My Beautiful Teacher - Bab 43 Bergegas Ke Hotel
“Tapi nanti aku harus kembali ke toko, karena pelanggan ingin mengganti mesin utama, jadi aku bergegas datang, kalau terlambat kembali, aku bisa dimarahi bos!” Theo berkata dengan tak berdaya.
“Kamu mencari alasan dan membantuku mengikuti mereka, aku akan memberimu enam ratus ribu.” Aku segera berkata.
"Baiklah, kamu harus menepati janjimu."
“Tenanglah, akan kuberikan padamu.” Aku segera berkata lagi, “Kirimkan lokasimu padaku, aku akan bergegas ke sana.”
Setelah menutup telepon, Fela bertanya padaku apa yang terjadi.
Aku bilang temanku melihat Ramya, jadi aku akan pergi mencarinya.
Sedangkan apa yang terjadi pada Ramya, aku tidak mengatakannya.
Fela bertanya, "Perlukah aku pergi denganmu?"
"Tidak perlu, kamu istirahat saja di rumah."
Aku mengenakan mantel dan segera pergi.
Aku naik taksi dan bergegas ke lokasi yang dikirimkan Theo.
Disaat hampir tiba, Theo meneleponku lagi: "Wenas, apa yang kupikirkan tidak salah, mereka benar-benar pergi ke hotel, dan main bertiga di Hotel Horizon, sekarang aku ada di lobi bawah, cepat kemari."
Setelah menutup telepon, aku segera berkata: "Pak, pergi ke Hotel Horizon!"
Sepuluh menit kemudian, akhirnya tiba di Hotel Horizon dan melihat Theo di lobi.
Aku bertanya pada Theo, "Di kamar mana mereka?"
"Aku tidak tahu, resepsionis menolak untuk mengatakannya, katanya ingin melindungi privasi para tamu."
Aku segera berjalan ke meja resepsionis, dan resepsionis berkata, "Selamat datang."
"Nona, tadi ada dua pria dan seorang wanita datang, di mana kamar mereka?"
"Maaf, kami tidak bisa mengungkapkan privasi tamu."
"Aku adalah teman Asis dan Rizal Wong, aku telah membuat janji akan bertemu mereka, privasi apaan ini? Segera katakan padaku!"
"Kamu kenal Tuan Wong?"
"Tentu saja!"
"Lalu bisakah kamu menelepon mereka?"
"Kalau aku bisa menelepon, perlukah aku bertanya padamu? Ponselku mati!" Aku berkata dengan marah.
Mungkin karena auraku sangat kuat, dan mengejutkan resepsionis, jadi dia memberitahuku nomor kamar, yaitu 1208.
Aku bergegas ke arah lift tanpa sepatah kata pun, dan Theo juga mengikutiku.
Di dalam lift, Theo berkata: "Apakah kita benar-benar ingin masuk seperti ini? Kedua orang itu terlihat cukup kaya. Kalau menyinggung mereka, akankah kita mendapatkan masalah?"
Aku mengeluarkan enam ratus ribu, menyerahkannya pada Theo, dan berkata, "Tugasmu telah selesai, aku akan mentraktirmu makan di lain hari, kalau kamu takut ada masalah, tidak perlu mengikutiku."
Theo agak segan setelah menerima uang, dan tersenyum berkata: "Kita adalah teman, bagaimana mungkin aku meninggalkanmu sendirian? Kalau kamu terlalu semangat, aku masih bisa menghentikanmu, jadi aku sebaiknya pergi denganmu."
Akhirnya tiba di lantai 12 dan menemukan kamar 1208, aku mengetuk pintu dengan kuat.
Tok, tok, tok…..
“Siapa?” Sebuah suara yang familiar terdengar dari dalam, itu adalah suara Asis.
Aku tidak menjawab, tapi menarik nafas dalam-dalam, hatiku berdebar kencang, berdoa agar Ramya tidak dipermainkan oleh kedua pria itu.
Meskipun terakhir kali aku menolak Ramya, dan bahkan tidak berkontak dengannya selama sebulan, tapi di lubuk hati yang paling dalam, aku masih menyukai Ramya.
“Dasar, siapa itu?” Asis bertanya lagi dengan tidak sabar.
Aku dan Theo saling memandang, kami berdua berdiri di pintu tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Kemudian, pintu terbuka.
"Dasar, siapa yang begitu kurang ajar menggangguku…...."
Asis berdiri di belakang pintu, sebelum dia selesai berkata, aku langsung meninju wajahnya.
Asis menjerit kesakitan dan jatuh ke dalam ruangan.
Aku segera masuk ke dalam.
Bahkan Theo juga tercengang, mungkin dia tidak terduga aku begitu kejam. Setelah menelan ludah, dia mengikutiku masuk ke dalam.
