My Beautiful Teacher - Bab 63 Pesan Terakhir
Namun, aku tidak tahu apa yang telah terjadi, keinginan di tubuh telah melandaku, alkohol telah membuat sarafku mati rasa, aku hanya memejamkan mata menikmati kebahagiaan yang luar biasa ini.
Hingga samar-samar aku mendengar suara teriakan “Tak tahu malu” dilanjut tangisan.
Perlahan-lahan aku membuka mata, wanita telanjang yang ada di atas badan juga berhenti menggeliat, kedua dada montok dan lurus itu penuh dengan keringat.
Melampaui dua puncak tinggi dan melewati samping tubuhnya, samar-samar melihat sosok cantik yang menangis di depan pintu berbalik dan melarikan diri.
Dalam sekejap, mendadak pikiranku langsung jernih, itu, itu adalah Fela.
Sekarang aku sedang bercinta dengan siapa.
Aku berusaha keras untuk melihatnya, akhirnya bisa melihat jelas sosok orang itu, ternyata dia adalah Lastri yang minum bersamaku.
Pada saat itu, aku merasa dunia sudah akan runtuh, aku membalikkan badan, menjatuhkan dia ke bawah, turun dari ranjang dalam kondisi telanjang, masih belum berlari ke depan pintu, langsung terjatuh.
Begitu terjatuh terasa berat dan sakit, tentu saja rasa sakit itu hal kedua, seluruh tubuhnya terasa pusing, langit dan bumi terasa berputar, kedua mata juga gelap.
Pada akhirnya sedikit kesadaran terakhir meninggalkanku, kedua mata berputar, benar-benar jatuh pingsan.
“Wenas, kamu cepat bangun.” Tidak tahu berlalu berapa lama, ada orang yang sedang memanggilku.
Aku dengar suara mirip suara Fela, tidak bisa menahan diri langsung memeluknya, membuka mata mengatakan “Gadis, kamu jangan salah paham, aku……”
Aku belum selesai bicara, baru menyadari, ternyata aku memeluk Lastri.
Lastri tetap dalam keadaan telanjang, karena dipeluk olehku, kedua dada putihnya sangat menarik.
Dia menunjukkan ekspresi malu, memandangku dengan penuh kekhawatiran.
Kami berdua saling memandang, setelah beberapa detik, aku bergegas melepaskan tanganku, serta menghindari tatapannya.
Wajah Lastri memerah sekali, melihat aku tidak apa-apa, lalu kembali ke ranjang mulai mengenakan pakaiannya sendiri.
Aku kebingungan dan berdiri tidak tahu harus bagaimana, berkata “Maaf, aku……aku tidak tahu apa yang telah terjadi.”
“Tidak apa-apa, sama-sama sudah mabuk, bukan salah kamu dan aku, aku tidak menyalahkanmu.” Lastri menundukkan kepala tidak melihatku, mengenakan celana renda hitam, kemudian mulai mengancingkan pakaiannya.
Tampang dia mengenakan pakaian anggun sekali, cantik tak tertandingi.
Dalam hatiku merasa bersalah pada saat bersamaan, samar-samar juga mengingat kejadian sebelum tertidur.
Tampaknya Fela datang ke sini, selain itu, masih pergi sambil menangis.
Dia…dia telah melihat apa yang terjadi antara aku dan Lastri.
Seluruh tubuhku gemetar, bagaikan disambar petir, bergegas mengambil pakaian yang ada di atas ranjang dan dipakaikan ke tubuhnya, setelah mengenakannya dengan cepat, berkata “Nanti aku baru minta maaf padamu, aku kejar Fela dulu.”
Di saat aku berlari keluar dari rumahku sendiri, tapi tidak tahu Fela sudah pergi ke mana.
Tanpa sadar langkah kaki berhenti, mengeluarkan ponsel ingin meneleponnya.
Tidak menyangka sudah pukul 16.30 sore.
