My Beautiful Teacher - Bab 7 Dalam Jangkauan

Dia sepertinya menyadari pergerakanku selanjutnya, dengan pelan berkata: "Jangan......jangan masuk....."

Saat berbicara, balik menggenggam reaksiku.

Aku yang ditahan olehnya, dalam sekejap langsung gemetaran, bisa merasakan tangan kecil Ramya yang lembut dan lunak.

Sepertinya dia juga terkejut oleh reaksiku, pada saat menggenggam, lalu dengan cepat melepaskan tangannya lagi, mengulurkan tangannya menahan tanganku yang bermain di bawah roknya.

"Aku tidak tahan lagi, Bu Ramya, berikan saja padaku." Kataku dengan bersemangat.

Dia berusaha keras menggeleng: "Tidak boleh, sungguh tidak boleh."

Namun, disaat kami sudah tidak bisa menahannya lagi, ada pergerakan lain di tempat tidur,: "Air, aku.....aku mau minum air......."

Aku dan Ramya seperti bertemu hal yang mengejutkan, langsung menghentikan semua pergerakan.

Wajah Ramya terlebih sangat pucat, dia langsung terduduk, lalu ekspresinya sedikit santai, berkata: "Aku tuangkan untukmu."

Dia merapikan bajunya dan pergi menuangkan air, tidak berhenti menggunakan tatapannya menyuruhku cepat pergi.

Aku berbaring di tepi ranjang, dengan hati-hati melihat sebentar.

Awang masih tetap berbaring di atas tempat tidur, tapi tampaknya sudah sadar, mengedipkan matanya dan juga mengucek matanya.

Tiba-tiba, dia terduduk di atas tempat tidur, mengejutkanku dan Ramya yang sedang menuangkan air.

Aku dengan cepat langsung menurunkan kepalaku, hatiku merasa bersalah sekali.

"Aku.....kencing dulu....." Ucap Awang dengan linglung, berdiri dan memakai sandal.

Karena posisi tempat tidur ada di pertengahan tempat tidur, Ramya bersandar di ubin lantai di dalam, sedangkan Awang tidur di bagian luar, jadi setelah dia berdiri langsung dari arahnya sana berjalan lurus ke tempat tidur, sedikitpun tidak memperhatikan kalau di lantai bawah tempat tidur ada seorang pria berbaring.

Saat pintu kamar mandi tertutup, aku dan Ramya bersamaan menghela nafas lega.

"Cepat.....cepat pergi.....gawat kalau ketahuan suamiku!" Ramya mendesak dengan sedikit kepanikan.

Aku juga panik sekali, langsung berdiri dan membawa celana diam-diam berlari keluar, saat mau pergi, masih memutar kepalaku melihat Ramya dengan tidak tega。

Sampai kembali ke kamarku, aku baru tenang dengan perlahan, memikirkan seharusnya aku tidak perlu begitu gugup, kalau memang tidak bisa, maka langsung katakan saja yang sebenarnya, bilang kalau aku sudah mabuk, tidak mengingat apapun, lalu dengan Awang tidur di kamar mereka.

Meskipun sedikit banyak pasti canggung, tapi juga tidak perlu begitu mengenaskan seperti sekarang.

Aku duduk di tempat tidur melihat jariku, air di kedua jariku masih belum kering, kucium sebentar, aroma wanita, membuatku sangat menyayangkan, memikirkan tadi di kamar sepasang suami istri begitu intim dengan Ramya, bagian bawahku dengan tidak sadar berdenyut.

Hari kedua pagi hari kami langsung berkumpul dengan pemandu, aku sesekali melihat Ramya, Ramya sama sekali tidak melihatku, hanya mengobrol dengan Awang di sebelahnya, membuatku sedikit kecewa.

Kami pergi dari sana saat hari sudah sore, akhirnya menyelesaikan perjalanan

Pundak Bogor kami kai ini.

Selanjutnya seminggu berturut-turut, aku dan Ramya tidak berbicara, meskipun terkadang pulang kerja aku sengaja membuka pintuku, dia melewati depan pintuku juga tidak menyapaku lagi, malah sikap Awang yang menjadi lebih baik kepadaku, setiap kali akan memanggilku duluan.

Aku pikir, mungkin kemarin sudah mengejutkannya karena menyelinap ke kamarnya dan menyerangnya.

Tapi dia tidak mempedulikanku, malah membuatku sedikit sedih.

Saat hari Sabtu, Awang tidak dirumah, dengar-dengar pergi ke sekolah memberi kelas tambahan, meninggalkan Ramya sendirian di rumah.

Siang harinya, dari gambaran cctv, melihat Ramya saat memotong sayur tidak sengaja melukai tangannya, aku merasa sediki tidak tega, ingin pergi mencari Ramya, tapi tidak ada alasan apapun.

Sedangkan saat ini, di ruang tamu sepertinya ada yang mengetuk pintu.

Ramya yang baru saja mengobati luka jarinya dengan plester, langsung berjalan keluar dari dapur pergi membuka pintu.

Yang masuk ke dalam adalah seorang pemuda yang tinggi dan kuat.

Dari pembicaraan mereka berdua, aku mengetahui kalau pemuda itu adalah guru olahraga di sekolah mereka, namanya Asis, juga teman sekolah SMA Awang.

Ramya mempersilahkan Asis masuk ke dalam rumah, bertanya padanya ada apa.

Dia bilang ada sedikit urusan mencari Awang.

Ramya menjawab suaminya pergi ke sekolah memberi tambahan kelas, mungkin sore baru akan pulang, lalu bertanya ada apa.

Asis tidak mau mengatakannya, masih mau tinggal disini menunggu Awang.

Ramya sedikit tidak berdaya, tampaknya juga segan mengusir orang itu pergi, maka menyuruhnya tinggal dirumah untuk makan.

Tapi aku lihat tatapan Asis sedikit tidak benar, saat makan sesekali melayangkan tatapannya ke dada Ramya, tatapannya sedikit aneh.

Daripada dibilang aneh, lebih cocok dibilang mesum.

Hatiku tersadar, tidak mungkin orang ini menyukai Ramya, lalu mau menjebak Ramya bukan?

Tidak kusangka tebakanku sungguh benar, Asis mengambil kesempatan saat Ramya pergi ke dapur mengambilkan nasi untuknya, diam-diam mengeluarkan sebungkus obat, menuangkannya ke dalam gelas Ramya.

Melihat pemandangan ini, hatiku terkejut dan juga marah, orang ini bisa-bisanya memberi Ramya obat, memang benar tidak berniat baik!

Novel Terkait

Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Jiang Muyan
Percintaan
4 tahun yang lalu
That Night

That Night

Star Angel
Romantis
5 tahun yang lalu
My Superhero

My Superhero

Jessi
Kejam
4 tahun yang lalu
Cinta Setelah Menikah

Cinta Setelah Menikah

Putri
Dikasihi
4 tahun yang lalu
Cutie Mom

Cutie Mom

Alexia
CEO
5 tahun yang lalu
Demanding Husband

Demanding Husband

Marshall
CEO
4 tahun yang lalu
Eternal Love

Eternal Love

Regina Wang
CEO
3 tahun yang lalu
Menaklukkan Suami CEO

Menaklukkan Suami CEO

Red Maple
Romantis
3 tahun yang lalu