Setelah masuk ke kamar, aku melihat ada dua orang di atas ranjang, selain celana renda merah, Ramya tidak mengenakan pakaian apapun, dan menunjukkan kulitnya yang seputih salju, terutama kedua payudaranya yang montok, Theo juga terpesona olehnya.
Wajahnya memerah, dia meringkuk di sudut ranjang, tubuhnya sedikit gemetar dan sedikit panik, tetapi ketika melihatku muncul, dia menunjukkan ekspresi yang sangat terkejut dengan sedikit kegembiraan.
Satu lagi adalah Rizal, dia sudah telanjang, reaksinya seperti bidak catur yang berdiri tegak, berdiri di atas ranjang dan menatapku dengan ekspresi kaget dan kesal, dia tidak bisa menahan diri memarahiku: "Dasar bocah, mengapa kamu ada di sini?!"
Pada saat ini, Asis yang terbaring di lantai bangkit, hidungnya berdarah, dan memelototiku dengan tatapan kesal, lalu mengutuk: "Dasar brengsek, kamu berani memukulku! Selalu merusak hal-hal baikku, lihatlah bagaimana aku menghajarmu hari ini!"
Asis menyeka darah di hidungnya, dia berteriak, dan bergegas ke depan.
Kalau dulu, aku tidak akan berani bertarung dengan orang yang bertubuh kekar, tapi sekarang berbeda.
Menurutku, Asis hanyalah pria sampah yang bertubuh besar tapi tidak berotak.
Melihat dia memukulku dengan pukulan cacat, meskipun tenaganya sangat kuat, tapi kecepatannya jelas tidak sebanding dengan murid-murid lama di sasana bela diri. Dibandingkan dengan Rizal, bahkan lebih buruk.
Aku menundukkan kepalaku, dan tinjunya menyentuh kulit kepalaku.
Sebelum dia berhenti, aku memegang tangannya dan meninju perutnya dengan keras.
Wajah Asis menjadi pucat, dia mendengus, membungkukkan tubuh memegang perutnya, kemudian aku memukul wajahnya lagi.
Asis berteriak dan jatuh ke lantai.
Kali ini dia kehilangan kekuatan bertarung dan mengerang kesakitan.
Aku menendangnya ke samping dan dibawah tatapan Rizal yang tidak berani percaya, aku berjalan menuju ke arahnya.
Rizal sudah melompat dari ranjang dan mengertakkan gigi berkata: "Aku belum membalas dendam terakhir kali, kamu malah berani datang menggangguku lagi, kamu benar-benar telah bosan dengan hidupmu!"
"Kalian menyentuh temanku, ini sama artinya menyinggungku! Kalau kamu memiliki kemampuan, datanglah ke sini."
Kata-kata Wenas berhasil membuat Rizal marah, dia bergegas maju dengan tubuh telanjang, dan menendang perutku.
Aku menghindar ke samping, Rizal sudah mendekat, lalu meninju ke wajahku lagi.
Aku berjongkok dan tiba-tiba menyapu dengan kakiku.
Rizal jelas telah tersinggung olehku, bahkan tidak sebaik terakhir kali. Dia langsung tersapu oleh sapuan kakiku dan jatuh ke lantai.
Dia ingin bangkit, tapi tubuh bagian bawahnya diinjak olehku, wajahnya langsung menjadi pucat, dia memeluk kakiku, dan berteriak kesakitan, "Cepat…... lepaskan, sudah hampir patah…...."
Melihat penampilannya yang menyakitkan, aku menginjaknya seperti puntung rokok.
Wajah Rizal berubah seiring gerakan kakiku, kali ini dia bahkan tidak dapat berkata, dan keringat dingin muncul di dahinya.
Theo tanpa sadar menjepit kakinya, dan sepertinya merasakan kesakitan.
Aku mengangkat kakiku, dan tidak melayani mereka berdua, aku berjalan ke samping ranjang, dan bertanya pada Ramya: "Apakah dirimu baik-baik saja?"
Ramya membungkus tubuhnya dengan selimut, dia tersipu dan menggelengkan kepalanya.
“Kenakan pakaianmu, mari kita pergi dari sini.” Aku berkata.