Aku melihat beberapa panggilan telepon tak terjawab, semua itu telepon dari Fela tadi pagi.
Aku menelepon ke sana, tapi malah mendapat pesan telepon sedang tidak aktif.
Hatiku benar-benar putus asa.
Awalnya karena impian Fela, secara terpaksa baru berpisah dengannya, itu sudah merupakan pukulan besar bagiku, tidak menyangka sebelum berpisah, masih membiarkan dia melihat tampang bajinganku, aku benar-benar tidak bisa mengelaknya, rasa ingin menabrakkan diri hingga mati.
Mendadak aku langsung berjongkok, mencengkeram kepala dan rambutku sendiri, kemudian meninju keras-keras dengan tinjunya selama beberapa kali.
“Kenapa, kenapa bisa menjadi seperti ini?” Aku berbicara pada sendiri, dalam hati penuh rasa menyesal dan menyalahkan diri sendiri.
Dan pada saat ini, Lastri yang sudah selesai mengenakan baju ikut berlari keluar, tangannya memegang sebuah catatan.
Dia melihat ekspresiku yang penuh penderitaan, muncul simpati di dalam matanya, berkata “Wenas, aku menemukan catatan ini di atas meja, sepertinya catatan ini adalah pesan yang ditinggalkan Fela untukmu.”
Hatiku bergetar, langsung merebut catatan yang ada di tangan Lastri, mulai membacanya dengan serius.
“Keledai, mungkin ini terakhir kalinya aku meninggalkan pesan untukmu. Sore aku kembali untuk mengemas barangku, menemukan kamu dan Lastri masih tertidur, jadi tidak membangunkanmu. Aku tidak menyalahkanmu, bahkan bisa mengerti mengapa kamu berbuat seperti ini, mungkin untuk mencari penghiburan dalam jiwamu. Aku minta maaf atas perilakuku yang telah menyakitimu, tapi, aku sudah bisa pergi dengan tenang, Lastri adalah seorang gadis yang baik, tenang dan elegan, juga seorang penulis wanita yang berbakat, kamu bersama dia pasti akan bahagia. Aku sudah akan pergi, penerbangan pukul 18.30, terbang ke Beijing. Aku tidak menyesal telah mengenalmu, dalam waktu kurang dari tiga bulan bersamamu, benar-benar membuat aku sangat bahagia. Sekarang, aku mau pergi mengejar impianku, semoga kamu dan Lastri bahagia. Semoga impianmu bisa lebih cepat terwujudkan. Sampai jumpa. Tanda tangan: gadis yang terakhir kali.
Hatiku gemetar, tidak bisa menahan diri lalu pandangan jadi kabur.
Tidak menyangka, pada pertemuan terakhir, dia bahkan memergoki aku dan Lastri sedang bermesraan.
Aku meremas catatan itu, tidak bisa menahan diri berteriak ke langit.
Lastri yang ada di samping tidak tega melihatnya, mengingatkan “Tadi aku sudah melihat catatannya, masih ada sisa waktu satu jam sebelum pesawat lepas landas, jika kamu bisa cepat mungkin masih bisa mengejarnya. Aku yang bersalah pada kalian, kamu cepat kejar dia kembali, aku akan minta maaf langsung padanya.”
Aku terkejut mendengarnya, kemudian merasa putus asa mengatakan “Lagi pula dia sudah memutuskan untuk mengejar impiannya, apa bedanya pergi atau tidak?”
“Lalu, apakah kamu masih mencintainya?” Lastri segera bertanya.
“Cinta, tapi itulah mengapa harus melepaskannya, benar tidak?”
“Tidak peduli kamu melepaskannya atau tidak, pasti harus jelaskan padanya, dia akan salah paham, walaupun kalian putus, juga tidak ada kesalahpahaman yang menyakitinya, apakah mengerti? Jangan menunda waktu lagi, cepat pergi mengejarnya, seandainya benar-benar bisa mengejar kembali dirinya.” Lastri membujuk.
