My Beautiful Teacher - Bab 67 Mencambuk Wanita
Kebetulan makanan sudah datang, Ramya menyapaku untuk makan.
Awang membuka anggur, menuangkan untuk dirinya, meminum dengan perlahan, sama sekali tidak mempedulikan aku.
Ramya tersenyum canggung, juga tidak berbicara.
Secara bertahap, semuanya menjadi hening, suasananya juga menjadi membosankan.
Aku sedikit menyesal datang kemari, demi memecah keheningan, lalu berkata dengan bercanda “Pak Wang, gayamu sekarang sudah hampir menjadi guru seni, apakah kepala sekolah mengizinkanmu gayamu yang sekarang ini”
Tidak disangka Awang tidak mempedulikan aku.
Ramya buru-buru berkata “Dia sedang cuti.”
“Katakan saja jika sudah berhenti kerja, tidak perlu mencari alasan yang terlalu tinggi.” Awang segera menjawab.
Ekspresi wajah Ramya sedikit sulit, aku juga sangat terkejut.
Pantas saja Awang begitu putus asa, rupanya tidak bekerja lagi.
Dan Ramya masih menjadi guru, masih harus bekerja menjadi tutor, sangat tidak mudah.
Saat ini, Ramya mengalihkan topik pembicaraan “Oh ya, mengapa Lala tidak datang bersamammu, aku menelepon ke nomor dia, tapi nomornya sudah diganti, apa yang terjadi”
Pertanyaan ini membuat aku sedikit lengah, aku tidak tahu harus menjawab apa, sekian lama, akhirnya tidak bisa menjawab.
“Apakah kalian bertengkar?” Ramya bertanya.
Aku menggeleng, menarik nafas dalam, akhirnya mengatakan yang sebenarnya “Dia ditemukan oleh sebuah perusahaan musik di ibukota, untuk menjadi artis dibawah naungan mereka, pergi ke ibukota untuk berkembang.”
“Hah berkembang di ibukota, lalu bagaimana denganmu, apakah tidak pergi bersama dengannya?” Ramya bertanya penasaran.
Aku tersenyum pahit, merasa ragu sebentar, lalu berkata “Kami sudah berpisah.”
Ekspresi wajah Ramya berubah “Kenapa berpisah, kamu bisa pindah ke ibu kota untuk berkembang bersamanya”
“Perusahaan yang mengontrak dia ada peraturan, artis dibawah naungan tidak boleh memiliki pacar, jika ada, juga harus putus.”
Selesai aku berkata, Ramya terdiam, tidak bisa mengatakan apapun.
Hatiku sedikit tidak nyaman, mengambil botol anggur, ingin menuangkan untuk diri sendiri, tapi Awang malah berkata dingin “Bukankah tadi kamu bilang tidak minum?”
Aku tertegun, melihat ekspresi tidak ramah Awang, dengan canggung meletakan botol anggur di atas meja.
Mereka bertiga makan dengan suasana begitu membosankan, setelah akhirnya selesai, aku bertanya pada mereka tinggal dimana.
Ramya awalnya ingin menjawab, tapi Awang berkata terlebih dahulu “Kenapa, kamu ingin bertamu kerumah kami, maaf saja, tidak menerima.”
Wajahnya memerah, 3 botol alkohol sudah dia habiskan, seluruh tubuhnya penuh dengan aroma alkohol, sepertinya sudah sedikit mabuk.
“Maaf, Awang mabuk, kamu jangan ambil hati.”
“Tidak apa-apa, aku bantu kamu memapah dia.”
Aku ingin pergi memapah Awang, tapi ditolak oleh Awang “Kamu pergi sejauh mungkin, jangan memiliki niat aneh pada Ramya lagi, jika tidak aku akan memukulmu sampai mati.”
Aku berdiri ditempat dengan tertegun, tidak bergerak lagi.
Ekspresi wajah Ramya menjadi sangat tidak enak, menundukkan kepala dan melirikku dengan sudut matanya, lalu langsung membuang muka, berkata “Kami pulang dulu, kelak hubungi lagi.”
Dia memapah Awang, menghentikan sebuah taksi dipinggir jalan lalu pergi.
Lagipula aku juga tidak ada kerjaan lain, hanya ingin melihat tempat tinggal Ramya sekarang, lalu menghentikan sebuah taksi, menyuruh supir untuk mengikuti dari belakang.
50 menit kemudian, akhirnya sampai ditempat tinggal mereka, tidak disangka masih ada lingkungan tua tahun 80-90-an di pinggir kota.
Bangunan paling tinggi di area kecil ini adalah tingkat 5, juga tidak ada lift, hiasan eksterior diluar juga terlihat tua, beberapa gedung lantai juga diselimuti tanaman rambat, yang merupakan suasana kuno.
Aku menghela nafas, benar-benar sangat sulit untuk mereka, ternyata tinggal di tempat tua seperti ini.
Di gedung terakhir, mereka masuk ke koridor.
Karena sudah tahu tempat mereka tinggal, aku lalu berbalik dan ingin pergi.
