My Beautiful Teacher - Bab 49 Orang Yang Benar Akan Bersikap Benar
Tidak hanya aku, bahkan pemuda itu dan Rizal semuanya tercengang dan ekspresi di luar dugaan.
Rizal segera menatap pemuda itu, tatapan matanya menajam.
“Bagaimana mungkin tidak ada! Jelas-jelas ada ditubuhnya, apakah tadi dia diam-diam membuangnya!” Pemuda itu berkata dengan cemas.
Rizal juga berkata dengan cemas "Petugas polisi, apakah kamu tidak mencarinya dengan teliti? Aku jelas-jelas melihat orang ini mencuri dompetnya!"
Polisi kurus itu mengerutkan kening "Apakah kamu meragukan kemampuanku menangani kasus?"
“Tidak, tidak, aku tidak bermaksud begitu, aku hanya merasa itu aneh.” Rizal berkata dengan cepat.
“Maksudmu, apakah kamu melihat pemuda ini mencuri dompetnya?” Polisi kurus itu bertanya, “Kamu harus berpikir dengan jelas, memberikan kesaksian palsu adalah tindakan ilegal!”
Raut wajah Rizal sedikit berubah "Maksudku, aku melihat saudara ini ditabrak olehnya, lalu kemudian dia berkata bahwa dompetnya hilang, jadi aku rasa pasti dia yang telah mencuri dompet saudara ini."
“Aku sudah mengeceknya dan memang tidak ada. Sebelum kami tiba, apakah kalian terus mengawasi pemuda ini dari awal sampai akhir, dia tidak memiliki kesempatan untuk pergi ataupun menghilang dari pandangan kalian, kan?” Polisi kurus itu berkata dengan serius.
Rizal dan pemuda itu tidak bisa berkata-kata.
Aku sangat gembira dan hatiku tergerak, tiba-tiba aku memikirkan seseorang.
“Rizal dan juga bocah ini, apakah kalian berkolusi bersama untuk menjebakku? Sayangnya, sikap dan perilakuku benar, tidak takut diperiksa oleh rekan-rekan polisi. Jika tidak melakukan kejahatan, maka tidak ada yang perlu ditakutkan, jadi kalian lebih baik menyerah saja! "Aku berkata sambil mencibir.
“Lalu… dompetku ada dimana?” Pemuda itu bertanya dengan bingung.
“Kamu bertanya padaku, mana mungkin aku tahu?” Polisi kurus itu memutar matanya ke atas.
Para penonton melihat ke bawah tanpa sadar.
Salah satu dari mereka tiba-tiba berseru "Ada dompet hitam di sini. Tidak tahu apakah itu miliknya atau bukan?"
Dia mengambil dompet itu, melangkah maju dan menyerahkannya kepada polisi.
Polisi gendut itu bertanya "Apakah ini dompetmu?"
Pemuda itu menunjukkan ekspresi terkejut dan mengangguk tanpa sadar.
“Ada apa di dalamnya?” Polisi itu bertanya.
Pemuda itu mengatakan yang sebenarnya. Akhirnya polisi memastikan bahwa itu adalah dompetnya dan berkata "Dompet itu harus disimpan dengan baik. Diri sendiri yang menghilangkannya, masih mencurigai orang lain. Perilaku ini sudah sangat salah dan menyebabkan kesulitan besar bagi kami dalam menangani kasus, kedepannya harus diingat, mengerti? "
Pemuda itu mengangguk dengan cepat, mengatakan kedepannya tidak akan terjadi lagi.
Polisi itu pergi begitu saja.
Para penonton satu demi satu bubar dan ada beberapa yang bahkan memberiku tatapan minta maaf.
Aku melirik pemuda itu dan Rizal sekilas dan tersenyum tenang "Rizal, sepertinya angan-anganmu tidak akan berpengaruh padaku. Jika kamu ingin memainkan trik apapun, coba saja, aku akan menghancurkannya satu per satu."
Setelah berbicara, terlihat Rizal mengertakkan gigi, wajahnya pucat dan tidak bisa berkata-kata.
