My Beautiful Teacher - Bab 28 Gym Seni Bela Diri
Melihat pelatih mengajar dengan serius, resepsionis wanita juga tidak mengganggunya, dan segera membawaku kembali ke aula.
Dia bertanya bagaimana perasaanku.
Aku tidak tahan dan bertanya : "Seni bela diri campuran ini, tidak tahu apakah berguna dalam kehidupan nyata, karena sekarang banyak sekali seni bela diri tradisional yang digunakan untuk pertunjukkan."
Resepsionis wanita tersenyum, dan menunjuk ke dinding.
Banyak sekali foto yang ditempel di dinding, yang dia tunjuk adalah foto bersama dari pelatih paruh baya tadi dengan seorang paruh baya yang memakai seragam polisi.
"Dua tahun yang lalu, pelatih Herman melihat dua perampok ingin mencuri tas seorang wanita di jalan, jadi dia pergi menolong, hanya dengan tiga trik saja telah bisa menjatuhkan dua orang tersebut, ini adalah foto dia dengan kapten Tim Polisi Kriminal dari Departemen Kepolisian Kota setelah insiden itu."
Aku menatap foto itu dan melihatnya sejenak, menganggukkan kepada, lalu bertanya lagi : "Kalau begitu, bagaimana menagihnya?"
"Orang dewasa satu tahun Rp 10,6 juta, setiap hari selasa, kamis, sabtu, malam jam tujuh mulai hingga jam 9, dua jam."
"Apakah orang dewasa lain yang mendaftar?"
"Ada, sekitar empat puluh atau lima puluh."
Aku mengeluh harganya sedikit mahal, lalu tawar-menawar dengannya, resepsionis wanita juga tidak bisa berbuat apa-apa, pada momen yang penting, orang tua yang ada di arena tadi keluar.
Resepsionis wanita ini tergesa-gesa memanggil Herman Louis.
Herman tersenyum dan bertanya : "Herman , ada apa?"
Resepsionis wanita yang bernama Herman menjelaskan : "Tuan ini ingin mendaftar, tetapi mengeluh harganya sedikit mahal."
Tatapan Herman tertuju padaku, tersenyum dengan baik dan berkata : "Maaf, anak muda, kita di sini tidak bisa tawar-menawar, jika kamu bisa merekomendasikan teman untuk datang bersama, baru bisa memberimu sedikit diskon."
Ketika melihat gerakan dan semangat murid dari pelatih Herman tadi, sebenarnya aku telah sedikit tergerak, hanya saja terbiasa ingin menawar, ketika melihat tidak bisa menawar, maka langsung membayar tanpa memperhitungkannya lagi.
Resepsionis wanita bertanggung jawab untuk menerima uang, Herman tersenyum dan bertanya : "Anak muda, mengapa kamu mau ke sini untuk belajar seni bela diri?"
"Menyehatkan fisik dan olahraga." Aku berkata, sebenarnya dalam hati masih ada pemikiran lainnya, yaitu demi pertahanan diri, agar tidak seperti terakhir kali, dipukul oleh para brandal itu, sama sekali tidak ada kekuatan untuk melawan.
Herman tersenyum dan menganggukkan kepala, setelah mengobrol dua kalimat lalu pergi.
Karena hari ini adalah hari selasa, Herman memberi tahuku, malam ini jam tujuh harus kemari, belajar seni bela diri bersama sekelompok murid baru.
Malam jam tujuh, aku datang ke gym bela diri tepat waktu.
Ada sekitar sepuluh orang dewasa yang belajar bersamaku, di antaranya juga ada seorang wanita.
Wanita itu mengikat rambut ekor kuda, tubuhnya tinggi dan ramping, dia sangat cantik, memakai baju olahraga berwarna hitam.
pelatih Herman belum tiba, dia berinisiatif memulai percakapan denganku, tersenyum dan bertanya : "Apakah kamu baru di sini?"
Aku menganggukkan kepala.
Wanita itu tersenyum : "Kami juga baru belajar beberapa pelajaran, sekarang beberapa gerakan dasar kaki."