Tidak disangka terdengar suara teriakan wanita dari koridor “Jangan jangan, cepat lepaskan tanganmu”
“Wanita busuk, apakah mendengar bocah itu sudah putus dengan pacarnya, hatimu lalu bergetar lagi, ikut aku pulang, lihat bagaimana aku membereskanmu”
“Lepaskan, aku kesakitan” Wanita itu berkata dengan suara menangis.
Tubuhku gemetaran, kedua orang yang berbicara itu bukan orang lain, tapi itu adalah Ramya dan Awang yang tadi makan bersama.
Mendengar nada bicara keduanya, Ramya sepertinya disiksa oleh suaminya.
Setelah itu, terdengar suara langkah kaki tergesa-gesa dikoridor, tidak tahu apa yang dilakukan Awang pada Ramya, suara teriakan terdengar dari arah koridor.
Aliran darah panas mengalir dari tapak kaki ke kepala, bahkan jika aku sudah memutuskan hubungan saat itu dengan Ramya, tapi dia pada akhirnya adalah temanku dan seorang pria ternyata menggunakan kekerasan memukul wanita, sebagai pria, aku benar-benar tidak tahan dengan tindakan kejam dia ini.
Ekspresi wajahku menjadi gelap, dengan cepat melangkah ke koridor, mengikuti suara langkah kaki ke lantai 3.
Setelah sampai di lantai 3, kebetulan pintu nomor 302 terbuka, Ramya di tarik telinganya oleh Awang untuk masuk ke rumah.
Mereka bahkan tidak menutup pintu, lalu terdengar suara teriakan Ramya dari ruang tamu.
Suara ini membuat hatiku sangat sakit, aku tidak pernah bertemu dengan Ramya yang begitu menyedihkan seperti ini dan Awang yang begitu gila.
Sebuah kecelakaan mobil dan juga karena campur tanganku, mengubah sebuah keluarga yang awalnya bahagia.
Hatiku merasa bersalah dan juga merasa sangat marah kepada Awang.
Aku sudah mengerti, bekas luka di tangan Ramya pasti karena dipukul oleh Awang.
Aku merasa marah, dengan kecepatan paling cepat menuju pintu rumah mereka, langsung membanting pintu hingga terbuka.
Lalu melihat Ramya meringkuk di atas lantai, tangan dan wajahnya memiliki bekas merah, kesakitan dan air matanya mengalir.
Ekspresi wajah kejam Awang memang belum pernah aku lihat sebelumnya, tangannya memegang ikat pinggang, saat aku membuka pintu, dia sedang mencambuk Ramya dengan kejam menggunakan ikat pinggang itu.
Ramya gemetaran, menangis.
Kemunculanku membuat Awang tertegun, secara tidak sadar berhenti mencambuk Ramya, dia melotot kepadaku, berkata marah “Bocah sialan, kenapa kamu datang, apakah ingin datang berselingkuh dengan wanita bajingan ini lagi”
Wajahku memerah, berkata dengan marah “Awang, kamu memukul wanita, memukul istri sendiri, termasuk pria apa kamu, jangan lupa saat kamu menabrak mati orang, siapa yang pergi mencari uang kesana kemari, memohon, tidak peduli dengan tubuhnya sendiri, hanya demi mengumpulkan uang supaya kamu tidak masuk penjara”
Ramya juga sangat terkejut dengan kemunculan tiba-tiba aku, mendengar kata-kataku ini, dia menangis sambil memegang wajahnya, sepertinya menjadi lebih sedih.
Awang seperti tidak ada rasa penyesalan, memaki “Siapa yang ingin wanita bajingan ini menjual tubuh untuk mengumpulkan uang, walaupun aku masuk penjara juga tidak perlu dia begitu baik, jika bukan karena kamu, aku dan dia tidak akan menjadi seperti ini, wanita bajingan ini pantas dipukul”
Awang mengangkat ikat pinggangnya setelah selesai berbicara, lalu akan mencambuk Ramya lagi.
Aku panik, langsung menyerang kesana, saat ikat pinggang baru di angkat, aku menangkap tangan dia, berkata dengan marah “Kamu sama sekali tidak pantas menjadi suami Ramya”
“Haha, maksudmu aku tidak pantas, kamu lebih pantas benarkah? Sialan, aku sudah terlalu sabar menghadapimu, cari mati saja” Awang memaki dan mengarahkan sebuah pukulan ke arah wajahku.
