My Beautiful Teacher - Bab 66 Bertemu Ramya Lagi

Wajahku memerah, nafasku tertahan, berjuang membuka kerahnya dengan tanganku, kedua bagian putih seperti kelinci melompat keluar dan digigit olehku.

Lastri mengangkat leher putihnya, menggigit bibir merahnya, mengeluarkan suara “em”, wajahnya terlihat kesakitan dan menikmati.

“Kita kita pergi ke atas sofa saja.” Suara manis Lastri terengah-engah.

Tidak diragukan lagi Lastri adalah wanita yang seksi, tidak hanya memiliki sisi intelektual dan elegan, dia juga memiliki harapan dan keinginan wanita dewasa, yang benar-benar tidak bisa dibendung.

Aku melonggarkan gigitanku, menggendong dia, lalu membawa dia ke atas sofa.

Aku dengan tidak sabar melepas celanaku, menekan di atas tubuhnya, tangan dia mencari reaksiku, mulai bergerak.

Tanganku juga mulai menyerang ke bagian bawah roknya.

Kami berdua saling menyentuh, dua menit kemudian, sebuah celana hitam ditarik turun dari atas paha, jatuh ke lutut, lalu tergantung dibetis.

Jari-jariku merasakan kelembutan dan lembab, dengan bersemangat ingin mengambil langkah terakhir.

Dan disaat yang paling penting, bayangan Fela muncul di kepalaku.

Senyumannya, penampilan mengharukan saat bernyanyi dan juga rupa imutnya saat sedang bertingkah seperti anak kecil.

Bersama dengannya selalu bisa membuatku merasa sangat bahagia, secara sederhana, walaupun hari ini minum terlalu banyak, tapi aku masih memiliki kesadaran yang jernih.

Kepalaku seperti disiram oleh satu baskom air dingin, api panas yang berada ditubuhku langsung dipadamkan.

Aku lalu mendorong Lastri, bangkit dan buru-buru menarik celanaku, saat dia masih dalam ekspresi terkejut, aku berkata dengan nada minta maaf “Maaf Lastri, kita tidak boleh begini, didalam hatiku masih ada Fela, ini tidak adil untuk kita berdua, semoga kamu bisa paham.”

Selesai berkata, juga tidak peduli apa reaksi Lastri, aku segera meninggalkan rumahnya dengan malu, tidak lupa juga menutup pintu.

Sampai dirumah sendiri, hatiku baru merasa lega, jantungku masih berdebar, dahiku sudah penuh dengan keringat.

Tadi hampir saja melakukan kesalahan yang sama lagi.

Sangat normal jika seseorang tidak bisa menahan diri depan wanita cantik, tapi untung saja aku teringat kepada Fela.

Meskipun Fela pergi ke ibukota untuk berkembang, tapi aku selalu merasa, aku dan dia tidak akan berakhir seperti ini, setidaknya biarkan dia tahu jika masalah terakhir kali hanya kesalahpahaman, walaupun kesalahpahaman seperti itu terlalu konyol.

Aku menyalakan sebatang rokok, setelah merokok hatiku merasa sedikit tenang.

Terhadap pelukan Lastri yang menenangkan hati, aku hanya bisa berkata maaf dalam hati.

Lalu, aku pergi lari malam dan melanjutkan latihan.

Saat aku sedang berlatih tombak di area kecil, tidak disangka menerima telepon dari Ramya.

Aku tertegun sebentar, secara tidak sadar menyeka keringat di dahi, dalam hati merasa curiga, tidak tahu untuk apa Ramya meneleponku pada saat ini.

Bagaimanapun, kami sudah tidak berhubungan selama 1 bulan lebih.

Walaupun hatiku kadang-kadang masih mengingat dia, tapi sudah tidak ada lagi gairah dan cinta seperti saat dulu.

Aku menerima telepon, lalu terdengar sebuah suara familiar dan lembut “Halo, Wenas.”

“Halo, Bu Ramya.” Aku menghela nafas dalam, kami berdua saling menyapa seperti ini, seolah-olah mereka berdua sudah menjadi orang asing.

“Maaf, sudah begitu larut masih mengganggumu.”

“Tidak apa-apa, aku belum tidur.”

“Begini, terakhir kali demi membantu aku dan Awang, kamu menjual dua rumah, kami benar-benar tidak enak hati, berpikir jika ada waktu ingin mentraktir kamu makan. Hanya saja beberapa waktu ini sangat sibuk, tidak ada waktu luang, kebetulan besok ada waktu, jika kamu tidak ada kegiatan besok siang, kami ingin mentraktirmu makan siang, selain itu, juga akan membayar kamu 4 juta rupiah dulu.”

“Benar-benar tidak perlu, kita semua adalah teman, untuk apa mengatakan kata-kata seperti ini. Dan juga sekarang aku tidak kekurangan uang, kegunaannya untuk kalian lebih besar daripada aku, aku tidak mendesak.”

Walaupun aku berkata begitu, tapi aku masih tidak bisa menahan keramahan Ramya dan juga aku sudah beberapa waktu tidak melihat dia, aku juga ingin melihatnya, lalu aku menyetujui, bertanya “Besok kamu bersama dengan Pak Wang?”

“Benar, aku bersama dengan Awang, jika Lala ada waktu, maka panggil dia untuk datang juga, akan lebih ramai.” Suara Ramya menjadi lebih ramah.

Membahas tentang Fela, hatiku terasa sakit, berkata “Dia, belakangan ini sangat sibuk, juga tidak tahu ada waktu atau tidak, aku tanyakan dulu, jika tidak ada waktu maka sudahlah.”

Setelah menutup telepon, suasana hatiku sangat kecewa, sepertinya Fela juga tidak memberitahu sahabat baiknya saat dia pergi.

