My Beautiful Teacher - Bab 19 Gedung Pengajaran
Ciuman hangat Fela membuatku kaget, sangat tiba-tiba, hingga membuatku memiliki dorongan di dalam hati, adikku bereaksi tanpa sadar dan menempel di perut bagian bawahnya.
Setelah bereaksi, tanpa sadar aku menanggapi ciumannya, dua lidah saling terjerat, merasakan suhu satu sama lain.
Dalam hidupku, ini adalah pertama kalinya seorang gadis menciumku atas inisiatifnya sendiri, jika aku bilang hatiku tidak tergoyah, maka itu palsu.
Dalam proses berciuman, aku menggunakan sudut mata untuk melihat Asis.
Tetapi menemukan wajah Asis sangat suram dan matanya bersinar dengan cahaya dingin, dia berkata dengan marah, " Fela, coba kamu katakan, poin aku mana yang tidak lebih baik dari bocah ini, jika ingin uang, keluargaku sangat banyak, bisa membeli rumah sebanyak yang kamu inginkan! Dalam hal penampilan dan bentuk, aku sepuluh kali lebih baik dari pria ini! Hanya wanita buta sepertimu yang akan menyukai sampah ini! "
Aku mendengarnya dan agak tidak senang, orang ini benar-benar menyebutku sampah, aku segera berpisah dengan Fela, siap membantah, tetapi Fela berkata: "Iya, dia adalah sampah, tetapi aku masih tetap suka sama dia, kamu, bahkan sampah pun tidak pantas! Asis, sebaiknya kamu lupakan aku saja! "
" Fela, kamu dan juga kamu, dasar brengsek, kalian tunggu aku!" Asis pergi dengan marah.
Aku melihat punggungnya dan berkata, "Ada apa ini, bagaimana orang seperti ini bisa menjadi guru di sekolah menengah?"
Kedinginan ketika menghadapi Asis telah menghilang, wajah Fela kembali tersenyum dan berkata dengan terengah-engah, "Aku dicium olehmu hampir kehabisan napas."
Aku tertawa: "Kamu mengambil ciuman pertamaku, bagaimana kamu akan membayarnya?"
"Ciuman pertama?" Fela menunjukkan ekspresi terkejut: "Kamu belum pernah berpacaran sebelumnya?"
Aku hanya bercanda tentang ini, meskipun aku tidak bermesraan dengan kedua pacar ketika masih sekolah, tetapi masih ada berciuman.
Ketika masih kuliah, aku akan meraba-raba dengan mantan pacar, tetapi bodohnya aku tidak tahu bagaimana melangkah lebih jauh, mungkin itu sebabnya dia ingin putus denganku setelah lulus.
Tetapi tanpa menunggu jawabanku, Fela berkata lagi, "Aku akan menawarkan ciumanku, ini aku yang menderita kerugian, oke? Tetapi kamu jangan serakah! "
Aku tersenyum, berhenti bercanda dan bertanya, "Ada apa dengan kamu dan Asis ?"
"Ketika aku pertama kali datang ke sekolah ini sebagai guru, pria itu terus mengejarku, tetapi aku mendengar bahwa dia telah mengejar banyak guru lain, yang paling aku benci adalah orang yang mempermainkan perasaan wanita dengan mengandalkan uang keluarganya, jadi aku tidak menerimanya. Tetapi dia masih melekat padaku dengan keras kepala dan aku meninggalkan sekolah juga karena alasan ini. Pernah sekali aku melihatnya di jalan bersama seorang wanita di tangan kiri dan kanannya, yang membuat aku merasa semakin jijik."
"Apakah kamu tahu dia pergi ke rumah Ramya kemarin?" Aku tidak bisa menahan dan bertanya.
"Rumah kak Ramya ? Dia pergi ke sana buat apa?"
Dari nada bicara Fela, sepertinya Ramya tidak memberitahunya tentang hal itu.