Novel Terkait
My Beautiful Teacher
Haikal ChandraMy Charming Lady Boss
AndikaUangku Ya Milikku
Raditya DikaPernikahan Kontrak
JennyHidden Son-in-Law
Andy LeeGaun Pengantin Kecilku
Yumiko YangCEO Daddy
TantoMy Beautiful Teacher×
- Bab 1 Mengintip
- Bab 2 Katup Air Rusak
- Bab 3 Minum Anggur
- Bab 4 Gerakan Di Kamar Mandi
- Bab 5 Pengakuan Di Atas Gunung
- Bab 6 Kesalahpahaman Larut Malam
- Bab 7 Dalam Jangkauan
- Bab 8 Asis Yang Kesal
- Bab 9 Tidak Tau Diuntung
- Bab 10 Peminat Sewa Yang Baru
- Bab 11 Godaan Fela
- Bab 12 Wanita Muda Yang Berseni
- Bab 13 Orang Aneh
- Bab 14 Pengalaman Hidup
- Bab 15 Toilet Wanita
- Bab 16 Dadanya Membesar
- Bab 17 Mengobrol
- Bab 18 Pertunjukan Pinggir Jalan
- Bab 19 Gedung Pengajaran
- Bab 20 Bar Romantis
- Bab 21 Membuat Masalah
- Bab 22 Terluka
- Bab 23 Belum Mulai pun Sudah Berpisah
- Bab 24 Panggil Aku Kakak
- Bab 25 Tiga Lembar Tiket Bioskop
- Bab 26 Kesalahan Adalah Kesalahan
- Bab 27 Mantan Pacar Fela
- Bab 28 Gym Seni Bela Diri
- Bab 29 Pelatih Yang Keras
- Bab 30 Keterampilan Khusus
- Bab 31 Sisi Lain Ramya
- Bab 32 Pergi Ke Suatu Tempat
- Bab 33 Memecahkan Kesalahpahaman
- Bab 34 Merasa Tercerahkan
- Bab 35 Bobby
- Bab 36 Bertarung
- Bab 37 Berpikiran sempit
- Bab 38 Serangan balik putus asa
- Bab 39 Luar dingin dalam panas
- Bab 40 Kecelakaan
- Bab 41 Persyaratan Asis
- Bab 42 Penemuan Theo
- Bab 43 Bergegas Ke Hotel
- Bab 44 Tidak Tahan Lagi
- Bab 45 Tertangkap Basah
- Bab 46 Memilih Untuk Memaafkannya
- Bab 47 Pencuri
- Bab 48 Menggeledah Tubuh
- Bab 49 Orang Yang Benar Akan Bersikap Benar
- Bab 50 Rencana Gagal
- Bab 51 Penyewa Baru
- Bab 52 Guru Tony
- Bab 53 Diva Masa Depan
- Bab 54 Curahan Hati
- Bab 55 Teknik Pedang
- Bab 56 Reuni Teman Sekolah
- Bab 57 Menunjukkan keterampilan bela diri
- Bab 58 Tiga pengawal
- Bab 59 Rizal Membuat Onar
- Bab 60 Keputusan yang menyakitkan
- Bab 61 Mabuk
- Bab 62 Negosiasi
- Bab 63 Pesan Terakhir
- Bab 64 Harapan Yang Tinggi
- Bab 65 Undangan Dari Lastri Wahyuni
- Bab 66 Bertemu Ramya Lagi
- Bab 67 Mencambuk Wanita
- Bab 68 Mengajari Awang
- Bab 69 Listrik Putus
- Bab 70 Hal Yang Aneh
- Bab 71 Kehilangan Akal Sehat
- Bab 72 Bahu Yang Bisa Disandar
- Bab 73 Panggilan Telepon Dari Hafid Waka
- Bab 74 Tamu Yang Tidak Diundang
- Bab 75 Dojo Jangga
- Bab 76 Lebih Mudah dan Terampil
- Bab 77 Peringatan Instruktur Louis
- Bab 78 Membayar
- Bab 79 Meminta Maaf Dengan Canggung
- Bab 80 Panti Asuhan
- Bab 81 Semangkuk Sup Daging
- Bab 82 Pengakuan Cinta Yang Sangat Mendadak
- Bab 83 Ditangkap
- Bab 84 Serangan Diam-Diam
- Bab 85 Membuat Masalah Pada Saat Putus Asa
- Bab 86 Memotong Alat Kelamin
- Bab 87 Kematian Awang
- Bab 88 Kompetisi Bela Diri Nasional
- Bab 89 Dompet Dicuri
- Bab 90 Acara Pembukaan
- Bab 91 Bertemu Adalah Jodoh
- Bab 92 Ada Yang Menyewa Tempat
- Bab 93 Rayakan Ulang Tahun Guru
- Bab 94 Tinju Satu Inchi
- Bab 95 Kompetisi Secara Resmi
- Bab 96 Lawan Di Babak Pertama
- Bab 97 Kekuatan Yang Hebat
- Bab 98 Mengubah Kekalahan Menjjadi Kemenangan
- Bab 99 Shao Lin Chang Quan
- Bab 100 Mencapai Ketenangan
- Bab 101 Tidak Mau Kalah
- Bab 102 Menang
- Bab 103 Sahabat Baik, Anita
- Bab 104 Memandang Rendah
- Bab 105 Mendapatkan Ucapan Selamat Tinggal
- Bab 106 Kakak dari Ardi
- Bab 107 Teknik Pedang Mematikan
- Bab 108 Takdir
- Bab 109 Aura Pembunuh
- Bab 110 Petarung Yang Kuat
- Bab 111 Tiga Puluh Empat Besar
- Bab 112 Teknik Bantingan Dan Pelepasan Tulang