My Beautiful Teacher - Bab 95 Kompetisi Secara Resmi

"Haha, ternyata Tuan Jack juga di sini ya, beruntung sekali bisa bertemu denganmu" Diego Maisto menyapa dengan senyuman.

"Jangan berpura-pura, meskipun kamu menggunakan seni bela diri untuk mengalahkan orang-orang tadi, kami tidak setuju untuk pergi dari sini, kami bayar untuk makan di sini, tidak akan mau pulang begitu saja" Jack Cassio berkata dengan dingin,

Diego Maisto tersenyum: "Tidak apa-apa, kalau kalian mau di sini, aku mengundang kalian makan bersama saja untuk temani aku merayakan ulang tahun guruku, Mikasa, bagaimana?"

Diego Maisto bersikap seperti seorang pria sejati, dengan wajahnya yang tampan dan tegas, beserta seni bela dirinya yang luar biasa, orang-orang sangat susah mau membenci kepadanya.

Tetapi, tidak tahu mengapa aku merasa sedikit tidak enak, aku tidak ingin berinteraksi dengan Diego Maisto , mungkin karena dia juga merupakan peserta kompetisi seni bela diri kali ini, aku pun menganggap dia sebagai saingan secara refleks.

"Tidak apa-apa, Kami sudah selesai makan, tidak mau menganggu saudara Maisto merayakan ulang tahun gurumu" Mikasa Marie berkata.

Tatapan Diego Maisto memancarkan kekecewaan untuk sejenak, setelah beberapa saat dia pun tersenyum kembali: "Baik kalau begitu, tunggu beberapa hari lagi aku baru mencari waktu untuk mencari kamu."

"Kami sangat sibuk, masih harus melakukan persiapan untuk kompetisi, kalau tidak ada urusan lain, jangan datang menganggu kami" Jack Cassio berkata.

Diego Maisto hanya tersenyum tanpa berkata apa pun,

Kami berputar balik badan untuk berjalan menuju pintu keluar, siapa tahu Mikasa Marie terpeleset secara tidak hati-hati dan terjatuh ke arah belakang, melihat Mikasa sudah mau jatuh, aku pun segera melangkah maju.

Pada saat yang sama, Diego Maisto dan Jack Cassio juga bergerak.

Karena mereka terlalu buru-buru, tidak menyangka mereka malah saling bertabrakan, Jack Cassio terjatuh ke lantai dan Diego Maisto juga sibuk mundur ke belakang untuk menghindar.

Yang berhasil meraih Mikasa Marie adalah aku, aku mengulurkan tanganku dan menarik dia agar terjatuh ke dalam pelukanku.

Tubuh Makisa Marie sangat empuk, aku bisa merasakan seberapa lembut kulitnya dan wangi tubuhnya yang ringan, perasaan ini tidak berbeda jauh seperti kejadian di gym pada sore tadi.

Hanya saja, selain itu, aku masih merasakan sesuatu yang berisi, secara refleks aku pun mencubitnya.

Jantungku mengerat, pada saat itu aku baru sadar salah satu tanganku berada di bagian dada Mikasa Marie.

Mikasa Marie jelas juga menyadari hal itu, wajah dia memerah dan aku sibuk membantu dia untuk berdiri.

Kemudian aku bertanya dengan canggung, "Apakah kamu baik-baik saja?"

"I-iya" Mikasa Marie menundukkan kepalanya, malu untuk menatap mataku.

Pada saat itu, Jack Cassio baru berdiri dari lantai dan melirik Diego Maisto dengan marah: "Apa yang sedang kamu lakukan? Apakah kamu sengaja?"

Diego Maisto tidak mempedulikannya, dia langsung melangkah ke Mikasa Marie dan bertanya, "Mikasa, apakah kamu baik-baik saja?"

"Tidak apa-apa, untungnya ada Tuan Wenas."

