My Beautiful Teacher - Bab 64 Harapan Yang Tinggi
Fela ditarik mundur selangkah demi selangkah oleh Julian, air mata seperti mutiara yang putus benangnya, tanpa henti terus mengalir melalui pipinya.
Aku memanggil “Aku tidak bisa meninggalkanmu, jangan pergi, menikahlah denganku.”
Fela sambil menangis sambil melambaikan tangan “Sampai jumpa, hati-hati.”
Pada akhirnya, dia membulatkan tekad berbalik dengan kejam, membawa gitar dan menyeret koper masuk ke dalam pemeriksaan keamanan.
Dalam sekejap, hatiku terasa kosong, tertegun sambil berdiri di tempat, hingga sosoknya sedikit demi sedikit menghilang dari pandanganku.
Tidak tahu sudah berdiri berapa lama, karena kakiku menginjak botol air mineral dan petugas kebersihan memintaku mengangkat kaki, aku baru menyadarinya, keluar dari bandara dengan putus asa, matahari di luar bersinar cerah, terasa hangat dan menyenangkan, pintu keluar bandara banyak orang berlalu lalang, lalu lintas padat sekali, pemandangan yang ramai dan hidup.
Namun hatiku malah terasa gelap sekali, seorang diri berjalan di pinggir jalan, bagaikan mayat yang berjalan.
Banyak supir taksi dan tukang ojek yang bertanya padaku mau pergi ke mana, apakah perlu diantar, aku sama sekali tidak mempedulikan mereka.
Aku dan Fela berakhir seperti ini, selain itu, juga dalam kesalahpahaman yang begitu besar.
Walaupun pada waktu Ramya pindah keluar, hatiku juga tidak sesakit dan putus asa seperti ini.
Pada akhirnya aku memanggil taksi dan pulang ke rumah.
Lastri masih menunggu di rumahku, melihat ekspresiku, tampaknya dia juga tahu ada yang salah, bertanya “Apakah kamu sudah bertemu Fela?”
Aku duduk di sofa, menutup wajahku dengan tangan dan mulai menangis.
Lastri merasa tidak tega melihatnya, duduk di samping menemaniku, memberikan tisu padaku.
Aku tidak mengambilnya, berusaha keras mengendalikan suasana hatiku, mengusap-usap wajah, berkata “Kamu pulang dulu saja, aku tidak apa-apa.”
“Lebih berpikiran terbuka saja, dia memiliki impiannya sendiri, lagipula kalian tetap harus putus, tapi bukannya tidak mungkin kalian akan bertemu lagi. Ada sebuah pepatah yang mengatakan, semua perpisahan adalah untuk pertemuan yang lebih indah, percayalah kamu pasti bisa menunggu hari itu.”
Lastri menghibur sejenak, lalu pergi.
Aku tidur seharian di rumah, seharian penuh tidak makan.
Malam, jika bukan Ladira meneleponku, aku bahkan lupa harus pergi ke Dojo Itaewon untuk belajar seni bela diri.
Ketika aku tiba di Dojo Itaewon, sudah telat setengah jam.
Instruktur Louis melihat raut wajahku sangat buruk, tapi tetap merasa marah memintaku berdiri di depan pintu untuk melihat murid lainnya berlatih.
Hingga waktu istirahat, baru memanggil aku keluar, menyodorkan rokok padaku.
Kami sambil merokok, Instruktur Louis bertanya “Katakan saja, kali ini pergi karena alasan apa?”
“Pacarku putus denganku, pergi ke ibukota.” Aku menyesap rokok, menyemburkan asap tebal dari hidung, perlahan mengatakannya.
“Kenapa?’
“Dia ingin menjadi seorang penyanyi, ini adalah impiannya selama ini, ada sebuah perusahaan musik yang telah memilih dia.” Karena percaya pada Instruktur Louis, aku memberi tahu dia masalah Fela, bahkan memberitahu Instruktur Louis telah melakukan hubungan yang tidak seharusnya terjadi dengan Lastri di saat mabuk.
