My Beautiful Teacher - Bab 72 Bahu Yang Bisa Disandar
Aku menghampiri Awang dan menendangnya, lalu aku pun merebut guntingnya, agar dia tidak dapat melawan lagi.
Kemudian, aku pun menelepon ke kantor polisi.
“Jangan melaporkannya kepada polisi” Ramya berkata dengan sedih.
“Pria itu sudah melukaimu hingga seperti ini, bahkan dia ingin membunuhmu, apakah kamu masih ingin melindunginya” Aku berkata dengan marah, aku tidak mendengar perkataan Ramya, lalu aku pun menghubungi 110.
Lima belas menit kemudian, polisi datang dan membawa kami ke kantor polisi, untuk melakukan wawancara investigatif.
Tentu saja aku mengungkapkan semua kronologis kejadian tadi dengan sejujurnya.
Setelah aku selesai, Ramya sudah menungguku di aula kantor polisi.
Aku pun menanyakan Ramya mengenai bagaimana dia mengatakannya kepada polisi.
Ramya menundukkan kepalanya dan mengatakan semuanya sudah disampaikan kepada polisi.
“Ya, orang seperti ini memang harus membiarkannya merenungkan kesalahannya di dalam rumah tahanan” Aku segera berkata.
Ramya tidak berkata, dia hanya terisak-isak dengan mengangkat bahunya.
Ini membuatku merasa sedikit tidak tega, apalagi tubuhnya masih terdapat luka.
Lalu aku pun bangkit dan berkata kepada satu polisi bahwa aku ingin mengantar Ramya ke rumah sakit.
Polisi itu pun berkata “Kalian sudah boleh pergi.”
“Bagaimana dengan suamiku” Ramya berhenti menangis dan segera menanyakannya.
“Suamimu akan ditahan di dalam rumah tahanan.”
“Kenapa, kalian lepaskan dia saja, dia hanya karena mabuk, jika tidak dia juga tidak akan melakukan semua ini.” Ramya berkata dengan cemas.
“Nona, kamu jangan khawatir, suamimu palingan hanya akan ditahan selama satu minggu.”
Mendengar perkataan polisi itu, Ramya pun menghela nafas.
Aku pun membawanya ke rumah sakit, dokter pun membalut lukanya, untungnya lukanya tidak terlalu parah.
Setelah keluar dari rumah sakit, langit pun sudah gelap.
Ketika sampai dirumahnya, banyak sekali barang-barang yang sudah rusak, pisau dan gunting pun sudah disita oleh polisi.
Ramya tidak segera membereskannya, melainkan duduk di atas sofa dengan tatapan yang kosong.
Aku pun melihat jam dan sudah hampir waktunya untuk melatih keterampilan bela diri.
Ramya masih seperti ini, aku juga tidak tega untuk meninggalkannya, setelah merasa ragu sejenak, aku pun menelepon Instruktur Louis dan meminta izin kepadanya.
Setelah mengakhiri panggilan itu, aku pun mulai beres-beres rumahnya.
Melihat aku yang sedang memberesi rumahnya, air matanya pun menetes.
Setelah selesai membersihkan ruang tamunya, Ramya masih sedang menangis, aku pun duduk di sampingnya dan memberikan dua lembar tisu kepadanya, lalu aku berkata “Tidak apa-apa, semua akan membaik pada waktunya.”
Siapa sangka Ramya masuk ke dalam pelukanku dan memelukku dengan sambil menangis.
Aku menjadi kaget dan tubuhku menjadi kaku, dengan tidak disangka Ramya akan melakukan semua ini, yang membuatku kembali dapat merasakan kelembutan dan keharuman tubuhnya.
Meskipun sudah tidak mempunyai rasa yang seperti dulu lagi, tetapi Ramya masih mempunyai suatu posisi di dalam hatiku.
Aku pun menyembunyikan perasaan itu dengan dalam, dengan tidak disangka aku masih dapat merasakannya lagi, meskipun saat ini aku mungkin mendapatkan keuntungan darinya, tetapi ini pun membangkitkan gairahku yang sudah hilang.
Aku pun memeluknya dengan kedua tanganku secara tidak terkendali, lalu aku pun menepuk punggungnya dengan pelan.
Kami berpelukan sangat lama, setelah itu Ramya baru melepaskan tangannya dan menyeka air matanya, dia pun meminta maaf kepadaku dengan wajahnya yang memerah.
“Tidak apa-apa, bahuku selalu bersedia untuk disandar olehmu.” Aku pun berkata.
Melihat Ramya sudah agak tenang, aku pun bangkit dan berkata “Sudah malam, tampaknya aku juga harus pulang terlebih dahulu. Jika ada sesuatu kamu boleh meneleponku kapan saja.”
“Apakah malam ini kamu boleh menginap di sini” Ramya tiba-tiba berkata dan wajahnya pun memerah.
Aku tertegun sejenak dan menatapnya dengan kaget, hatiku pun menjadi sangat gembira.
“Maksudku bukan seperti itu, terjadi masalah seperti ini, jika aku hanya sendirian yang berada di dalam rumah, aku akan merasa ketakutan.” Ramya menjelaskannya dengan sambil menundukkan kepalanya.
