My Beautiful Teacher - Bab 3 Minum Anggur
Aku terkejut, pada saat yang penting ini, kegembiraan dan kejutan membuat aku akhirnya menyerah.
Aku merasa kulit kepalaku mati rasa. Jika diketahui oleh Ramya, imej aku tentang pemilik rumah yang ramah di benaknya benar-benar hancur!
Bahkan di puncak kebahagiaan, aku buru-buru merapikan celanaku, juga tidak peduli dengan celana Ramya yang masih membungkus reaksiku, aku langsung menutup resleting.
Hanya karena aku menghadap ke sudut dengan membelakangi Ramya, jadi ketika aku memutar wajahku yang memerah dan memaksakan senyum untuk menghadapinya, ekpresinya penuh keraguan, tapi dia tidak menemukan perilaku cabul aku.
“Ti… tidak melakukan apa-apa, aku hanya melihat mesin cuci kamu, karena membelinya di pasar barang bekas, jadi jika ada masalah, katakan saja padaku.”
“Tidak masalah, sangat mudah digunakan.” Untungnya, Ramya tampaknya mempercayai kata-kata aku dan berkata sambil tersenyum.
Aku perhatikan bahwa dia telah berganti menjadi pakaian rumah yang longgar, menunjukkan semacam keindahan intelektual, dibandingkan dengan handuk mandi yang tadi dia pakai, daya pikatnya sedikit menurun.
“Pemilik rumah, apakah kamu sudah tahu mana yang terjadi masalah? Mengapa tidak ada air di rumahku?” dia kemudian bertanya.
“Aku sudah memeriksa. Pemanas air dan katup air tidak ada masalah, mungkin ada masalah dengan katup air di ruang sumur di bawah. Aku akan membantumu memeriksanya nanti.”
Ramya berterima kasih padanya.
Aku tidak berani berada di rumah Ramya terlalu lama, karena harus mengurusi akibat impulsif tadi. Aku meninggalkan rumahnya dengan panik. Setelah kembali ke rumah, aku membuka celana dan mengeluarkan celana dalamnya, celananya terdapat cairan yang ditinggalkan olehku.
Aku sengaja pergi ke kamar mandi untuk mencuci celana dalamnya, masih bisa mencium aroma Ramya yang tersisa di kamar mandi, membuatku tergila-gila seketika.
Kemudian menggantungnya di balkon dan berpikir untuk menyimpannya setelah dikeringkan.
Kemudian, aku pergi ke ruang sumur di lantai bawah dan membuka katup air.
Segera setelah aku membukanya, aku menerima telepon dari Ramya : “Pemilik rumah, rumahku sudah ada air, apakah kamu yang membantuku?”
Aku tersenyum malu: “Tidak tahu orang jahat mana yang mematikan katup air di rumahmu, aku sudah membukanya.”
“Terima kasih banyak!”
“Kita kan tetangga, tidak perlu mengucapkan terima kasih.”
Dalam beberapa hari berikutnya, satu-satunya kesenanganku di rumah adalah mengintip kehidupan sehari-hari Ramya melalui layar pemantauan.
Karena ayahku meninggalkan aku lima rumah sebelum dia meninggal, sekarang aku dapat hidup dengan uang sewa, jadi aku tidak berpikir untuk pergi mencari pekerjaan.
Namun, selain dapat melihat tubuh Ramya yang memikat saat berganti pakaian, dia tidak bercinta dengan Awang dalam beberapa hari ini.
Pada hari jumat sore, ketika aku sedang pergi ke bawah makan, Awang mencariku dan memintaku pergi ke rumahnya untuk minum.
Aku sedikit ragu, walaupun aku telah mencoba yang terbaik untuk menolak, tapi pada akhirnya aku tidak bisa mengalahkan keramahan Awang, jadi aku hanya bisa setuju.
Selain itu, memiliki kesempatan untuk dekat dengan Ramya lagi dan masih bisa mencicipi masakannya. Hatiku sebenarnya sangat senang.
Tanpa diduga, keterampilan memasak Ramya sangat bagus dan hidangannya lezat.
Aku dan Awang makan sambil minum dan akhirnya aku tahu mengapa dia mengundangku untuk makan.
Ternyata mereka kekurangan uang beberapa hari ini, berharap aku dapat memberi mereka kelonggaran sebulan untuk uang sewa selama tiga bulan ke depan.
Aku tentu saja mengatakan tidak masalah.
Mereka sangat senang dan dengan cepat menyulangku.
Meja makannya tidak terlalu besar, Ramya duduk di antara aku dan Awang. Dia tidak minum anggur, jadi sebagai gantinya dia menggunakan teh untuk menyulangku.
Aku dan Awang banyak minum, kemudian dia tidak tahan lagi dan pergi ke toilet.
Setelah Awang pergi, ruang tamu hanya sisa aku dan Ramya.
Aku juga minum terlalu banyak dan mata aku menatap Ramya tanpa sadar.