Kemudian Diego Maisto menoleh kepadaku dengan tatapan yang memancarkan cahaya: "Siapa kamu?"

"Hanya tokoh kecil yang tidak pantas disebut" Aku berkata dengan suara datar.

Alis Diego Maisto mengerut setelah mendengar jawabanku, tetapi setelah itu dia pun tersenyum: "Benar-benar sangat terima kasih."

"Wenas, ayo kita pulang" Ladira Zimo berkata,

Ladira Zimo sepertinya melihat semua gerakan aku tadi, ekspresi dia terlihat buruk.

Aku tersenyum dengan malu, kemudian mengikuti semua orang untuk pulang.

Pada saat kami pergi, Diego Maisto menatap aku dengan dalam.

Kami saling bertatapan untuk sesaat, kemudian aku pun mengalihkan tatapanku ke arah lain dan meninggalkan restoran dengan langkah cepat.

Karena hotel yang kami tinggal berbeda, kami berpamitan dengan Mikasa Marie di tepi jalan.

Waktu kami berada di dalam taksi, Ladira Zimo berkata: "Sepertinya ini sudah kedua kali kamu memegang Mikasa Marie?"

"Kondisi tadi sangat darurat, aku tidak sempat berpikir banyak" Aku menjawab.

"Meskipun dia dan Jack Cassio berada di satu Dojo yang sama untuk berlatih seni bela diri, aku merasa dia tidak selemah yang dilihat." Ladira Zimo berkata.

"Aku tahu, tetapi secara penampilan, dia terlihat lumayan lemah" Aku berkata dengan senyuman,

"Jangan dibohong oleh penampilannya."

Aku mengerti maksud kata-kata Ladira Zimo, " Dia juga bukan sengaja, kamu jangan berpikir terlalu banyak"

Besok pagi, kami berangkat menuju ke lokasi kompetisi dengan tertib di bawah bimbingan Instruktur Louis.

Bobby Santoso dan Rizal Wong berjalan di depan tim, hanya saja, Bobby Santoso akan menoleh untuk melihat kami dari waktu ke waktu dengan tatapannya fokus kepada Ladira Zimo.

Ladira Zimo pura-pura tidak menyadari hal itu, berjalan di sampingku sambil mengobrol denganku.

Bobby Santoso melirik kepada aku dengan marah.

Sama seperti Ladira Zimo, aku juga mengabaikan Bobby Santoso secara total,

Akhirnya kami tiba di Gym, kami berbaris secara berurutan, hampir semua orang telah tiba.

Total peserta setidaknya ada seribu orang, mau menonjolkan diri di antara seribu orang ini dan masuk ke sepuluh besar adalah hal yang sangat sulit, rasanya seperti sepuluh ribu orang mencoba untuk menyeberangi jembatan dengan satu papan.

Setelah semua orang tiba, pembagian nomor pun dimulai.

Kami semua diberi sebuah nomor terlebih dahulu.

Aku mendapat nomor 352, sementara Arif mendapat nomor 08 dan Ladira Zimo mendapat nomor 511.

"Instruktur Louis, mengapa nomor kami semua berbeda-beda?" Arif bertanya.

"Nomor-nomor ini dibagi secara acak, tidak secara berurutan, sementara kompetisi kali ini ada peraturan, peserta yang berasal dari Dojo Itaewon yang sama tidak akan saling bersaing, kalau kebetulan terbagi ke satu kelompok yang sama, pihak penyelenggara kompetisi akan melakukan penyesuaian, nomor akan dimundur satu tingkat" Instruktur Louis menjelaskan.

Setelah mendengar penjelasan Insturktur Louis, kami baru mengerti.

Pada acara selanjutnya, akan diundi 100 nomor dulu untuk bertarungan secara pasangan.

Lapangan buatan ini sangat besar, ada lima tempat pertandingan yang sudah disiapkan.