Wanita ini sangat cantik ketika tersenyum, aku berterima kasih kepadanya.
Wanita itu tersenyum dan berkata : "Namaku Ladira Zimo, siapa namamu?"
"Namaku Wenas ."
"Sangat senang berkenalan denganmu." Ladira tersenyum dan berkata.
Ketika berbicara, pelatih Herman masuk.
"pelatih Herman sangat galak, kamu harus mendengarkan dan belajar dengan saksama." Ladira berkata dengan suara rendah, lalu segera menutup mulut.
Seperti yang Ladira katakan, pelatih Herman saat berhadapan dengan semua orang, ekspresinya seram, tidak tersenyum sedikit pun.
"Dengar-dengar ada murid baru, silahkan berdiri." pelatih Herman membuka mulut dan berkata.
Mata semua orang tertuju padaku, aku sedikit malu, tetapi masih berdiri.
"Ke depan dan perkanalkan diri, biarkan semuanya mengenalimu."
Aku sedikit tidak berdaya, terpaksa maju ke depan dan memperkenalkan diri.
Kemudian, pelatih Herman mulai mengajari kami seni bela diri.
Karena aku adalah murid baru, dia menjelaskan gerakan dasar sekali lagi, lalu mengajari kami satu per satu.
Pada saat ini, Herman berdiri di samping kami lagi, jika melihat gerakan kami salah, maka dia akan memperbaikinya.
Setelah bertalih satu jam, aku lelah hingga berkeringat satu kepala.
pelatih Herman membiarkan semuanya beristirahat selama beberapa menit, Herman tersenyum dan bertanya kepadaku : "Anak muda, kamu sepertinya jarang olahraga."
Aku menganggukkan kepala dengan malu.
"Berlatih bidang kami ini, pertama harus memiliki dasar yang kuat, tubuh harus kuat, dengan begini pukulan dan tendangan baru akan bertenaga. Jadi, setiap pagi, kamu harus berlari sepuluh kilometer, push-up dan sit-up masing-masing 100 kali, dan mengulangi gerakan beberapa kali yang telah dipelajari setiap hari, paham?"
"Berlatih begitu banyak?" Aku kurang percaya diri begitu mendengarnya.
Herman malah sedikit mengerutkan kening : "Sedikit penderitaan ini saja tidak bisa ditanggung, bagaimana belajar seni bela diri?"
Aku mengatakan ya terus-menerus dan bertanya : "Maaf, Anda adalah siapanya pelatih Herman ?"
"Aku adalah ayahnya." Herman berkata terus terang, "Keluarga kami membuka gym seni bela diri selama beberapa generasi, hingga generasiku adalah yang paling buruk, tetapi anakku bersedia menanggung kesulitan, gym seni bela diri yang dibuka sekarang juga perlahan-lahan mengalami kemajuan."
"Apa kabar, Herman ." Saat mengobrol, Ladira yang pergi ke kamar mandi telah kembali, tersenyum dan menyapa Herman .
Herman tersenyum dan menganggukkan kepala, bertanya : "Apakah kakekmu baik-baik saja?"
"Berkat Anda, tubuhnya lumayan sehat."
"Bagus kalau begitu." Herman tersenyum dan berdiri, lalu berkata : "Kalian bicaralah."
Herman telah pergi, aku bertanya : "Kamu mengenal Herman ?"
"Waktu itu ketika kakekku belum pensiun, Herman pernah membantu kakekku." Ladira tersenyum dan bertanya : "Oh ya, apa pekerjaanmu?"
"Aku, seorang tuan rumah, tidak bekerja sama sekali." Aku tersenyum dengan malu.
"Bisa menjadi tuan rumah, kondisi keluarga pasti tidak buruk."
"Biasa-biasa saja, bagaimana denganmu?" Aku bertanya.
"Hehe, aku adalah seorang pengacara." Ladira mengeluarkan selembar kartu nama, tersenyum dan memberikannya kepadaku : "Ini adalah kartu namaku, jika kelak ada masalah dan perlu mencariku, bisa langsung meneleponku."