Dia mengenakan gaun terusan hijau muda, memperlihatkan lengan halus dan dua kaki panjang seputih salju.
Karena duduk lebih dekat, aku bisa mencium aroma tubuhnya, kulit pahanya yang putih, lembut dan halus terlihat sangat menggoda, membuat hatiku tiba-tiba berdetak.
Dia tidak memakai kaos kaki, kakinya putih dan kecil, kuku jari kakinya dicat dengan cat kuku merah, terlihat cantik dan lucu.
Mungkin karena kekuatan anggurnya, tiba-tiba aku merasa sedikit impulsif, aku segera bereaksi, otakku menjadi panas, sehingga telah melakukan sesuatu yang bahkan aku sendiri juga merasa terkejut.
Aku mengulurkan tanganku, menyentuh pahanya yang halus dan lembut, berkata tanpa berpikir: “Kakimu sangat seksi.”
Aku menyesalinya segera setelah aku melakukannya, harus tahu bahwa tindakan seperti itu bisa dikatakan menganiaya dirinya.
Lagi pula, kita tidak terlalu akrab. Paling-paling, hanya hubungan antara pemilik dan penyewa bahkan bukan teman dan suaminya mengundangku untuk minum hari ini.
Jika dia tiba-tiba marah dan memberi tahu Awang tentang masalah ini, maka aku tidak akan bisa datang ke rumahnya lagi.
Mungkin dia tidak berpikir bahwa aku memiliki tindakan yang begitu berani. Ramya tidak bereaksi sejenak, dia menatapku dengan terkejut dan tertegun. Wajahnya memerah dalam sekejap.
Dia segera menghindari tatapanku, berdiri dan berkata dengan tidak natural: “Mung… mungkin suamiku terlalu banyak minum, aku pergi melihat bagaimana keadaannya.”
Ramya memindahkan kursi dan pergi, meninggalkanku punggung yang anggun.
Hatiku merasa tidak tenang dan berdebar, khawatir dia akan memberi tahu suaminya tentang hal itu.
Aku menggosok wajahku dengan kuat dan menunggu mereka kembali dengan tidak tenang.
Setelah beberapa saat, Ramya membantu Awang keluar dari toilet.
Awang berteriak untuk terus minum dan tersenyum sangat bahagia. Sepertinya Ramya tidak memberi tahu suaminya tentang hal ini, membuatku benar-benar lega.
Tapi Ramya tidak tinggal terlalu lama, jadi dia kembali ke kamarnya.
Aku dan Awang minum anggur lagi. Pikiranku penuh dengan adegan aku menyentuh kaki putih Ramya tadi, aku tidak bisa berhenti memikirkannya, juga tidak tahu merasa bersyukur atau sedih.
Ramya sama sekali tidak menanggapi tindakanku, bangun dan pergi menunjukkan bahwa tanda penolakan sudah jelas.
Kemudian Awang mabuk, aku juga kembali ke rumahku, mandi dan ketika berbaring di tempat tidur, masih memikirkan tindakan berani sendiri.
Aku terus berpikir apakah harus mengirim pesan teks ke Ramya untuk meminta maaf, kemudian baru menyadari bahwa ponsel sepertinya ketinggalan di rumah mereka.
Namun, aku segera bangun dan pergi ke rumahnya.
Ketika ingin mengetuk pintu rumahnya, malahan menemukan bahwa pintu itu terbuka.
Mungkin pintu itu tidak ditutup ketika aku pergi dan Ramya tidak menyadarinya.
Aku mendorong pintu dan berjalan masuk. Lampu di ruang tamu mati, tetapi lampu di kamar mandi menyala dan ada beberapa gerakan aneh dari dalam yang membuatku sangat terkejut.
Aku ingin memanggil Ramya, tetapi aku jadi tidak bisa memanggilnya ketika mendengar suara ini, aku mendekati kamar mandi tanpa sadar.
Kemudian aku mendengar suara mengerang yang sangat jernih dan suara air.
Aku terkejut, Ramya menghibur dirinya sendiri di kamar mandi!