Jelas saja, dia sangat kecewa dengan tindakanku hari itu.

Beberapa hari ini, aku juga pernah mencoba menelepon ponsel dia, mengirim pesan, tetapi nomornya sudah diblokir, pernyataan “Nomor yang anda tuju adalah nomor kosong” membuatku sangat frustasi.

Tidak ada nomor ponselnya, walaupun pergi ke ibu kota, mencari dia juga akan sangat sulit.

Lebih sederhana, masih mengetahui perusahaan tempat dia bekerja, bernama Star Creation Music , saat itu masih bisa mencarinya diperusahaan itu.

Besoknya, aku berlatih lagi sampai sore, lelah dan tubuh penuh dengan keringat, kembali ke rumah untuk mandi, saat melihat waktu sudah larut, aku memesan taksi dan pergi ke tempat yang sudah tentukan.

40 menit kemudian, akhirnya sampai di restoran yang sudah ditentukan.

Aku menelepon di depan pintu, Ramya memberitahuku posisi ruangannya.

Setelah masuk, dibawah arahan dari pelayan, aku sampai di ruangan tempat mereka berada.

Ruangan itu sangat kecil, didalamnya ada dua sofa dan sebuah meja di tengah.

Ramya mengenakan sweater hitam dan celana jeans, duduk di seberang, beberapa waktu tidak bertemu, dia terlihat kuyu, kulit wajahnya juga sedikit kusam.

Orang yang duduk disebelahnya adalah Awang.

Awang ternyata menumbuhkan janggut, dengan kumis dibawah hidung, janggut dibawah dagunya sedikit berantakkan, rambutnya juga tidak rapi, memberikan perasaan putus asa kepada orang.

Setelah melewati masalah terakhir kali, mereka berdua mengalami perubahan yang sangat jelas, membuat aku menghela nafas.

Dia melihat aku, memperlihatkan senyum tipis “Kamu sudah datang.”

Aku mengangguk, menyapa sambil tersenyum “Halo Bu Ramya, halo Pak Wang.”

Tatapan Awang terhadapku sedikit dingin, hanya sedikit menganggukkan kepala.

Aku tahu, mungkin karena mengetahui masalah aku dan Ramya, jadi membuat dia terus memikirkannya.

Lalu, Ramya memanggil pelayan kemari, memesan beberapa makanan, masih bertanya apakah aku minum alkohol atau tidak.

Aku langsung mengatakan tidak minum.

“Untuk apa berpura-pura, apakah aku masih tidak tahu jelas kamu minum alkohol atau tidak” tiba-tiba Awang berkata, membuat aku sangat terkejut.

Awang yang dulu adalah orang yang lembut dan terpelajar, tidak akan mengatakan kata-kata seperti ini.

Aku tertawa canggung “Aku masih ada urusan sore nanti, makanya tidak minum.”

“Kamu tidak minum juga bagus, supaya tidak menyakiti wanita terhormat lagi.” Awang mengerucutkan bibirnya, berkata “Pelayan, berikan aku 3 botol anggur.”

Mendengar kata-kata Awang, wajahku memerah, lalu melihat Ramya, dia juga menundukkan kepala karena malu.

Kami bisa mendengar, kata-katanya sedang menyindir aku.

Aku tidak mempermasalahkan, bagaimanapun saat itu mencintai Ramya, adalah kesalahanku.

Memanfaatkan waktu penyajian, Ramya mengeluarkan 4juta rupiah, menyodorkan kepadaku.

Aku buru-buru mendorong, berkata “Kalian juga tidak mudah, aku benar-benar tidak butuh, kalian pakai saja.”

“Tidak masalah, aku sekarang menjadi guru, masih menjadi tutor untuk dua orang, dalam satu bulan saja sudah bisa menghasilkan kembali, walaupun lebih sedikit, tapi kamu simpan dulu, sisa uangnya, kami akan bayar pelan-pelan.” Ramya bersikeras memberikan uang itu ke tanganku.

Saat itu secara tidak sengaja aku menyentuh jari tangan dia yang halus, sentuhan yang dingin itu, membuat hatiku tersentuh.

Tapi sudut mataku malah menangkap bekas luka di pergelangan tangannya, karena tadi disembunyikan oleh baju lengan panjangnya, tapi selama proses menolak, tangannya terulur panjang, bekas luka itu terungkap.

Bekas luka itu memiliki panjang 10 cm, terjalin di pergelangan tangannya, kulitnya juga telrihat berkerak, terlihat sedikit mengerikan.

Aku secara tidak sadar bertanya “Ada apa dengan tanganmu”

Ekspresi wajah Ramya tiba-tiba berubah, langsung menarik kembali tangannya, menarik lengan bajunya, tersenyum dan berkata canggung “Tidak sengaja tergores.”

Saat dia mengatakan kata-kata itu, aku melihat Awang menggunakan tatapan mata memelototi dia.

Dia menundukkan kepala, tidak berani melihat mata Awang.

Hatiku tiba-tiba memiliki perasaan tidak enak.

Novel Terkait

Seberapa Sulit Mencintai

Seberapa Sulit Mencintai

Lisa
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Air Mata Cinta

Air Mata Cinta

Bella Ciao
Keburu Nikah
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku CEO Misterius

Ternyata Suamiku CEO Misterius

Vinta
Bodoh
4 tahun yang lalu
Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Shuran
Pernikahan
4 tahun yang lalu
After The End

After The End

Selena Bee
Cerpen
5 tahun yang lalu
Siswi Yang Lembut

Siswi Yang Lembut

Purn. Kenzi Kusyadi
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Predestined

Predestined

Carly
CEO
4 tahun yang lalu
Ten Years

Ten Years

Vivian
Romantis
4 tahun yang lalu