Aku berhasil dibujuk Lastri, tidak peduli lagi dengan sakit hati, mengatakan “Lastri, terima kasih.”
Lalu segera bergegas menuju pintu masuk lift.
Aku menghentikan sebuah taksi di depan perumahan, mendesak supir untuk pergi ke bandara secepat mungkin.
Dalam perjalanan, aku mengeluarkan ponsel untuk menelepon Fela lagi, ponselnya tetap masih dalam keadaan tidak aktif.
Aku cemas sekali, ingin rasanya langsung terbang ke sana dengan sayap.
Akhirnya tiba di bandara, aku turun dari mobil bergegas menuju ke ruang keberangkatan.
Namun, saat aku tiba di sana, setelah mencari lama tetap tidak menemukan Fela, spontan merasa agak putus asa, apakah dia sudah masuk ke dalam?
Tepat di saat aku merasa putus asa, aku melihat tiga sosok yang akrab sekali, dua orang yang berjalan di depan adalah Julian dan Tony, yang terakhir adalah Fela.
Mereka sedang mengantri untuk masuk ke pos pemeriksaan keamanan.
Aku berteriak kencang “Fela!”
Namun bandara sangat besar dan berisik, jelas dia tidak mendengar suaraku.
Aku berusaha keras secepat mungkin berlari ke arahnya, sambil berteriak “Fela, jangan pergi, aku mohon padamu!”
Melihat dia sudah akan masuk ke dalam pos pemeriksaan keamanan, tampaknya sudah mendengar suaraku, berhenti lalu menoleh padaku.
Kami saling memandang, aku sangat senang, melambai dan berteriak keras padanya “Fela, aku mencintaimu, jangan pergi.”
Banyak orang yang memperhatikanku, karena berada di bandara, jadi tidak ada yang menganggapnya aneh.
Mata Fela memerah, air mata jatuh setetes demi setetes.
Aku ingin ke sana, tapi orang-orang yang sedang mengantri tidak mengizinkannya.
Pada saat ini, Julian berbalik dan melototiku, mengulurkan tangan menarik Fela masuk ke dalam pos pemeriksaan, Tony juga membisikkan beberapa kata padanya.
Novel Terkait
Precious Moment
Louise LeeLove And War
JaneUnplanned Marriage
MargeryYou're My Savior
Shella NaviCinta Di Balik Awan
KellyGue Jadi Kaya
Faya SaitamaMy Beautiful Teacher×
- Bab 1 Mengintip
- Bab 2 Katup Air Rusak
- Bab 3 Minum Anggur
- Bab 4 Gerakan Di Kamar Mandi
- Bab 5 Pengakuan Di Atas Gunung
- Bab 6 Kesalahpahaman Larut Malam
- Bab 7 Dalam Jangkauan
- Bab 8 Asis Yang Kesal
- Bab 9 Tidak Tau Diuntung
- Bab 10 Peminat Sewa Yang Baru
- Bab 11 Godaan Fela
- Bab 12 Wanita Muda Yang Berseni
- Bab 13 Orang Aneh
- Bab 14 Pengalaman Hidup
- Bab 15 Toilet Wanita
- Bab 16 Dadanya Membesar
- Bab 17 Mengobrol
- Bab 18 Pertunjukan Pinggir Jalan
- Bab 19 Gedung Pengajaran
- Bab 20 Bar Romantis
- Bab 21 Membuat Masalah
- Bab 22 Terluka
- Bab 23 Belum Mulai pun Sudah Berpisah
- Bab 24 Panggil Aku Kakak