Novel Terkait
Siswi Yang Lembut
Purn. Kenzi KusyadiMi Amor
TakashiGet Back To You
LexyDark Love
Angel VeronicaThe Winner Of Your Heart
ShintaMenaklukkan Suami CEO
Red MapleBeautiful Love
Stefen LeeMy Beautiful Teacher×
- Bab 1 Mengintip
- Bab 2 Katup Air Rusak
- Bab 3 Minum Anggur
- Bab 4 Gerakan Di Kamar Mandi
- Bab 5 Pengakuan Di Atas Gunung
- Bab 6 Kesalahpahaman Larut Malam
- Bab 7 Dalam Jangkauan
- Bab 8 Asis Yang Kesal
- Bab 9 Tidak Tau Diuntung
- Bab 10 Peminat Sewa Yang Baru
- Bab 11 Godaan Fela
- Bab 12 Wanita Muda Yang Berseni
- Bab 13 Orang Aneh
- Bab 14 Pengalaman Hidup
- Bab 15 Toilet Wanita
- Bab 16 Dadanya Membesar
- Bab 17 Mengobrol
- Bab 18 Pertunjukan Pinggir Jalan
- Bab 19 Gedung Pengajaran
- Bab 20 Bar Romantis
- Bab 21 Membuat Masalah
- Bab 22 Terluka
- Bab 23 Belum Mulai pun Sudah Berpisah
- Bab 24 Panggil Aku Kakak
- Bab 25 Tiga Lembar Tiket Bioskop
- Bab 26 Kesalahan Adalah Kesalahan
- Bab 27 Mantan Pacar Fela
- Bab 28 Gym Seni Bela Diri
- Bab 29 Pelatih Yang Keras
- Bab 30 Keterampilan Khusus
- Bab 31 Sisi Lain Ramya
- Bab 32 Pergi Ke Suatu Tempat
- Bab 33 Memecahkan Kesalahpahaman
- Bab 34 Merasa Tercerahkan
- Bab 35 Bobby
- Bab 36 Bertarung
- Bab 37 Berpikiran sempit
- Bab 38 Serangan balik putus asa
- Bab 39 Luar dingin dalam panas
- Bab 40 Kecelakaan
- Bab 41 Persyaratan Asis
- Bab 42 Penemuan Theo
- Bab 43 Bergegas Ke Hotel
- Bab 44 Tidak Tahan Lagi
- Bab 45 Tertangkap Basah
- Bab 46 Memilih Untuk Memaafkannya
- Bab 47 Pencuri
- Bab 48 Menggeledah Tubuh
- Bab 49 Orang Yang Benar Akan Bersikap Benar
- Bab 50 Rencana Gagal
- Bab 51 Penyewa Baru
- Bab 52 Guru Tony
- Bab 53 Diva Masa Depan
- Bab 54 Curahan Hati
- Bab 55 Teknik Pedang
- Bab 56 Reuni Teman Sekolah
- Bab 57 Menunjukkan keterampilan bela diri
- Bab 58 Tiga pengawal
- Bab 59 Rizal Membuat Onar
- Bab 60 Keputusan yang menyakitkan
- Bab 61 Mabuk
- Bab 62 Negosiasi
- Bab 63 Pesan Terakhir
- Bab 64 Harapan Yang Tinggi
- Bab 65 Undangan Dari Lastri Wahyuni
- Bab 66 Bertemu Ramya Lagi
- Bab 67 Mencambuk Wanita
- Bab 68 Mengajari Awang
- Bab 69 Listrik Putus
- Bab 70 Hal Yang Aneh
- Bab 71 Kehilangan Akal Sehat
- Bab 72 Bahu Yang Bisa Disandar
- Bab 73 Panggilan Telepon Dari Hafid Waka
- Bab 74 Tamu Yang Tidak Diundang
- Bab 75 Dojo Jangga
- Bab 76 Lebih Mudah dan Terampil
- Bab 77 Peringatan Instruktur Louis
- Bab 78 Membayar
- Bab 79 Meminta Maaf Dengan Canggung
- Bab 80 Panti Asuhan
- Bab 81 Semangkuk Sup Daging
- Bab 82 Pengakuan Cinta Yang Sangat Mendadak
- Bab 83 Ditangkap
- Bab 84 Serangan Diam-Diam
- Bab 85 Membuat Masalah Pada Saat Putus Asa
- Bab 86 Memotong Alat Kelamin
- Bab 87 Kematian Awang
- Bab 88 Kompetisi Bela Diri Nasional
- Bab 89 Dompet Dicuri
- Bab 90 Acara Pembukaan
- Bab 91 Bertemu Adalah Jodoh
- Bab 92 Ada Yang Menyewa Tempat
- Bab 93 Rayakan Ulang Tahun Guru
- Bab 94 Tinju Satu Inchi
- Bab 95 Kompetisi Secara Resmi
- Bab 96 Lawan Di Babak Pertama
- Bab 97 Kekuatan Yang Hebat
- Bab 98 Mengubah Kekalahan Menjjadi Kemenangan
- Bab 99 Shao Lin Chang Quan
- Bab 100 Mencapai Ketenangan
- Bab 101 Tidak Mau Kalah
- Bab 102 Menang
- Bab 103 Sahabat Baik, Anita
- Bab 104 Memandang Rendah
- Bab 105 Mendapatkan Ucapan Selamat Tinggal
- Bab 106 Kakak dari Ardi
- Bab 107 Teknik Pedang Mematikan
- Bab 108 Takdir
- Bab 109 Aura Pembunuh
- Bab 110 Petarung Yang Kuat
- Bab 111 Tiga Puluh Empat Besar
- Bab 112 Teknik Bantingan Dan Pelepasan Tulang