Aku pun merasa lega di dalam hatiku, tampaknya aku sudah berpikir terlalu jauh.
Tetapi, jikalau malam ini aku benar-benar berhubungan dengan Ramya, apakah aku masih akan menolaknya.
Jika dibandingkan dengan Lastri, godaan dari Ramya jauh lebih kuat, saat ini Fela juga sudah pergi dan aku pun merasa kesepian di dalam hatiku, jika Ramya menggodaku, tampaknya aku akan tidak dapat mengendalikan diri.
Rumah mereka sangat kecil, yang hanya terdapat satu kamar dan ruang tamu.
Awalnya aku ingin tidur di atas sofa, tetapi Ramya menyuruhku untuk tidur di dalam kamarnya.
“Kamu tidur di atas ranjang, aku tidur di atas lantai saja.” Ramya berkata dengan malu.
“Bagaimana dapat membiarkan kamu untuk tidur di atas lantai, biarkan aku yang tidur di atas lantai saja.”
Ramya membantuku untuk membentangkan selimut di atas lantai, dia berjongkok di sana dan terlihat sangat cantik.
Melihat Ramya yang begitu lembut, hatiku pun terasa sangat nyaman.
Setelah itu, Ramya menyuruhku untuk pergi mandi.
Aku berkata dengan sedikit malu “Aku tidak membawa baju.”
“Kamu memakai baju Awang saja.” Ramya berkata.
Akhirnya, setelah selesai mandi aku masih tetap mengenakan baju yang tadi.
Ketika aku sudah berbaring, Ramya juga pergi mandi.
Pintu kamar tidak ditutup, suara percikan air dari luar pun terdengar, ini membuatku berfantasi di dalam hati, aku pun membayangkan tubuh Ramya yang montok dan lembut seputih salju berdiri di bawah pancuran air.
Setelah selesai mandi, Ramya pun berjalan ke dalam kamar.
Aku melihatnya lewat di depanku dengan baju tidur sutra hitam, agar tidak canggung, aku pun memejamkan kedua mataku, tetapi aku masih dapat mencium aroma yang sangat wangi.
Kemudian aku pun mendengar suara Ramya yang berbaring di atas ranjang.
Setelah lampu di dalam kamar dimatikan, suasana kamar menjadi sangat sunyi dan gelap.
Bahkan aku juga dapat mendengar suara nafas Ramya.
Setelah beberapa bulan sejak kemarin, aku dan Ramya berada di dalam satu kamar lagi, meskipun tidak bermesraan, tetapi perasaan seperti ini sangat bercampur aduk.
Yang membuat detak jantungku berdebar dengan kencang.
Karena pertama kali tidur bersama Ramya di dalam satu kamar, sehingga di dalam kondisi yang seperti ini pun membuatku tidak bisa tertidur.
Sejenak kemudian, aku mendengar suara Ramya “Wenas, apakah kamu sudah tidur?”
“Belum.” Detak jantungku berdebar dan aku pun menjawabnya.
“Aku juga.” Ramya berkata.
“Um.”
“Hari ini jika kamu tidak datang, aku sungguh tidak mengetahui apa yang akan terjadi, terima kasih.”
“Kita adalah teman, untuk apa kamu berterima kasih kepadaku.”
“Aku, aku ingin bercerai.” Ramya berkata dengan sedikit ragu.
Aku pun bangkit dan duduk, lalu aku segera mengatakan “Tentu saja harus bercerai dengannya, jika tidak kamu akan terus dipukul oleh pria itu”
“Ai, tetapi bagaimanapun adalah aku yang bersalah kepadanya.” Ramya menghela nafas.
Aku pun menatap ke arah ranjang dan berkata “Kamu sudah melakukan segala sesuatu yang dapat dilakukan oleh dirimu, jika bersalah, beberapa bulan ini, kamu pun sudah menebusnya, kamu tidak berhutang apa pun kepada Awang, semuanya karena pria itu yang terlalu picik, sehingga menjadi seperti ini. Untungnya, kalian masih belum mempunyai anak, jika tidak akan lebih ribet. Dengarkan perkataanku, segera bercerai dengannya.”
“Apakah kamu benar-benar memikirkannya dengan seperti itu”
“Tentu saja”
“Jika aku sudah bercerai, apakah aku dapat kembali menyewa di tempatmu” Ramya tiba-tiba bertanya, ini pun membuatku merasa sedikit tercengang.