Aku tersenyum dengan bangga, memandang keduanya dengan tatapan dingin, lalu berbalik dan pergi masuk ke dalam mal.
Di lantai dua, memasuki ruang Dojo, Instruktur Louis sudah mulai mengajar.
Kali ini dia ternyata adalah instruktur pelatihan pedang.
Terlihat dirinya sedang menghunus pedang di tengah aula seni bela diri, berjalan seperti angin, mengayunkan pedang seperti listrik, anggun dan halus, penuh momentum.
Pedang sepanjang tiga kaki menusuk, mencungkil, membelah, menjilat atau melucuti dan gerakan lain sebagainya. Tidak hanya sangat mengagumkan, tetapi juga menunjukkan agresivitas yang garang, membuat semua siswa tercengang melihatnya dan bertepuk tangan menyanjungnya.
Saat sedang melatih pedang, Instruktur Louis melihat aku berjalan masuk, tidak banyak bicara, hanya sedikit mengangguk, menunjukkan bahwa dirinya sudah tahu.
Aku kembali ke tempatku dan Ladira di sampingku tidak bisa menahan diri untuk bertanya "Wenas, kenapa kamu terlambat lagi? Hati-hati dimarahi oleh instruktur lagi?"
Tidak heran jika Ladira tidak tahu, karena kepribadian keras Instruktur Louis, para siswa tidak berani datang terlambat, jadi mereka datang jauh lebih awal dan secara alami melewatkan adegan saat aku dikelilingi oleh kerumunan di lantai bawah tadi.
Aku tersenyum dan tidak menjelaskan banyak, tetapi di dalam hati sangat jelas.
Awalnya, dompet pemuda itu memang ada di dalam tasku, tapi menghilang saat polisi memeriksa tubuh. Hanya ada satu penjelasan: Instruktur Louis diam-diam membantunya.
Oleh karena itu, aku sangat berterima kasih kepada Instruktur Louis.
Setelah Instruktur Louis mendemonstrasikannya sekali lagi, membiarkan kami masing-masing setiap orang mengambil pedang dari rak senjata di samping dan kemudian mulai menjelaskan triknya satu per satu dan perlahan dan dengan cermat mengajari kami.
Selama periode itu, Tuan Louis juga datang dan memberikan arahan pada gerakan kami.
Instruktur Louis berkata sambil mengajar "Kompetisi seni bela diri nasional ini adalah kesempatan langka. Dalam kompetisi tersebut, ada pertandingan tanpa senjata, serta kompetisi dan pertunjukan pisau, senjata dan pedang, yang dinilai secara komprehensif. Jadi, tidak bisa hanya dengan berlatih saja, kalian harus mempelajari gerakan senjata sebanyak mungkin dalam sebulan lebih ini."
Ladira bertanya dengan semangat "Instruktur Louis, apakah kami memiliki harapan untuk bisa lolos ke final?"
Instruktur Louis hanya mengucapkan empat kata "Semuanya masih belum diketahui."
Sebenarnya dalam hatiku sangat jelas bahwa dia tidak ingin memberi beban pada kami.
Seniman bela diri dari seluruh negeri akan berpartisipasi, sudah bisa dibayangkan hasil seni bela diri kami yang dilatih kurang dari dua bulan pasti tidak akan sangat bagus.
Meskipun, aku sangat ingin berterima kasih kepada Instruktur Louis secara pribadi, tetapi sekarang masih dalam kelas, jadi aku lebih baik fokus pada pelatihan pedang.
Tuan Louis tidak memberikan arahan apapun pada gerakanku, hanya berdiri di samping, tersenyum dan mengangguk ke arahku sesekali.
Hatiku sebenarnya sangat bahagia, gerakanku sudah sangat sesuai, barulah bisa mendapatkan pengakuan dari Tuan Louis.
Malam harinya, kami memiliki tambahan kelas dua jam lagi. Saat kelas usai, sudah jam 11 malam.
Aku mengganti pakaian latihan dan langsung mencari Instruktur Louis.
Instruktur Louis sedang mengendarai motor listrik dan hendak mengantar Tuan Louis kembali.