"Tidak apa-apa, aku dengar Asis dan Pak Wang adalah teman sekelas SMA, pada saat itu dia pergi mencarinya, tetapi dia pergi ketika mereka melihat Pak Wang tidak ada di sana."
Fela menunjukkan ekspresi santai dan berkata: "Ketika aku mengundurkan diri, aku menemukan bahwa ada yang tidak benar dengan tatapan Asis ketika dia melihat kak Ramya, kak Ramya sebaiknya menjauh darinya."
Intuisi Fela sangat akurat, tetapi dia tidak tahu bahwa banyak hal telah terjadi.
Kemudian kami pergi ke gedung pengajaran, Fela pergi ke kantor guru senior untuk mencari seorang guru musik dan berbicara dengannya, lalu kami pergi ke perpustakaan.
Ruang musik berada di sebelah perpustakaan, ini adalah ruang kelas untuk siswa seni yang ingin mengambil ujian musik.
Fela akan mengajar kelas dua jam untuk beberapa siswa seni, aku mendengarnya di luar kelas sebentar, meskipun Fela bernyanyi dengan sangat baik, dia tidak punya pilihan selain mengajar musik vocal, aku sama tidak tertarik untuk mendengarnya, jadi aku diam-diam meninggalkan perpustakaan.
Dia tidak memberi tahu aku di mana kantor Ramya, tetapi dia telah mengatakan kelas apa yang Ramya ajarkan.
Jadi aku berjalan melintasi sekolah, mencari di gedung pengajaran SMA kelas 3, berbalik dan menemukan kelas B dari anak kelas 3.
Yang mengecewakan aku adalah, di kelas B saat ini gurunya adalah seorang lelaki tua berusia enam puluhan tahun, bukan Ramya.
Aku berjalan-jalan di lorong gedung pengajaran, tanpa diduga, aku menemukan kantor para guru.
Melalui jendela kantor, aku melihat ada tiga guru yang sedang duduk di dalam kantor, salah satunya adalah Ramya, dia sedang duduk di dekat jendela, mempersiapkan pelajaran dengan serius, tanpa disadari ada seseorang sedang mengintip dari luar jendela.
Aku sangat bahagia, tidak sangka aku dapat menemukannya tanpa usaha apapun.
Jadi aku mengirim pesan WeChat ke Ramya : "Aku di luar jendela kantor kalian."
Setelah beberapa detik, Ramya menoleh dan melihat ke arah jendela.
Mata kami saling bertatapan di udara dan pipi cantiknya tiba-tiba berubah warna, dia segera meletakkan buku pelajarannya dan berjalan keluar kantor.
Dia langsung menarikku ke samping dan berbisik, "Kamu..... Mengapa kamu di sini?"
" Fela menggantikan salah satu teman baiknya untuk mengambil kelas, jadi aku ikut dengannya untuk melihat lingkungan kerjamu."
" Wenas, kamu jangan main-main lagi, aku sedang bekerja, kamu segera pergi dari sini." Ramya berkata sambil melihat sekeliling dengan cemas.
Untungnya, tidak ada orang di koridor.
“Aku hanya ingin melihatmu.”Kataku dengan sedikit sedih.
Ramya tidak menghiraukan aku, berbalik dan ingin memasuki kantor.
Aku meraih tangannya.
Ramya menunjukkan sedikit kepanikan, bergegas menyingkirkan tanganku, memelototiku dengan ganas, lalu dengan cepat berjalan ke kantor.
Aku melihatnya kembali ke posisinya dan terus mempersiapkan pelajaran dengan buku teksnya, aku tidak dapat menahan diri untuk mengeluarkan ponselnya dan mengirimkan pesan WeChat: "Aku akan menunggumu di lantai bawah gedung pengajaran, jika kamu tidak datang ke sini dalam sepuluh menit, aku akan berteriak di sekolah ini, aku menyukaimu, aku menyukai Ramya. "
Setelah mengirimkan pesan ini, tidak peduli dengan reaksi Ramya, aku segera turun dari gedung pengajaran.