Aku melihat kartu nama tersebut, tertulis kantor Advokat Femes di atasnya, di bawahnya tertulis nama, cara menghubungi dan alamat kantornya.
Aku menganggukkan kepala, lalu menyimpan kartu nama tersebut.
Kemudian belajar lagi selama satu jam, akhirnya hari pertama telah selesai.
Malam hari ketika tiba di rumah, aku tidak memberitahukan hal ini kepada Fela .
Aku ingin berubah secara diam-diam, membiarkan Fela menyadari perubahanku sendiri, ini akan memberiku rasa kepuasan dan keberhasilan.
Satu minggu ke depan, aku selain pergi belajar seni bela diri pada jam tertentu, juga lari pagi, berlatih tinju, push-up dan sit-up sesuai dengan permintaan Herman .
Beberapa hari pertama sangat sulit, ada perasaan ingin mati, tetapi perlahan-lahan, setelah beradaptasi merasa sudah tidak begitu menderita.
Pada saat hari sabtu, aku sedang bersiap ke pasar untuk membeli sayur pada sore hari, baru buka pintu, aku melihat Ramya Tenggana keluar dari rumahnya, masih ada bekas air mata di wajahnya, dia menundukkan kepala dan berlari dari sisiku, tidak menengadahkan kepala dan melihatku sama sekali, dia terlihat sangat sedih, wajahnya masih ada beberapa jejak merah, seperti ditampar oleh orang.
Segera setelah itu, Awang Ramsudin juga keluar, berteriak : "Ramya , aku salah, kamu jangan pergi, kamu dengarkan aku menjelaskan..."
Dia melihatku, langkah kakinya berhenti sejenak, menganggukkan kepala, termasuk menyapa, lalu buru-buru mengejar Ramya lagi.
Apakah suami istri bertengkar? Mungkinkah jejak merah yang ada di wajah Ramya adalah pukulan Awang ?"
Sebenarnya apa yang terjadi di antara mereka?
Meskipun telah memutuskan untuk menyerah pada Ramya , tetapi melihat Ramya lari sambil menangis, aku masih sedikit tidak tega, karena rasa penasaran dan perhatian, aku juga mengikuti dengan langkah cepat.
Novel Terkait
Someday Unexpected Love
AlexanderAkibat Pernikahan Dini
CintiaLove at First Sight
Laura VanessaYour Ignorance
YayaHis Second Chance
Derick HoThe Revival of the King
ShintaRahasia Istriku
MahardikaMy Beautiful Teacher×
- Bab 1 Mengintip
- Bab 2 Katup Air Rusak
- Bab 3 Minum Anggur
- Bab 4 Gerakan Di Kamar Mandi
- Bab 5 Pengakuan Di Atas Gunung
- Bab 6 Kesalahpahaman Larut Malam
- Bab 7 Dalam Jangkauan
- Bab 8 Asis Yang Kesal
- Bab 9 Tidak Tau Diuntung
- Bab 10 Peminat Sewa Yang Baru
- Bab 11 Godaan Fela
- Bab 12 Wanita Muda Yang Berseni
- Bab 13 Orang Aneh
- Bab 14 Pengalaman Hidup
- Bab 15 Toilet Wanita
- Bab 16 Dadanya Membesar
- Bab 17 Mengobrol
- Bab 18 Pertunjukan Pinggir Jalan
- Bab 19 Gedung Pengajaran
- Bab 20 Bar Romantis
- Bab 21 Membuat Masalah
- Bab 22 Terluka