Selesai bicara, aku berpikir-pikir lagi lalu mengatakan “Tidak seharusnya aku menyerah seperti ini, aku mau pergi ke Beijing untuk mencari dia, tidak peduli bisa membujuknya berubah pikiran atau tidak, harus menjelaskan semua ini padanya.”
“Aku tidak mengerti dengan cinta kalian para anak muda, tapi kamu adalah murid favoritku, apakah kamu mengerti, masih ada 20 hari lagi sudah tiba kompetisi pencak silat nasional, jika saat ini kamu pergi, pergi ke ibukota tertunda hingga beberapa hari, setidaknya harus seminggu kemudian baru kembali, akan berdampak besar pada pelatihanmu. Ini adalah kesempatan yang sangat sulit didapatkan, daripada menghabiskan waktu pada cinta yang tidak pasti, lebih baik fokus dalam pelatihan, percaya padaku, meskipun kali ini tidak bisa masuk ke dalam babak final, tapi bisa menjadi finalis juga akan membantumu berkembang pesat, aku juga memiliki impianku sendiri, yaitu berhasil mendidik siswa berprestasi. Dulu aku tidak mengatakannya, sekarang aku beri tahu kamu, aku melihat harapan dari dalam dirimu. Jadi mohon kamu jangan kecewakan aku dan ayahku, tunggu setelah babak penyisihan selesai, kami akan membawamu ke ibukota untuk menonton babak final, tiba saat itu kamu bisa bertemu dengan pacarmu, menurut kamu bisa tidak?”
Mata Instruktur Louis penuh sinar ketulusan, memandangku dengan serius, tampaknya masih membawa sedikit harapan.
Aku benar-benar tidak menyangka, Instruktur Louis dan Tuan Louis bahkan menaruh harapan yang begitu tinggi padaku, malah membuat aku merasa tidak terlalu nyaman.
Tapi apa yang dikatakan Instruktur Louis benar juga, meskipun sekarang pergi ke sana, takutnya juga tidak akan bisa membantu, biarkan satu sama lain tenangkan diri dulu untuk sementara waktu, tunggu kemarahan Fela sudah mereda, aku baru pergi menjelaskan padanya.
Selama beberapa waktu ini, latihan keras adalah hal terpenting.
Kepercayaan mereka berdua membuatku merasa ada sebuah panggilan misi yang berat, selain itu, aku sangat menyukai seni bela diri, tidak peduli betapa lelahnya latihan, tapi di dalam hati merasa sangat pantas.
Hari-hari tanpa Fela dalam hatiku terasa hampa sekali, jadi demi tidak memikirkan dia, aku semakin berusaha keras berlatih, tidak peduli siang atau malam, sehari berlatih selama enam belas atau tujuh belas jam.
Postur tubuhku terlihat lebih kekar, kontur otot perut dan otot dada juga sangat jelas, sangat proposional dan indah.
Mengenai kekuatan, tentu juga meningkat pesat.
Aku percaya, jika menghadapi ketiga pengawal Toah Billy lagi, pasti tidak akan menyedihkan seperti terakhir kali.
Selama beberapa waktu ini, Lastri sering datang ke rumahku untuk menanyakan tentang seni bela diri, terkadang masih membeli buah untukku, bahkan masih membantuku mengerjakan pekerjaan rumah.
Walaupun aku sudah mengatakan beberapa kali tetap tidak berguna, dari tatapan Lastri juga sering menunjukkan kepeduliaannya padaku.
Dalam hatiku merasa agak bersalah dan agak tidak tenang.
Mungkin karena terakhir kali terjadi hubungan diantara kami berdua, baru menyebabkan dia memperlakukanku seperti itu.
Namun, aku tidak memiliki perasaan lain terhadap Lastri selain persahabatan.
Dia memang unggul, tapi dalam hatiku hanya memikirkan Fela.
Malam minggu, dia mengetuk pintu rumahku, mengundangku makan di rumahnya.
“Tanpa sebab kenapa mengundangku makan malam bersama?” Aku berdiri di depan pintu dan bertanya dengan penasaran.