Melihat aku ke arahnya, dia bertanya "Wenas, ada apa?"
"Masalah hari ini aku difitnah sebagai pencuri. Benar-benar sungguh berterima kasih pada Instruktur Louis."
Instruktur Louis berkata dengan tenang "Masalah kecil, aku bisa melihat bahwa kamu dijebak."
"Lalu bagaimana kamu tahu bahwa dompet itu ada di sakuku?"
"Karena saat kamu meminta bantuanku, kamu terus melihat ke arah sakumu dan sakumu berisi sesuatu. Aku menebak dompet itu ada di dalam. Aku juga sangat jelas, perselisihan kamu dan Rizal dengan Bobby, melihat wajahnya yang tampak bangga, aku rasa kamu sudah dijebak. Kedepannya hati-hati, jangan sampai menjadi korban dari penjahat seperti itu. "
“Terima kasih, Instruktur Louis, aku mengerti. Bolehkah aku mentraktirmu makan malam sebagai tanda rasa terima kasihku?” Aku dengan cepat bertanya.
“Tidak perlu, terima kasih. Sebagai mahasiswa seni bela diri, kamu akan mengikuti seni bela diri nasional, aku menyarankanmu untuk tidak makan di waktu sudah tengah malam, dilarang minum dan merokok, sehingga kamu bisa menjaga tubuh tetap dalam kondisi baik untuk menghadapi berbagai tantangan. "
Mendengar ajaran Instruktur Louis, aku mengangguk dan mengucapkan terima kasih lagi.
Keduanya pergi dengan mengendarai motor listrik. Aku melihat belakang motor yang pergi menjauh, dalam hatiku memiliki rasa hormat yang khusus pada Instruktur Louis.
Dulu penah menjadi seorang prajurit khusus dan melakukan misi yang sangat berbahaya, tetapi sekarang bersedia memilih kehidupan sebagai orang biasa, yang terus berkontribusi pada seni bela diri tradisional negara. Orang seperti ini pantas untuk dihormati oleh orang lain.
Pada saat yang sama, yang tidak diketahui olehku adalah bahwa Rizal mengendarai mobil sport tiba di rumah sakit.
Bobby yang sedang berbaring di ranjang rumah sakit, melihat kedatangan Rizal, lalu bertanya dengan penuh semangat "Pada akhirnya, apa yang terjadi?"
"Sial, bocah itu sangat beruntung, ternyata bisa lolos dari masalah ini!"
Novel Terkait
Villain's Giving Up
Axe AshciellyInventing A Millionaire
EdisonIstri Pengkhianat
SubardiCinta Adalah Tidak Menyerah
ClarissaMy Lifetime
DevinaMy Beautiful Teacher×
- Bab 1 Mengintip
- Bab 2 Katup Air Rusak
- Bab 3 Minum Anggur
- Bab 4 Gerakan Di Kamar Mandi
- Bab 5 Pengakuan Di Atas Gunung
- Bab 6 Kesalahpahaman Larut Malam
- Bab 7 Dalam Jangkauan
- Bab 8 Asis Yang Kesal
- Bab 9 Tidak Tau Diuntung
- Bab 10 Peminat Sewa Yang Baru
- Bab 11 Godaan Fela
- Bab 12 Wanita Muda Yang Berseni
- Bab 13 Orang Aneh
- Bab 14 Pengalaman Hidup
- Bab 15 Toilet Wanita
- Bab 16 Dadanya Membesar
- Bab 17 Mengobrol
- Bab 18 Pertunjukan Pinggir Jalan
- Bab 19 Gedung Pengajaran
- Bab 20 Bar Romantis