Novel Terkait
Menunggumu Kembali
NovanThe Revival of the King
ShintaUangku Ya Milikku
Raditya DikaHabis Cerai Nikah Lagi
GibranCEO Daddy
TantoMenantu Bodoh yang Hebat
Brandon LiBack To You
CC LennyMy Beautiful Teacher×
- Bab 1 Mengintip
- Bab 2 Katup Air Rusak
- Bab 3 Minum Anggur
- Bab 4 Gerakan Di Kamar Mandi
- Bab 5 Pengakuan Di Atas Gunung
- Bab 6 Kesalahpahaman Larut Malam
- Bab 7 Dalam Jangkauan
- Bab 8 Asis Yang Kesal
- Bab 9 Tidak Tau Diuntung
- Bab 10 Peminat Sewa Yang Baru
- Bab 11 Godaan Fela
- Bab 12 Wanita Muda Yang Berseni
- Bab 13 Orang Aneh
- Bab 14 Pengalaman Hidup
- Bab 15 Toilet Wanita
- Bab 16 Dadanya Membesar
- Bab 17 Mengobrol
- Bab 18 Pertunjukan Pinggir Jalan
- Bab 19 Gedung Pengajaran
- Bab 20 Bar Romantis
- Bab 21 Membuat Masalah
- Bab 22 Terluka
- Bab 23 Belum Mulai pun Sudah Berpisah
- Bab 24 Panggil Aku Kakak
- Bab 25 Tiga Lembar Tiket Bioskop
- Bab 26 Kesalahan Adalah Kesalahan
- Bab 27 Mantan Pacar Fela
- Bab 28 Gym Seni Bela Diri
- Bab 29 Pelatih Yang Keras
- Bab 30 Keterampilan Khusus
- Bab 31 Sisi Lain Ramya
- Bab 32 Pergi Ke Suatu Tempat
- Bab 33 Memecahkan Kesalahpahaman
- Bab 34 Merasa Tercerahkan
- Bab 35 Bobby
- Bab 36 Bertarung
- Bab 37 Berpikiran sempit
- Bab 38 Serangan balik putus asa
- Bab 39 Luar dingin dalam panas
- Bab 40 Kecelakaan
- Bab 41 Persyaratan Asis
- Bab 42 Penemuan Theo
- Bab 43 Bergegas Ke Hotel
- Bab 44 Tidak Tahan Lagi
- Bab 45 Tertangkap Basah
- Bab 46 Memilih Untuk Memaafkannya
- Bab 47 Pencuri
- Bab 48 Menggeledah Tubuh
- Bab 49 Orang Yang Benar Akan Bersikap Benar
- Bab 50 Rencana Gagal
- Bab 51 Penyewa Baru
- Bab 52 Guru Tony
- Bab 53 Diva Masa Depan
- Bab 54 Curahan Hati
- Bab 55 Teknik Pedang
- Bab 56 Reuni Teman Sekolah
- Bab 57 Menunjukkan keterampilan bela diri
- Bab 58 Tiga pengawal
- Bab 59 Rizal Membuat Onar
- Bab 60 Keputusan yang menyakitkan
- Bab 61 Mabuk
- Bab 62 Negosiasi
- Bab 63 Pesan Terakhir
- Bab 64 Harapan Yang Tinggi
- Bab 65 Undangan Dari Lastri Wahyuni
- Bab 66 Bertemu Ramya Lagi
- Bab 67 Mencambuk Wanita
- Bab 68 Mengajari Awang
- Bab 69 Listrik Putus
- Bab 70 Hal Yang Aneh
- Bab 71 Kehilangan Akal Sehat
- Bab 72 Bahu Yang Bisa Disandar
- Bab 73 Panggilan Telepon Dari Hafid Waka
- Bab 74 Tamu Yang Tidak Diundang
- Bab 75 Dojo Jangga
- Bab 76 Lebih Mudah dan Terampil
- Bab 77 Peringatan Instruktur Louis
- Bab 78 Membayar
- Bab 79 Meminta Maaf Dengan Canggung
- Bab 80 Panti Asuhan
- Bab 81 Semangkuk Sup Daging
- Bab 82 Pengakuan Cinta Yang Sangat Mendadak
- Bab 83 Ditangkap
- Bab 84 Serangan Diam-Diam
- Bab 85 Membuat Masalah Pada Saat Putus Asa
- Bab 86 Memotong Alat Kelamin
- Bab 87 Kematian Awang
- Bab 88 Kompetisi Bela Diri Nasional
- Bab 89 Dompet Dicuri
- Bab 90 Acara Pembukaan
- Bab 91 Bertemu Adalah Jodoh
- Bab 92 Ada Yang Menyewa Tempat
- Bab 93 Rayakan Ulang Tahun Guru
- Bab 94 Tinju Satu Inchi
- Bab 95 Kompetisi Secara Resmi
- Bab 96 Lawan Di Babak Pertama
- Bab 97 Kekuatan Yang Hebat
- Bab 98 Mengubah Kekalahan Menjjadi Kemenangan
- Bab 99 Shao Lin Chang Quan
- Bab 100 Mencapai Ketenangan
- Bab 101 Tidak Mau Kalah
- Bab 102 Menang
- Bab 103 Sahabat Baik, Anita
- Bab 104 Memandang Rendah
- Bab 105 Mendapatkan Ucapan Selamat Tinggal
- Bab 106 Kakak dari Ardi
- Bab 107 Teknik Pedang Mematikan
- Bab 108 Takdir
- Bab 109 Aura Pembunuh
- Bab 110 Petarung Yang Kuat
- Bab 111 Tiga Puluh Empat Besar
- Bab 112 Teknik Bantingan Dan Pelepasan Tulang