My Beautiful Teacher - Bab 21 Membuat Masalah

Mengenakan pakaian kasual, dengan jam tangan Rolex yang melekat pada pergelangan tangannya, siapa lagi kalau bukan Asis yang kutemui di sekolah tadi pagi?

Tadi pagi Asis marah besar, kurasa bukan hanya karena Fela dan aku berpura-pura menjadi sepasang kekasih, tetapi juga karena aku telah mencampuri urusannya hari itu.

Tak kuduga, dia bahkan datang ke bar romantis ini, apa yang ingin dia lakukan?

Dia datang bersama dua anak muda yang memakai barang bermerek dari atas sampai bawah, wajah mereka tampak arogan.

Orang dengan sifat yang sama pasti cocok bersama, kedua orang tersebut mungkin geng biadabnya.

Fela sangat energik di atas pangung dan bernyanyi dengan penuh semangat, setelah selesai menyanyikan lagu “Pacar”, dia berlanjut menyanyikan lagu “Cahaya” yang dinyanyikannya pagi itu ketika barusan pindah ke rumahku.

Meskipun genrenya tidak begitu populer, tapi terdengar sangat mengasyikkan, para tamu bersorak gembira dan bertepuk tangan, ada juga yang memberikan tip untuknya.

Tanpa diduga, pada saat ini Asis memanggil pelayan.

Aku yang berada tidak jauh di belakang Asis mendengar jelas perkataannya.

Asis mengeluarkan 4 juta rupiah, awalnya dia memberi tip dua ratus ribu untuk pelayan, sisanya untuk menghadiahi Fela dan bertanya pada pelayan apakah dia bisa memesan lagu.

“Lagu apa yang ingin Anda dengarkan?” tanya pelayan itu penuh hormat.

“Bukankah belakangan ini ada lagu “Belajar Suara Kucing” yang lagi populer di internet, suruh dia menyanyikan lagu itu.”

Sehabis Fela menyanyikan lagu “Cahaya”, pelayan itu melambaikan tangan padanya dari belakang panggung.

Fela turun dan mengobrol dengan pelayan tersebut, mungkin pelayan itu sedang memyampaikan perkataan Asis.

Fela memfokuskan perhatian pada Asis di kerumunan, lalu dia mengerutkan alis.

Ketika kembali ke panggung, dia tidak menyanyikan lagu yang diminta Asis, tetapi malah menyanyikan lagu “Masa Kejayaan”.

Meskipun ini lagu pria, tapi Fela menyanyikannya dengan semangat membara dan perasaan perubahan hidup. Para tamu bersorak-sorai, hanya Asis yang terlihat muram, sepertinya dia sangat jengkel.

Hatiku sangat lega, Fela memilih mengabaikannya, aku sangat menyukai caranya mengatasi masalah.

Tak disangka, setelah Fela selesai bernyanyi, dia mengambil mikrofon dan berbicara dengan keras: “Hari ini, ada seorang tamu yang menghadiahi saya 4 juta rupiah dan menyuruh saya menyanyikan lagu “Belajar Suara Kucing”. Maaf, saya bukan selebritas jadi tidak bisa menyanyikan lagu tersebut, dan uang Anda, tolong simpan sendiri untuk mencari penghibur.”

Selesai berbicara, para tamu tertawa terbahak-bahak, wajah Asis tampak sangat malu.

Setelah Fela menyanyikan dua lagu lagi, dia langsung turun dan berjalan ke arahku, ternyata dia sudah melihatku sejak awal.

Aku berdiri dan tersenyum memandanginya.

Para tamu juga memusatkan perhatian pada dirinya, tentu karena penasaran orang beruntung manakah yang ingin ditemuinya.

Tanpa disangka-sangka, baru separuh jalan, seseorang bergegas keluar dan menarik tangannya sambil mendengus: “ Fela, apa maksudmu? Aku menghadiahimu karena menghormatimu, tapi kamu malah mempermalukanku!”

“ Asis, lepaskan!” Fela merasa kesal dan meronta-ronta, tapi Asis malah memegangnya erat.

Semua mata tertuju pada mereka.

Melihat situasi yang semakin memburuk, aku segera berjalan ke sana.

“Hm, hari ini kamu mempermalukanku, kamu harus meminta maaf padaku dan menemaniku minum. Begitu saja. Kalau tidak, aku tidak akan membiarkanmu pergi hari ini,” ucap Asis sambil tertawa sinis.

Pada saat bersamaan, dua anak muda yang duduk bersamanya ikut tertawa, menatap vulgar pada Fela.

Pelayan itu datang dan menegur: “Tuan, tolong jangan seperti ini, lepaskan dulu, kalau ada masalah mohon bicarakan dengan baik-baik.”

“Brengsek, panggil bos kalian ke sini, seorang penyanyi saja berani mempermalukanku, jika bos kalian tidak meminta maaf padaku, dia yang harus meminta maaf padaku hari ini!”

Saat itu juga, sebuah cangkir terbang di udara dan jatuh ke arah pergelangan tangannya.

Raut muka Asis berubah seketika, dia buru-buru melepaskan tangan dan melangkah mundur.