- Bab 23 Belum Mulai pun Sudah Berpisah
- Bab 24 Panggil Aku Kakak
- Bab 25 Tiga Lembar Tiket Bioskop
- Bab 26 Kesalahan Adalah Kesalahan
- Bab 27 Mantan Pacar Fela
- Bab 28 Gym Seni Bela Diri
- Bab 29 Pelatih Yang Keras
- Bab 30 Keterampilan Khusus
- Bab 31 Sisi Lain Ramya
- Bab 32 Pergi Ke Suatu Tempat
- Bab 33 Memecahkan Kesalahpahaman
- Bab 34 Merasa Tercerahkan
- Bab 35 Bobby
- Bab 36 Bertarung
- Bab 37 Berpikiran sempit
- Bab 38 Serangan balik putus asa
- Bab 39 Luar dingin dalam panas
- Bab 40 Kecelakaan
- Bab 41 Persyaratan Asis
- Bab 42 Penemuan Theo
- Bab 43 Bergegas Ke Hotel
- Bab 44 Tidak Tahan Lagi
- Bab 45 Tertangkap Basah
- Bab 46 Memilih Untuk Memaafkannya
- Bab 47 Pencuri
- Bab 48 Menggeledah Tubuh
- Bab 49 Orang Yang Benar Akan Bersikap Benar
- Bab 50 Rencana Gagal
- Bab 51 Penyewa Baru
- Bab 52 Guru Tony
- Bab 53 Diva Masa Depan
- Bab 54 Curahan Hati
- Bab 55 Teknik Pedang
- Bab 56 Reuni Teman Sekolah
- Bab 57 Menunjukkan keterampilan bela diri
- Bab 58 Tiga pengawal
- Bab 59 Rizal Membuat Onar
- Bab 60 Keputusan yang menyakitkan
- Bab 61 Mabuk
- Bab 62 Negosiasi
- Bab 63 Pesan Terakhir
- Bab 64 Harapan Yang Tinggi
- Bab 65 Undangan Dari Lastri Wahyuni
- Bab 66 Bertemu Ramya Lagi
- Bab 67 Mencambuk Wanita
- Bab 68 Mengajari Awang
- Bab 69 Listrik Putus
- Bab 70 Hal Yang Aneh
- Bab 71 Kehilangan Akal Sehat
- Bab 72 Bahu Yang Bisa Disandar
- Bab 73 Panggilan Telepon Dari Hafid Waka
- Bab 74 Tamu Yang Tidak Diundang
- Bab 75 Dojo Jangga
- Bab 76 Lebih Mudah dan Terampil
- Bab 77 Peringatan Instruktur Louis
- Bab 78 Membayar
- Bab 79 Meminta Maaf Dengan Canggung
- Bab 80 Panti Asuhan
- Bab 81 Semangkuk Sup Daging
- Bab 82 Pengakuan Cinta Yang Sangat Mendadak
- Bab 83 Ditangkap
- Bab 84 Serangan Diam-Diam
- Bab 85 Membuat Masalah Pada Saat Putus Asa
- Bab 86 Memotong Alat Kelamin
- Bab 87 Kematian Awang
- Bab 88 Kompetisi Bela Diri Nasional
- Bab 89 Dompet Dicuri
- Bab 90 Acara Pembukaan
- Bab 91 Bertemu Adalah Jodoh
- Bab 92 Ada Yang Menyewa Tempat
- Bab 93 Rayakan Ulang Tahun Guru
- Bab 94 Tinju Satu Inchi
- Bab 95 Kompetisi Secara Resmi
- Bab 96 Lawan Di Babak Pertama
- Bab 97 Kekuatan Yang Hebat
- Bab 98 Mengubah Kekalahan Menjjadi Kemenangan
- Bab 99 Shao Lin Chang Quan
- Bab 100 Mencapai Ketenangan
- Bab 101 Tidak Mau Kalah
- Bab 102 Menang
- Bab 103 Sahabat Baik, Anita
- Bab 104 Memandang Rendah
- Bab 105 Mendapatkan Ucapan Selamat Tinggal
- Bab 106 Kakak dari Ardi
- Bab 107 Teknik Pedang Mematikan
- Bab 108 Takdir
- Bab 109 Aura Pembunuh
- Bab 110 Petarung Yang Kuat
- Bab 111 Tiga Puluh Empat Besar
- Bab 112 Teknik Bantingan Dan Pelepasan Tulang