“Kita berdua adalah tetangga, sudah begitu lama masih belum pernah mengundangmu makan bersama, merasa sedikit tidak enak hati, selain itu hari ini aku baru saja mendapat bayaran, ingin mencari orang untuk merayakannya, kamu tidak akan menolak niat baikku bukan?” Lastri sambil tersenyum mengatakannya.
Aku tidak bisa menolak niat baik Lastri, hanya bisa menyetujuinya.
Lastri mengatakan bahwa makanan masih belum selesai dibuat, meminta aku setengah jam kemudian baru ke sana.
Sekitar pukul 19.30 malam, aku mengetuk pintu rumahnya.
Tidak lama kemudian pintu dibuka, aku tertegun sejenak, Lastri bahkan mengganti pakaiannya, dia mengenakan gaun merah yang ketat, gaun membungkus tubuhnya yang anggun dan indah, sekilas terlihat dua kaki cantik yang halus dan seputih salju, ada sepasang sepatu hak tinggi di kakinya, dipadukan dengan riasannya, terlihat sangat anggun dan berkepribadian, sama seperti malam itu saat kembali dari bar.
Aku kaget dengan dandanannya, Lastri melihat ekspresiku, mengatupkan bibir sambil tersenyum, berkata “Untuk apa masih bengong, cepat masuk.”
Aku masuk ke dalam rumah, melihat sebotol anggur merah yang tersimpan di atas meja.
Aku duduk dan bertanya “Kenapa kamu berpakaian hingga begitu formal, apakah nanti mau pergi jalan-jalan?”
“Bukan.” Lastri sambil tersenyum mengatakannya “Tiba-tiba ingin berpakaian seperti ini, mungkin saja bisa menemukan inspirasi.”
“Apakah kalian para penulis selalu aneh seperti ini?” Aku bertanya.
Lastri tersenyum tidak mengatakan apa-apa, pergi ke dapur menyajikan makanan.
Melihat dia memutar pantat seksinya, pinggul dan bokong montok sekali, dua kaki yang mulus dan seputih salju, benar-benar pemandangan yang sangat menarik.
Aku tidak bisa menahan perasaan untuk memikirkan Fela.
Biasanya tidak melihat Lastri memasak, tapi tidak menyangka keterampilan memasaknya sangat baik, kurang lebih hampir sama dengan Ramya.
Beragam hidangan memenuhi meja, penuh warna dan rasa, Lastri membuka anggur merah, dituangkan untuk satu orang satu cangkir.
Aku sambil tersenyum mengangkat gelas “Ayo, bersulang.”
Novel Terkait
Love and Trouble
Mimi XuTakdir Raja Perang
Brama aditioInventing A Millionaire
EdisonMy Goddes
Riski saputroHanya Kamu Hidupku
RenataAsisten Bos Cantik
Boris DreyMy Beautiful Teacher×
- Bab 1 Mengintip
- Bab 2 Katup Air Rusak
- Bab 3 Minum Anggur
- Bab 4 Gerakan Di Kamar Mandi
- Bab 5 Pengakuan Di Atas Gunung
- Bab 6 Kesalahpahaman Larut Malam
- Bab 7 Dalam Jangkauan
- Bab 8 Asis Yang Kesal
- Bab 9 Tidak Tau Diuntung
- Bab 10 Peminat Sewa Yang Baru
- Bab 11 Godaan Fela
- Bab 12 Wanita Muda Yang Berseni
- Bab 13 Orang Aneh
- Bab 14 Pengalaman Hidup
- Bab 15 Toilet Wanita
- Bab 16 Dadanya Membesar
- Bab 17 Mengobrol
- Bab 18 Pertunjukan Pinggir Jalan
