My Beautiful Teacher - Bab 25 Tiga Lembar Tiket Bioskop

Sejak malam di mana Fela mengoleskan arak gosok untukku, aku sering bergurau dengannya, jika dahulu, aku tidak akan mengatainya seperti itu.

Wajah Fela memerah dan berkata: “Apa urusanmu aku anggun atau tidak? Aku tidak memakai celana, aku duduk seperti itu, kamu mau apa?

Setelah itu, dia sengaja mengangkat kaus ke pinggangnya, sebagian bokongnya yang tertutup celana dalam pun terekspos, membuat celanaku menonjol, aku mengalihkan pandangan, berujar sambil tertawa pahit: “Ya ya ya, aku juga tidak bisa mengaturmu walaupun kamu telanjang. Sebenarnya, ada hal baik yang ingin aku katakan padamu.”

“Ada apa?” Fela langsung bertanya.

“Hari ini aku pergi ke mall dan saat mengisi pulsa, aku mendapat tiga lembar tiket bioskop gratis, kebetulan untuk film besok. Sayang kalau aku pergi menontonnya sendiri, jika kamu punya waktu, ikutlah denganku.”

“Benarkah? Kamu mau mengajakku menonton film?” Fela menunjukkan rona kegembiraan.

“Ya, pokoknya ada tiga lembar tiket bioskop, sayang kalau tidak pergi menonton.” Aku sengaja menekankan kata tiga lembar.

Fela berujar: “Tiga lembar ya, bukankah sisa satu lembar lagi?”

“Iya, satunya lagi aku juga tidak tahu harus bagaimana.”

“Kalau begitu ajak Kak Ramya pergi menonton bersama saja” kata Fela setelah berpikir sejenak.

Hatiku sangat senang, inilah yang kuinginkan, Fela malah mengatakannya terlebih dahulu.

“Terserah, asalkan tidak menyia-nyiakannya” Kataku tenang sambil menahan kegembiraan dalam hati.

“Oke, aku akan menelepon Kak Ramya, tiket bioskopnya jam berapa?”

“Besok malam jam 7.30.”

Fela segera menelepon Bu Ramya, karena dia membuka pengeras suara, aku juga bisa mendengar ucapan Bu Ramya.

Pada awalnya, Bu Ramya menolak, Fela berkata: “Kak Ramya, jangan menolak lah, anggap aku mentraktirmu, kamu harus memberiku muka, kan?”

“Aku tidak mau jadi ‘nyamuk’ kalian” Protes Bu Ramya.

Fela tiba-tiba tertawa: “Kami bahkan belum memulainya, begitu saja ya, sampai jumpa besok malam jam 7 di pintu masuk bioskop, aku akan marah jika kamu tidak datang.”

Setelah menutup telepon, Fela tersenyum dan berkata: “Sudah kuurus.”

Aku sangat bersemangat, tapi hanya mengangguk biasa saja.

Pada jam 7 malam keesokan harinya, aku menunggu di depan pintu bioskop, hingga film sudah hampir dimulai, Bu Ramya juga belum muncul, membuatku khawatir dan berkata: “Hei, coba kamu telepon dia suruh cepatan!”

Saat Fela hendak menelepon, Bu Ramya yang mengenakan pakaian kantor hitam sambil membawa tas datang, dia melihatku sekilas, lalu segera mengalihkan pandangan dan berkata sambil tersenyum: “Lala, maaf ya, tadi aku sibuk dan jadi terlambat, filmnya sudah dimulai belum, ayo masuk.”

“Oke, sudah mau mulai.”

Mereka berdua masuk dengan berpegangan tangan, meninggalkanku yang mentraktir ini.

Aku bergegas menyusul, melihat punggung anggun keduanya, masing-masing memiliki kelebihannya sendiri yang membagikan kebahagiaan.

Fela tiba-tiba berbalik dan bertanya kepadaku: “Oh iya, hei keledai, film apa yang mau kita tonton!”

Fela yang memanggilku keledai di depan Bu Ramya membuatku sangat canggung, juga khawatir Bu Ramya mungkin salah paham, aku meliriknya sekilas.

Untungnya, ekspresinya tidak berubah.

“Film horor” Jawabku.

“Kamu cari mati ya, malah mengajak kami menonton film horor!”

Aku tersenyum pahit: “Tiket bioskopnya kan dikasih, aku juga tidak memilihnya sendiri!”

“Kita juga sudah datang, ya sudah ayo tonton” kata Bu Ramya sambil tersenyum.

Fela tidak mempermasalahkan hal itu.

Lima menit kemudian, kami duduk di kursi bioskop, layar lebar itu sedang memutarkan iklan, filmnya belum dimulai.

Aku sengaja duduk di sebelah Bu Ramya, membuatku sedikit gembira.

Meskipun aku tidak sempat menjelaskan kepadanya, tapi aku yakin film horor ini akan membantuku.