Aku menunggu di lantai bawah dengan cemas, setiap menit dan setiap detik adalah semacam penderitaan bagiku.
Melihat bahwa lebih dari delapan menit telah berlalu, aku merasa putus asa.
Jika Ramya tidak turun, aku juga tidak akan benar-benar berteriak di sekolah.
Meskipun aku sedikit impulsif, tetapi pikiranku masih jernih, jika aku melakukan ini, tidak hanya akan membuat nama Ramya menjadi jelek, tetapi juga membongkar rahasia antara aku dan Ramya.
Dan pada saat menit kesembilan, sosok cantik turun.
Ramya mengenakan mantel set hitam dan sepatu hak tinggi, muncul di depanku dan berkata dengan marah, " Wenas, apakah kamu harus memaksaku ke situasi putus asa, kamu baru akan menyerah?"
Aku tidak menjawabnya, tetapi maju dan langsung memeluknya.
Tidak peduli seberapa keras perjuangan Ramya, aku tidak akan melepaskannya, sebaliknya, aku mencium bibirnya dengan keras dan tanganku juga meraih kerahnya bajunya, bermain dengan kepenuhannya secara sembarangan.
Seperti terakhir kali di toilet, Ramya gagal menahan seranganku, wajahnya menjadi panas dan memerah dan tubuhnya melembut di pelukanku, dia berkata dengan samar: "Di sini... akan terlihat oleh orang, tolong... jangan... "
Aku merasa sangat tidak nyaman, jadi aku membawanya ke belakang gedung pengajaran.
Lantai pertama gedung pengajaran adalah kelas laboratorium, tidak ada siswa yang mengikuti kelas saat ini dan ada lorong sempit di belakang gedung pengajaran, lorong ini dikelilingi tembok dan bagian luarnya adalah luar sekolah.
Ketika sampai di belakang gedung pengajaran, aku tidak bisa menahan diri untuk tidak mengeluh bahwa ini adalah kesempatan yang luar biasa.
Tanganku sudah tidak bisa tertahankan dan merogoh rok pinggulnya.
Ramya gemetar dan meraih tanganku, tetapi dia tidak bisa menahan seranganku, aku masih dengan tegas menembusnya dan mulai bergerak dengan dua jari.
Novel Terkait
The Revival of the King
ShintaThe Sixth Sense
AlexanderAfter Met You
AmardaHis Second Chance
Derick HoMy Beautiful Teacher
Haikal ChandraPRIA SIMPANAN NYONYA CEO
Chantie LeeInnocent Kid
FellaMy Beautiful Teacher×
- Bab 1 Mengintip
- Bab 2 Katup Air Rusak
- Bab 3 Minum Anggur
- Bab 4 Gerakan Di Kamar Mandi
- Bab 5 Pengakuan Di Atas Gunung
- Bab 6 Kesalahpahaman Larut Malam
- Bab 7 Dalam Jangkauan
- Bab 8 Asis Yang Kesal
- Bab 9 Tidak Tau Diuntung
- Bab 10 Peminat Sewa Yang Baru
- Bab 11 Godaan Fela
- Bab 12 Wanita Muda Yang Berseni
- Bab 13 Orang Aneh
- Bab 14 Pengalaman Hidup
- Bab 15 Toilet Wanita
- Bab 16 Dadanya Membesar
- Bab 17 Mengobrol
- Bab 18 Pertunjukan Pinggir Jalan
- Bab 19 Gedung Pengajaran
- Bab 20 Bar Romantis
- Bab 21 Membuat Masalah