- Bab 19 Gedung Pengajaran
- Bab 20 Bar Romantis
- Bab 21 Membuat Masalah
- Bab 22 Terluka
- Bab 23 Belum Mulai pun Sudah Berpisah
- Bab 24 Panggil Aku Kakak
- Bab 25 Tiga Lembar Tiket Bioskop
- Bab 26 Kesalahan Adalah Kesalahan
- Bab 27 Mantan Pacar Fela
- Bab 28 Gym Seni Bela Diri
- Bab 29 Pelatih Yang Keras
- Bab 30 Keterampilan Khusus
- Bab 31 Sisi Lain Ramya
- Bab 32 Pergi Ke Suatu Tempat
- Bab 33 Memecahkan Kesalahpahaman
- Bab 34 Merasa Tercerahkan
- Bab 35 Bobby
- Bab 36 Bertarung
- Bab 37 Berpikiran sempit
- Bab 38 Serangan balik putus asa
- Bab 39 Luar dingin dalam panas
- Bab 40 Kecelakaan
- Bab 41 Persyaratan Asis
- Bab 42 Penemuan Theo
- Bab 43 Bergegas Ke Hotel
- Bab 44 Tidak Tahan Lagi
- Bab 45 Tertangkap Basah
- Bab 46 Memilih Untuk Memaafkannya
- Bab 47 Pencuri
- Bab 48 Menggeledah Tubuh
- Bab 49 Orang Yang Benar Akan Bersikap Benar
- Bab 50 Rencana Gagal
- Bab 51 Penyewa Baru
- Bab 52 Guru Tony
- Bab 53 Diva Masa Depan
- Bab 54 Curahan Hati
- Bab 55 Teknik Pedang
- Bab 56 Reuni Teman Sekolah
- Bab 57 Menunjukkan keterampilan bela diri
- Bab 58 Tiga pengawal
- Bab 59 Rizal Membuat Onar
- Bab 60 Keputusan yang menyakitkan
- Bab 61 Mabuk
- Bab 62 Negosiasi
- Bab 63 Pesan Terakhir
- Bab 64 Harapan Yang Tinggi
- Bab 65 Undangan Dari Lastri Wahyuni
- Bab 66 Bertemu Ramya Lagi
- Bab 67 Mencambuk Wanita
- Bab 68 Mengajari Awang
- Bab 69 Listrik Putus
- Bab 70 Hal Yang Aneh
- Bab 71 Kehilangan Akal Sehat
- Bab 72 Bahu Yang Bisa Disandar
- Bab 73 Panggilan Telepon Dari Hafid Waka
- Bab 74 Tamu Yang Tidak Diundang
- Bab 75 Dojo Jangga
- Bab 76 Lebih Mudah dan Terampil
- Bab 77 Peringatan Instruktur Louis
- Bab 78 Membayar
- Bab 79 Meminta Maaf Dengan Canggung
- Bab 80 Panti Asuhan
- Bab 81 Semangkuk Sup Daging
- Bab 82 Pengakuan Cinta Yang Sangat Mendadak
- Bab 83 Ditangkap
- Bab 84 Serangan Diam-Diam
- Bab 85 Membuat Masalah Pada Saat Putus Asa
- Bab 86 Memotong Alat Kelamin
- Bab 87 Kematian Awang
- Bab 88 Kompetisi Bela Diri Nasional
- Bab 89 Dompet Dicuri
- Bab 90 Acara Pembukaan
- Bab 91 Bertemu Adalah Jodoh
- Bab 92 Ada Yang Menyewa Tempat
- Bab 93 Rayakan Ulang Tahun Guru
- Bab 94 Tinju Satu Inchi
- Bab 95 Kompetisi Secara Resmi
- Bab 96 Lawan Di Babak Pertama
- Bab 97 Kekuatan Yang Hebat
- Bab 98 Mengubah Kekalahan Menjjadi Kemenangan
- Bab 99 Shao Lin Chang Quan
- Bab 100 Mencapai Ketenangan
- Bab 101 Tidak Mau Kalah
- Bab 102 Menang
- Bab 103 Sahabat Baik, Anita
- Bab 104 Memandang Rendah
- Bab 105 Mendapatkan Ucapan Selamat Tinggal
- Bab 106 Kakak dari Ardi
- Bab 107 Teknik Pedang Mematikan
- Bab 108 Takdir
- Bab 109 Aura Pembunuh
- Bab 110 Petarung Yang Kuat
- Bab 111 Tiga Puluh Empat Besar
- Bab 112 Teknik Bantingan Dan Pelepasan Tulang