Novel Terkait
My Secret Love
Fang FangStep by Step
LeksAsisten Bos Cantik
Boris Drey1001Malam bersama pramugari cantik
andrian wijayaMy Tough Bodyguard
Crystal SongCinta Adalah Tidak Menyerah
ClarissaMy Beautiful Teacher×
- Bab 1 Mengintip
- Bab 2 Katup Air Rusak
- Bab 3 Minum Anggur
- Bab 4 Gerakan Di Kamar Mandi
- Bab 5 Pengakuan Di Atas Gunung
- Bab 6 Kesalahpahaman Larut Malam
- Bab 7 Dalam Jangkauan
- Bab 8 Asis Yang Kesal
- Bab 9 Tidak Tau Diuntung
- Bab 10 Peminat Sewa Yang Baru
- Bab 11 Godaan Fela
- Bab 12 Wanita Muda Yang Berseni
- Bab 13 Orang Aneh
- Bab 14 Pengalaman Hidup
- Bab 15 Toilet Wanita
- Bab 16 Dadanya Membesar
- Bab 17 Mengobrol
- Bab 18 Pertunjukan Pinggir Jalan
- Bab 19 Gedung Pengajaran
- Bab 20 Bar Romantis
- Bab 21 Membuat Masalah
- Bab 22 Terluka
- Bab 23 Belum Mulai pun Sudah Berpisah
- Bab 24 Panggil Aku Kakak
- Bab 25 Tiga Lembar Tiket Bioskop
- Bab 26 Kesalahan Adalah Kesalahan
- Bab 27 Mantan Pacar Fela
- Bab 28 Gym Seni Bela Diri
- Bab 29 Pelatih Yang Keras
- Bab 30 Keterampilan Khusus
- Bab 31 Sisi Lain Ramya
- Bab 32 Pergi Ke Suatu Tempat
- Bab 33 Memecahkan Kesalahpahaman
- Bab 34 Merasa Tercerahkan
- Bab 35 Bobby
- Bab 36 Bertarung
- Bab 37 Berpikiran sempit
- Bab 38 Serangan balik putus asa
- Bab 39 Luar dingin dalam panas
- Bab 40 Kecelakaan
- Bab 41 Persyaratan Asis
- Bab 42 Penemuan Theo
- Bab 43 Bergegas Ke Hotel
- Bab 44 Tidak Tahan Lagi
- Bab 45 Tertangkap Basah
- Bab 46 Memilih Untuk Memaafkannya
- Bab 47 Pencuri
- Bab 48 Menggeledah Tubuh
- Bab 49 Orang Yang Benar Akan Bersikap Benar
- Bab 50 Rencana Gagal
- Bab 51 Penyewa Baru
- Bab 52 Guru Tony
- Bab 53 Diva Masa Depan
- Bab 54 Curahan Hati
- Bab 55 Teknik Pedang
- Bab 56 Reuni Teman Sekolah
- Bab 57 Menunjukkan keterampilan bela diri
- Bab 58 Tiga pengawal
- Bab 59 Rizal Membuat Onar
- Bab 60 Keputusan yang menyakitkan
- Bab 61 Mabuk
- Bab 62 Negosiasi
- Bab 63 Pesan Terakhir
- Bab 64 Harapan Yang Tinggi
- Bab 65 Undangan Dari Lastri Wahyuni
- Bab 66 Bertemu Ramya Lagi
- Bab 67 Mencambuk Wanita
- Bab 68 Mengajari Awang
- Bab 69 Listrik Putus
- Bab 70 Hal Yang Aneh
- Bab 71 Kehilangan Akal Sehat
- Bab 72 Bahu Yang Bisa Disandar
- Bab 73 Panggilan Telepon Dari Hafid Waka
- Bab 74 Tamu Yang Tidak Diundang
- Bab 75 Dojo Jangga
- Bab 76 Lebih Mudah dan Terampil
- Bab 77 Peringatan Instruktur Louis
- Bab 78 Membayar
- Bab 79 Meminta Maaf Dengan Canggung
- Bab 80 Panti Asuhan
- Bab 81 Semangkuk Sup Daging
- Bab 82 Pengakuan Cinta Yang Sangat Mendadak
- Bab 83 Ditangkap
- Bab 84 Serangan Diam-Diam
- Bab 85 Membuat Masalah Pada Saat Putus Asa
- Bab 86 Memotong Alat Kelamin
- Bab 87 Kematian Awang
- Bab 88 Kompetisi Bela Diri Nasional
- Bab 89 Dompet Dicuri
- Bab 90 Acara Pembukaan
- Bab 91 Bertemu Adalah Jodoh
- Bab 92 Ada Yang Menyewa Tempat
- Bab 93 Rayakan Ulang Tahun Guru
- Bab 94 Tinju Satu Inchi
- Bab 95 Kompetisi Secara Resmi
- Bab 96 Lawan Di Babak Pertama
- Bab 97 Kekuatan Yang Hebat
- Bab 98 Mengubah Kekalahan Menjjadi Kemenangan
- Bab 99 Shao Lin Chang Quan
- Bab 100 Mencapai Ketenangan
- Bab 101 Tidak Mau Kalah
- Bab 102 Menang
- Bab 103 Sahabat Baik, Anita
- Bab 104 Memandang Rendah
- Bab 105 Mendapatkan Ucapan Selamat Tinggal
- Bab 106 Kakak dari Ardi
- Bab 107 Teknik Pedang Mematikan
- Bab 108 Takdir
- Bab 109 Aura Pembunuh
- Bab 110 Petarung Yang Kuat
- Bab 111 Tiga Puluh Empat Besar
- Bab 112 Teknik Bantingan Dan Pelepasan Tulang