- Bab 21 Membuat Masalah
- Bab 22 Terluka
- Bab 23 Belum Mulai pun Sudah Berpisah
- Bab 24 Panggil Aku Kakak
- Bab 25 Tiga Lembar Tiket Bioskop
- Bab 26 Kesalahan Adalah Kesalahan
- Bab 27 Mantan Pacar Fela
- Bab 28 Gym Seni Bela Diri
- Bab 29 Pelatih Yang Keras
- Bab 30 Keterampilan Khusus
- Bab 31 Sisi Lain Ramya
- Bab 32 Pergi Ke Suatu Tempat
- Bab 33 Memecahkan Kesalahpahaman
- Bab 34 Merasa Tercerahkan
- Bab 35 Bobby
- Bab 36 Bertarung
- Bab 37 Berpikiran sempit
- Bab 38 Serangan balik putus asa
- Bab 39 Luar dingin dalam panas
- Bab 40 Kecelakaan
- Bab 41 Persyaratan Asis
- Bab 42 Penemuan Theo
- Bab 43 Bergegas Ke Hotel
- Bab 44 Tidak Tahan Lagi
- Bab 45 Tertangkap Basah
- Bab 46 Memilih Untuk Memaafkannya
- Bab 47 Pencuri
- Bab 48 Menggeledah Tubuh
- Bab 49 Orang Yang Benar Akan Bersikap Benar
- Bab 50 Rencana Gagal
- Bab 51 Penyewa Baru
- Bab 52 Guru Tony
- Bab 53 Diva Masa Depan
- Bab 54 Curahan Hati
- Bab 55 Teknik Pedang
- Bab 56 Reuni Teman Sekolah
- Bab 57 Menunjukkan keterampilan bela diri
- Bab 58 Tiga pengawal
- Bab 59 Rizal Membuat Onar
- Bab 60 Keputusan yang menyakitkan
- Bab 61 Mabuk
- Bab 62 Negosiasi
- Bab 63 Pesan Terakhir
- Bab 64 Harapan Yang Tinggi
- Bab 65 Undangan Dari Lastri Wahyuni
- Bab 66 Bertemu Ramya Lagi
- Bab 67 Mencambuk Wanita
- Bab 68 Mengajari Awang
- Bab 69 Listrik Putus
- Bab 70 Hal Yang Aneh
- Bab 71 Kehilangan Akal Sehat
- Bab 72 Bahu Yang Bisa Disandar
- Bab 73 Panggilan Telepon Dari Hafid Waka
- Bab 74 Tamu Yang Tidak Diundang
- Bab 75 Dojo Jangga
- Bab 76 Lebih Mudah dan Terampil
- Bab 77 Peringatan Instruktur Louis
- Bab 78 Membayar
- Bab 79 Meminta Maaf Dengan Canggung
- Bab 80 Panti Asuhan
- Bab 81 Semangkuk Sup Daging
- Bab 82 Pengakuan Cinta Yang Sangat Mendadak
- Bab 83 Ditangkap
- Bab 84 Serangan Diam-Diam
- Bab 85 Membuat Masalah Pada Saat Putus Asa
- Bab 86 Memotong Alat Kelamin
- Bab 87 Kematian Awang
- Bab 88 Kompetisi Bela Diri Nasional
- Bab 89 Dompet Dicuri
- Bab 90 Acara Pembukaan
- Bab 91 Bertemu Adalah Jodoh
- Bab 92 Ada Yang Menyewa Tempat
- Bab 93 Rayakan Ulang Tahun Guru
- Bab 94 Tinju Satu Inchi
- Bab 95 Kompetisi Secara Resmi
- Bab 96 Lawan Di Babak Pertama
- Bab 97 Kekuatan Yang Hebat
- Bab 98 Mengubah Kekalahan Menjjadi Kemenangan
- Bab 99 Shao Lin Chang Quan
- Bab 100 Mencapai Ketenangan
- Bab 101 Tidak Mau Kalah
- Bab 102 Menang
- Bab 103 Sahabat Baik, Anita
- Bab 104 Memandang Rendah
- Bab 105 Mendapatkan Ucapan Selamat Tinggal
- Bab 106 Kakak dari Ardi
- Bab 107 Teknik Pedang Mematikan
- Bab 108 Takdir
- Bab 109 Aura Pembunuh
- Bab 110 Petarung Yang Kuat
- Bab 111 Tiga Puluh Empat Besar
- Bab 112 Teknik Bantingan Dan Pelepasan Tulang