Tidak banyak yang menonton film, kebanyakan dari mereka sepasang kekasih.

Fela yang duduk di kursi terluar berkata: “Kak Ramya, aku agak takut.”

“Belum mulai saja sudah takut, dasar penakut” Ejekku.

“Hei keledai, ini semua salahmu!”

Bu Ramya tidak menatapku dan bertanya: “Kenapa kamu terus memanggilnya keledai.”

Karena filmnya akan segera dimulai, lampu pun dimatikan, teater bioskop menjadi sangat gelap, meskipun aku tidak melihat jelas wajah Fela, tapi aku tahu dia sangat canggung.

Tentu saja aku tahu mengapa dia memanggilku keledai, karena milikku seperti keledai.

Diprediksikan Fela terlalu malu untuk berbicara, setelah beberapa detik memikirkan alasan, dia menjawab: “Dia bodoh seperti keledai, jika tidak memanggilnya keledai mau panggil apa?”

Bu Ramya tertawa kecil.

Senyuman Bu Ramya sangatlah cantik, terutama saat di lingkungan gelap seperti ini, sangat elegan, selain itu, aku dapat mencium aroma tubuhnya yang duduk di sebelahku, membuat jantungku berdebar-debar.

Film segera dimulai, tapi film ini tidak mengerikan seperti yang kubayangkan, karena ini film dalam negeri, hanya mengandalkan kegelapan dan teriakan untuk menakut-nakuti, membuat Fela mulai menguap tidur.

Bu Ramya juga tidak konsentrasi, dia terus-menerus mengeluarkan ponsel.

Aku sudah tidak tahan lagi, karena film ini tidak membantu sama sekali, kalau begitu akan kulakukan sendiri.

Tangannya ada di tepi tempat dudukku, aku tidak berani menatapnya, aku bahkan sangat gugup dibandingkan saat pertama kali memegang tangannya.

Bagaimanapun juga, terdapat kesalahpahaman besar di antara kita, tidak tahu apakah dengan seperti ini dia akan memaafkanku atau tidak.

Aku menarik napas dalam-dalam, mengumpulkan keberanian dan langsung menggenggam tangannya.

Tangan Bu Ramya tampak gemetar, kemudian dia mulai meronta-ronta.

Aku menggenggam erat tangannya, tidak membiarkannya lepas.

Dan tangganku yang satunya lagi meraba pahanya.

Aku mengecilkan suara dan berkata: “ Ramya, percaya padaku.”

“Jangan begini, ini di bioskop...” Suara Bu Ramya juga mengecil, bergetar hebat karena ketegangan.

“Aku tidak peduli, percayalah, aku dan Fela tidak ada apa-apa.”

“Kak Ramya, kalian lagi bilang apa?” Saat itu juga Fela bertanya dan mengejutkanku.

“Tidak ada, aku mau ke toilet.”

Bu Ramya tiba-tiba berdiri, mau tidak mau aku melepaskannya.

“Oke, aku ikut denganmu, film jelek, membosankan sekali.”

Mereka berdua keluar ruangan, aku duduk di kursiku dengan kecewa, takutnya, bagaimana pun kujelaskan Bu Ramya tidak akan percaya, lagi pula, aku juga tidak akan percaya dengan hal tersebut.

Setelah beberapa saat, mereka berdua kembali.

Aku menggertakkan gigi, menggenggam tangannya seperti sebelumnya, dia berhenti bergerak setelah meronta dua kali, telapak tangannya berkeringat, menandakan dia sangat gugup.

Aku mengambil kesempatan dan meraba pahanya lagi, berkata dengan suara rendah: “Kamu mengetahuinya, aku hanya mencintaimu seorang, aku tidak peduli dengan perempuan lain.”

Tanpa sadar, tubuh Bu Ramya gemetaran.

Aku tidak berbicara lagi, mengambil kesempatan ini untuk meraba pahanya dan terus meraba ke atas, kemudian masuk ke dalam roknya.

Bu Ramya merapatkan pahanya.

Novel Terkait

Cinta Pada Istri Urakan

Cinta Pada Istri Urakan

Laras dan Gavin
Percintaan
4 tahun yang lalu
Lelah Terhadap Cinta Ini

Lelah Terhadap Cinta Ini

Bella Cindy
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Memori Yang Telah Dilupakan

Memori Yang Telah Dilupakan

Lauren
Cerpen
4 tahun yang lalu
My Greget Husband

My Greget Husband

Dio Zheng
Karir
3 tahun yang lalu
Pejuang Hati

Pejuang Hati

Marry Su
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Pergilah Suamiku

Pergilah Suamiku

Danis
Pertikaian
3 tahun yang lalu
The Comeback of My Ex-Wife

The Comeback of My Ex-Wife

Alina Queens
CEO
4 tahun yang lalu
The Revival of the King

The Revival of the King

Shinta
Peperangan
3 tahun yang lalu