- Bab 22 Terluka
- Bab 23 Belum Mulai pun Sudah Berpisah
- Bab 24 Panggil Aku Kakak
- Bab 25 Tiga Lembar Tiket Bioskop
- Bab 26 Kesalahan Adalah Kesalahan
- Bab 27 Mantan Pacar Fela
- Bab 28 Gym Seni Bela Diri
- Bab 29 Pelatih Yang Keras
- Bab 30 Keterampilan Khusus
- Bab 31 Sisi Lain Ramya
- Bab 32 Pergi Ke Suatu Tempat
- Bab 33 Memecahkan Kesalahpahaman
- Bab 34 Merasa Tercerahkan
- Bab 35 Bobby
- Bab 36 Bertarung
- Bab 37 Berpikiran sempit
- Bab 38 Serangan balik putus asa
- Bab 39 Luar dingin dalam panas
- Bab 40 Kecelakaan
- Bab 41 Persyaratan Asis
- Bab 42 Penemuan Theo
- Bab 43 Bergegas Ke Hotel
- Bab 44 Tidak Tahan Lagi
- Bab 45 Tertangkap Basah
- Bab 46 Memilih Untuk Memaafkannya
- Bab 47 Pencuri
- Bab 48 Menggeledah Tubuh
- Bab 49 Orang Yang Benar Akan Bersikap Benar
- Bab 50 Rencana Gagal
- Bab 51 Penyewa Baru
- Bab 52 Guru Tony
- Bab 53 Diva Masa Depan
- Bab 54 Curahan Hati
- Bab 55 Teknik Pedang
- Bab 56 Reuni Teman Sekolah
- Bab 57 Menunjukkan keterampilan bela diri
- Bab 58 Tiga pengawal
- Bab 59 Rizal Membuat Onar
- Bab 60 Keputusan yang menyakitkan
- Bab 61 Mabuk
- Bab 62 Negosiasi
- Bab 63 Pesan Terakhir
- Bab 64 Harapan Yang Tinggi
- Bab 65 Undangan Dari Lastri Wahyuni
- Bab 66 Bertemu Ramya Lagi
- Bab 67 Mencambuk Wanita
- Bab 68 Mengajari Awang
- Bab 69 Listrik Putus
- Bab 70 Hal Yang Aneh
- Bab 71 Kehilangan Akal Sehat
- Bab 72 Bahu Yang Bisa Disandar
- Bab 73 Panggilan Telepon Dari Hafid Waka
- Bab 74 Tamu Yang Tidak Diundang
- Bab 75 Dojo Jangga
- Bab 76 Lebih Mudah dan Terampil
- Bab 77 Peringatan Instruktur Louis
- Bab 78 Membayar
- Bab 79 Meminta Maaf Dengan Canggung
- Bab 80 Panti Asuhan
- Bab 81 Semangkuk Sup Daging
- Bab 82 Pengakuan Cinta Yang Sangat Mendadak
- Bab 83 Ditangkap
- Bab 84 Serangan Diam-Diam
- Bab 85 Membuat Masalah Pada Saat Putus Asa
- Bab 86 Memotong Alat Kelamin
- Bab 87 Kematian Awang
- Bab 88 Kompetisi Bela Diri Nasional
- Bab 89 Dompet Dicuri
- Bab 90 Acara Pembukaan
- Bab 91 Bertemu Adalah Jodoh
- Bab 92 Ada Yang Menyewa Tempat
- Bab 93 Rayakan Ulang Tahun Guru
- Bab 94 Tinju Satu Inchi
- Bab 95 Kompetisi Secara Resmi
- Bab 96 Lawan Di Babak Pertama
- Bab 97 Kekuatan Yang Hebat
- Bab 98 Mengubah Kekalahan Menjjadi Kemenangan
- Bab 99 Shao Lin Chang Quan
- Bab 100 Mencapai Ketenangan
- Bab 101 Tidak Mau Kalah
- Bab 102 Menang
- Bab 103 Sahabat Baik, Anita
- Bab 104 Memandang Rendah
- Bab 105 Mendapatkan Ucapan Selamat Tinggal
- Bab 106 Kakak dari Ardi
- Bab 107 Teknik Pedang Mematikan
- Bab 108 Takdir
- Bab 109 Aura Pembunuh
- Bab 110 Petarung Yang Kuat
- Bab 111 Tiga Puluh Empat Besar
- Bab 112 Teknik Bantingan Dan Pelepasan Tulang