Gelas itu melewati di antara Asis dan Fela, dan jatuh ke lantai diiringi suara pecah “prang”.

Kemudian, aku sudah berdiri di depan Fela, menariknya ke belakang tubuhku.

Untungnya, Asis cepat merespon, jika tidak, mungkin pergelangan tangannya sudah berdarah terkena gelas ini.

“Sialan, kamu lagi!” marah Asis sambil menunjuk hidungku.

“Aku pacarnya Lala, kamu bermain tangan dengan pacarku, apa mungkin aku hanya duduk dan menonton saja?” tanyaku sambil tersenyum mengejek.

“Bajingan, kamu cari mati!” Asis yang bertubuh tinggi, berotot dan memiliki ekspresi kejam itu, tampaknya akan menghajarku.

Pelayan yang di sebelahnya itu sangat takut hingga tidak berani ikut campur, dan para tamu hanya menunjukkan tatapan simpati.

“Kamu mau mengajak berkelahi di sini? Tak apa, ayo,” kataku sambil mendengus “Tapi jangan lupa, terakhir kali kita bertemu, kamu telah melakukan suatu hal, jangan mengira aku tidak punya bukti, jika aku mengungkapkannya, aku yakin kamu akan berada dalam masalah besar!”

Aku menyamarkan perkataanku, supaya Fela tidak mengetahui kebenarannya.

Raut wajah Asis mendadak berubah, matanya membelalak galak, menatapku penuh dendam.

Aku menatapnya dengan tenang dan tanpa rasa takut.

“Brengsek, licik sekali, lihat saja nanti!” kata Asis. Ekspresinya berubah-ubah, dia menggertakkan gigi, lalu pergi bersama kedua anak muda itu.

Bersamaan dengan kepergian Asis, bar itu kembali tenang.

Para tamu memberi pujian, kemudian kembali minum.

Fela malah menatapku penuh binar, meraih tanganku sambil tersenyum dan berkata: “ Wenas, kamu sungguh hebat, kamu membuat mereka ketakutan dengan beberapa kata saja.”

Telapak tanganku berkeringat dingin, tapi aku malah tersenyum dengan tenang: “Ayo duduk dan bicara.”

Aku membawa Fela kembali ke tempat dudukku, Fela berujar: “Apa kamu tahu, tadi aku sangat takut kalian akan berkelahi, jika kamu terluka karenaku, aku sungguh tidak tahu harus berbuat apa.”

“Hehe, tidak apa-apa, kamu bisa mentraktirku minum,” candaku sambil tersenyum.

“Tentu saja!” Fela tersenyum dan berkata: “Ngomong-ngomong, tadi kamu mengatakan ketika bertemu Asis terakhir kali, bukti apa yang kamu katakan? Ada apa?”

“Tidak ada, ayo minum.”

Fela sangat penasaran, tapi menanyaiku seharian aku juga tidak akan memberitahunya, dan akhirnya dia menyerah.

Kami tidak banyak minum dan meninggalkan bar sekitar pukul 21.30.

Saat menunggu bus di pinggir jalan, Fela tersenyum dan bertanya: “Bagaimana penampilanku saat di panggung tadi?”

“Biasa saja,” jawabku.

Fela tiba-tiba memanyunkan bibir dan mencubit pinggangku, aku pun menjerit kesakitan.

“Kamu itu seorang pecundang yang tidak mengerti seni, lihatlah betapa gilanya para tamu itu, mereka juga memberiku banyak tip!” kata Fela sambil tersenyum.

Sebenarnya, tidak peduli petikan gitar, nyanyian ataupun performa Fela di atas panggung, semuanya sangat bagus, aku hanya ingin menggodanya saja.

Tanpa diduga, ketika kami mengobrol, tujuh atau delapan preman tiba-tiba muncul dari kegelapan, masing-masing terlihat sangat menyeramkan, leher mereka terdapat tato naga dan harimau, mereka juga membawa senjata seperti tongkat baja, parang, rantai besi, dan pemukul kasti. Kemudian, mengerumuni kami.

Aku dan Fela sangat terkejut, Fela yang manja pun berteriak: “Siapa kalian!”

Seorang pria gemuk tidak menghiraukannya dan memberi perintah: “Pukul sampai mati!”

Novel Terkait

Love at First Sight

Love at First Sight

Laura Vanessa
Percintaan
4 tahun yang lalu
After The End

After The End

Selena Bee
Cerpen
5 tahun yang lalu
Pejuang Hati

Pejuang Hati

Marry Su
Perkotaan
4 tahun yang lalu
 Habis Cerai Nikah Lagi

Habis Cerai Nikah Lagi

Gibran
Pertikaian
5 tahun yang lalu
Revenge, I’m Coming!

Revenge, I’m Coming!

Lucy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Shuran
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Everything i know about love

Everything i know about love

Shinta Charity
Cerpen
5 tahun yang lalu
PRIA SIMPANAN NYONYA CEO

PRIA SIMPANAN NYONYA CEO

Chantie Lee
Balas Dendam
4 tahun yang lalu