalanan, dia tiba-tiba melompat ke udara, mengangkat kaki dan hendak menendang dadaku.

Mungkin karena cedera di selangkangan, sehingga gerakannya jauh lebih lambat dari sebelumnya.

Aku bergerak, ada banyak waktu bagiku untuk bereaksi

Pertama-tama, aku menyerong ke samping untuk mengelak dari tendangan Miwa, sebelum Miwa mendarat, aku menyikut dadanya dengan kuat.

Miwa meraung, tubuh terjatuh dengan keras di lantai, tangan memegangi dada, berguling kesakitan.

Aku masih mau menyerang, tapi wasit menghentikan aku, kemudian, hitungan mundur pun dimulai.

Ketika wasit menghitung mundur, para murid dari Dojo Jangga terus bersorak untuk menyemangati Miwa.

"Bang Miwa, jangan kalah dengan bocah ini, ayo bangun." Teriak Decky.

Sayangnya, Miwa sangat kesakitan hingga tidak bisa bangkit kembali, wajahnya berkerut erat, keringat dingin bercucuran di dahi, tubuh tidak henti berguling-guling di lantai.

Setelah hitungan mundur 10 detik berakhir, Miwa masih belum bangkit juga, wasit mengumumkan kemenanganku dengan suara lantang.

Ladira, Arif, dan yang lainnya sangat senang, mereka semua bersorak untukku, hanya Bobby yang memandang aku dengan tidak senang.

Setelah semua pertandingan babak ketiga selesai, tersisa 150-an peserta.

Bisa dikatakan bahwa ada orang yang beruntung pada dua babak pertama karena bertemu lawan lemah sehingga bisa maju ke babak berikutnya, setelah babak ketiga berakhir, maka dapat diyakini bahwa setiap pemain yang masih bertahan adalah pemain-pemain yang sangat kuat.

Para pemimpin Dojo mengumumkan konten pertandingan besok.

Besok akan ada dua babak juga, di akhir pertandingan besok, hanya akan tersisa 40-an orang, babak esok boleh menggunakan senjata, di setiap peserta boleh memiliki pedang, pisau, ataupun pistol untuk dijadikan senjata pribadi, tentu saja, peserta boleh bertarung tanpa senjata, ujian kali ini tidak hanya terkait kemampuan bertarung dalam jarak dekat, tapi juga teknik penggunaan senjata dingin.

Di malam hari, semua orang pergi makan, aku tidak pergi bersama mereka, tetapi mengunci diri di dalam ruangan untuk berlatih zazen.

Sejak merasakan keadaan fokus di pagi hari, aku tidak bisa merasakannya lagi, aku berharap diriku bisa menguasai dan mendapatkan solusi secepat mungkin melalui usahaku sendiri, .

Arif membawakanku makanan, menghibur aku: "Bang Wenas, sekarang kamu adalah kebanggaan dojo kita, bahkan Bobby dan orang lainnya pun tidak sehebat kamu, kamu jangan terlalu membebankan dirimu sendiri."

"Iya, aku tahu, Ini adalah kesempatan langka, aku harus berusaha keras agar tidak menyesal." Kataku dengan serius.

Aku hendak makan, tapi seseorang mengetuk pintu.

Arif buru-buru membuka pintu, orang yang datang adalah Ladira.

Ladira tersenyum dan berkata, "Aku datang untuk cari Wenas."

Arif tiba-tiba tersenyum mesra: "Aku paham, karena kalian punya urusan, aku pun tidak akan mengganggu kalian, Ladira, kamu boleh tinggal seberapa lama pun yang kamu mau, aku mungkin akan pulang telat malam ini, selamat bersenang-senang."

Setelah berbicara, Arif menyelinap pergi, wajah Ladira memerah, dia mencerca Arif yang keluar dari kamar, "Omong kosong apaan dia?"

Arif sudah pergi, Aku bertanya dengan heran, "Ada apa kamu cari aku?"

"Kamu pesan makanan luar?" Ladira berkata dengan heran saat melihat kotak makan yang dibawakan Arif untukku.

"Bukan, Arif yang membawa ini untukku.”

“Sahabat baikku ajak aku untuk makan bareng, ikutlah denganku.” Ujar Ladira sambil tersenyum.

"Sahabatmu ajak kamu, kenapa kamu ajak aku?"

Muka Ladira merona merah, dia berkata, "Sahabatku amat mencemaskan persoalan aku yang masih lajang, dia sering memperkenalkan pria kepada aku melalui WeChat, aku amat kesal, aku rasa tujuan dia mengajak aku makan adalah untuk memperkenalkan pria ke aku, bagaimanapun juga dia adalah sahabat aku, jadi … "

"Jadi kamu mau aku menyamar sebagai pacarmu?" Tanyaku.

Ladira mengangguk dengan malu-malu: "Aku tahu kamu harus bertanding besok, tapi aku tidak punya solusi lain."

“Oke, kamu tidak bisa menemukan pria lain dalam waktu singkat juga, aku pergi denganmu.” Setelah berpikir sejenak, aku menyetujui permintaan Ladira.

Ladira seketika berekspresi senang.

Novel Terkait

My Enchanting Guy

My Enchanting Guy

Bryan Wu
Menantu
4 tahun yang lalu
My Cute Wife

My Cute Wife

Dessy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Hei Gadis jangan Lari

Hei Gadis jangan Lari

Sandrako
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Back To You

Back To You

CC Lenny
CEO
4 tahun yang lalu
Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Jiang Muyan
Percintaan
5 tahun yang lalu
Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Denny Arianto
Menantu
5 tahun yang lalu
Love And War

Love And War

Jane
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
The Campus Life of a Wealthy Son

The Campus Life of a Wealthy Son

Winston
Perkotaan
4 tahun yang lalu