Proses kompetisi sangat cepat, dalam waktu sekitar 30 menit sudah ada 50 kelompok yang selesai tanding, selanjutnya bisa melakukan undian untuk 50 kelompok selanjutnya.

Pada undian babak pertama, Arif dan Rizal Wong diundi oleh dua siswa kelas 2.

Lawan yang mereka hadapi semuanya berasal dari kota dan Dojo Itaewon yang berbeda.

10 menit sebelum tanding dimulai, Instruktur Louis memberikan beberapa instruksi beserta nasehat.

Kompetisi dimulai secara resmi, suasana sangat meriah dan ramai, para seniman yang belum bertanding sibuk memberi semangat dan mendukung temannya sendiri.

Kami para siswa kelas 1 mengelilingi di sekeliling ring Arif dan berteriak untuk mendukungnya,

Lawan Arif adalah seorang pemuda kurus dan tinggi yang berasal dari kota B.

Metode serangan utama lawan berada di bagian kaki, tekniknya sangat tajam dan ofensif, Arif berada di posisi yang tidak aman.

Tetapi Arif memiliki kulit yang tebal dan kemampuan kuat untuk melawan serangan, beberapa tendangan itu tidak memengaruhi performa kekuatannya, secara perlahan, posisi kedua orang pun menjadi seimbang.

Setelah beberapa saat aku pun sadar, meskipun teknik tendangan pemuda ini sangat hebat, dia tidak memiliki teknik tangan yang kuat, kelemahannya berada pada pertarungan jarak dekat.

Setiap Arif mau mendekati dia untuk menyerangnya, pemuda itu akan segera menjauhi dan menarik jarak.

Meskipun aku sadar dengan hal itu, aku tidak bisa mengingatnya, kalau aku mengingatnya, tidak hanya aku, bahkan Arif juga akan didiskualifikasi, jadi semuanya harus mengandalkan kepada dia sendiri.

Arif tidak mengecewakan semua orang, secara perlahan dia pun menemukan pintu keluar, menggunakan kemampuan kuatnya untuk melawan serangan, dia menarik jaraknya dengan lawan kemudian menyerang dengan tinjunya yang besar dan cepat.

Pemuda yang kurus itu sama sekali tidak bisa menahan, pada akhirnya dia jatuh ke atas lantai dan tidak bisa bangun, wasit menyatakan kemenangan Arif.

Semua orang berseorak dengan gembira atas kemenangan Arif.

Untuk Rizal Wong sana, kami tidak bisa menebak apa yang akan terjadi, lawan Rizal Wong adalah seniman dari kota C, sama seperti Jack Cassio dan Mikasa Marie, lawannya berasal dari Dojo Daisho.

Meskipun Rizal Wong berusaha mati-matian untuk bertahan dan mencari kesempatan untuk menyerang, pada akhirnya dia tetap tidak bisa memenangi teknik lawannya dan dikalahkan.

Sementara di tempat tanding lainnya, aku juga melihat Miwa Laso, dia berhasil mengalahi lawannya dan masuk ke babak selanjutnya.

Pada saat undian babak kedua, tidak menyangka aku diundi oleh seorang seniman dari kota C yang bernama Johan.

Novel Terkait

Aku bukan menantu sampah

Aku bukan menantu sampah

Stiw boy
Menantu
4 tahun yang lalu
Antara Dendam Dan Cinta

Antara Dendam Dan Cinta

Siti
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Wanita Yang Terbaik

Wanita Yang Terbaik

Tudi Sakti
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Cinta Di Balik Awan

Cinta Di Balik Awan

Kelly
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu
Rahasia Istriku

Rahasia Istriku

Mahardika
Cerpen
5 tahun yang lalu
Mr Lu, Let's Get Married!

Mr Lu, Let's Get Married!

Elsa
CEO
4 tahun yang lalu
Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
5 tahun yang lalu
Untouchable Love

Untouchable Love

Devil Buddy
CEO
5 tahun yang lalu