- Bab 25 Tiga Lembar Tiket Bioskop
- Bab 26 Kesalahan Adalah Kesalahan
- Bab 27 Mantan Pacar Fela
- Bab 28 Gym Seni Bela Diri
- Bab 29 Pelatih Yang Keras
- Bab 30 Keterampilan Khusus
- Bab 31 Sisi Lain Ramya
- Bab 32 Pergi Ke Suatu Tempat
- Bab 33 Memecahkan Kesalahpahaman
- Bab 34 Merasa Tercerahkan
- Bab 35 Bobby
- Bab 36 Bertarung
- Bab 37 Berpikiran sempit
- Bab 38 Serangan balik putus asa
- Bab 39 Luar dingin dalam panas
- Bab 40 Kecelakaan
- Bab 41 Persyaratan Asis
- Bab 42 Penemuan Theo
- Bab 43 Bergegas Ke Hotel
- Bab 44 Tidak Tahan Lagi
- Bab 45 Tertangkap Basah
- Bab 46 Memilih Untuk Memaafkannya
- Bab 47 Pencuri
- Bab 48 Menggeledah Tubuh
- Bab 49 Orang Yang Benar Akan Bersikap Benar
- Bab 50 Rencana Gagal
- Bab 51 Penyewa Baru
- Bab 52 Guru Tony
- Bab 53 Diva Masa Depan
- Bab 54 Curahan Hati
- Bab 55 Teknik Pedang
- Bab 56 Reuni Teman Sekolah
- Bab 57 Menunjukkan keterampilan bela diri
- Bab 58 Tiga pengawal
- Bab 59 Rizal Membuat Onar
- Bab 60 Keputusan yang menyakitkan
- Bab 61 Mabuk
- Bab 62 Negosiasi
- Bab 63 Pesan Terakhir
- Bab 64 Harapan Yang Tinggi
- Bab 65 Undangan Dari Lastri Wahyuni
- Bab 66 Bertemu Ramya Lagi
- Bab 67 Mencambuk Wanita
- Bab 68 Mengajari Awang
- Bab 69 Listrik Putus
- Bab 70 Hal Yang Aneh
- Bab 71 Kehilangan Akal Sehat
- Bab 72 Bahu Yang Bisa Disandar
- Bab 73 Panggilan Telepon Dari Hafid Waka
- Bab 74 Tamu Yang Tidak Diundang
- Bab 75 Dojo Jangga
- Bab 76 Lebih Mudah dan Terampil
- Bab 77 Peringatan Instruktur Louis
- Bab 78 Membayar
- Bab 79 Meminta Maaf Dengan Canggung
- Bab 80 Panti Asuhan
- Bab 81 Semangkuk Sup Daging
- Bab 82 Pengakuan Cinta Yang Sangat Mendadak
- Bab 83 Ditangkap
- Bab 84 Serangan Diam-Diam
- Bab 85 Membuat Masalah Pada Saat Putus Asa
- Bab 86 Memotong Alat Kelamin
- Bab 87 Kematian Awang
- Bab 88 Kompetisi Bela Diri Nasional
- Bab 89 Dompet Dicuri
- Bab 90 Acara Pembukaan
- Bab 91 Bertemu Adalah Jodoh
- Bab 92 Ada Yang Menyewa Tempat
- Bab 93 Rayakan Ulang Tahun Guru
- Bab 94 Tinju Satu Inchi
- Bab 95 Kompetisi Secara Resmi
- Bab 96 Lawan Di Babak Pertama
- Bab 97 Kekuatan Yang Hebat
- Bab 98 Mengubah Kekalahan Menjjadi Kemenangan
- Bab 99 Shao Lin Chang Quan
- Bab 100 Mencapai Ketenangan
- Bab 101 Tidak Mau Kalah
- Bab 102 Menang
- Bab 103 Sahabat Baik, Anita
- Bab 104 Memandang Rendah
- Bab 105 Mendapatkan Ucapan Selamat Tinggal
- Bab 106 Kakak dari Ardi
- Bab 107 Teknik Pedang Mematikan
- Bab 108 Takdir
- Bab 109 Aura Pembunuh
- Bab 110 Petarung Yang Kuat
- Bab 111 Tiga Puluh Empat Besar
- Bab 112 Teknik Bantingan Dan Pelepasan Tulang