The Richest man - Bab 99 Melarikan diri
Memang benar jika sifat asli Soba sedikit plin plan, tetapi dalam hatinya masih baik.
Setidaknya, ketika dia memutuskan mengikuti seorang ketua, dia tidak akan mengkhianatinya.
Alvero pun sadar akan hal ini, kemudian berkata sesuatu.
“Baiklah, jika begitu, aku akan...”
“Gawat.”
Ketika pembicaraan itu aka berakhir, Hardi tiba-tiba panik.
“Mengapa?”
Yang terlihat adalah Hardi yang melihat Soba sekilas. Kemudian, raut wajah Soba pun berubah.
Teka-teki ini, perasaan tidak enak ketika menyadari diri sendiri seperti orang bodoh yang terperangkap di dalamnya.
Alvero menunggu sesaat, kemudian memaksa mereka lagi.
“Sudahlah, kalian boleh mengatakannya. Jangan bermain teka-teki lagi.”
“Hufftt.”
Mendengar perkataan Alvero, Hardi pun menghela napas.
Kemudian, dengan putus asa dia berkata.
“Tuan muda, sudah terlambat.”
“Apanya yang terlambat?”
Alvero sedikit bingung dengan keadaan sekarang, karena dia juga baru tahu jalan cerita yang sebelumnya.
Soba yang berdiri di samping Alvero pun mengetahu hal ini dan kemudian berkata.
“Tuan muda, apakah kamu masih ingat mengapa aku tidak mau kembali ke sisimu?”
“Mengapa?”
Setelah berpikir, dengan mengandalkan petunjuk yang diberikan Soba, Alvero terpikir akan satu hal.
“Jangan-jangan, ada yang mengawasi kalian?”
Dahinya berkerut. Setelah Alvero menanyakan hal ini, dengan cepat dia mendapatkan jawaban dari keduanya.
Sebagai pendosa malam ini, Hardi sangat stres.
Dia tidak tahan untuk tidak memukul dahinya, kemudian mulutnya berkomat kamit berbagai macam perkataan.
“Mampus, bagaimana bisa aku melupakan hal ini. Benar-benar....”
Belum selesai berkata, bocah ini sudah bersiap menampar dirinya sendiri.
Alvero tidak merasakan apapun tentang itu.
Hanya saja,, Soba yang berada di samping sudah tidak tahan melihatnya. Dia pun menangkap tangannya agar dia tidak menampar dirinya lagi.
Kemudian, Soba menatap Alvero dan berkata dengan pelan.
“Hardi, ini sudah terjadi begini. Kamu memukul diri sendiri pun tidak berguna.”
Setelah berpikir, Soba kemudian berkata.
“Dan lagi, Tuan muda tidak akan menyalahkanmu.”
Setelah mendengar perkataan Soba, Hardi merasa sedikit membaik.
Hanya saja, Tuan muda....
Mengenai pemikiran Alvero, Hardi tidak berani banyak mikir. Wajahnya sangat khawatir.
Dan juga tidak tahu pikiran apa, akhirnya Alero melambaikan tangannya dan menghibur Hardi sebentar.
“Benar, Hardi. Saat ini kita harus memikirkan jalan keluarnya.”
Setelah berkata demikian, Alvero langsung mengambil teleponnya dan berbicara dengan lantang.
“Aku akan menelepon Paman Yadi dan ibuku terlebih dahulu.”
Hal ini sangat besar, Alvero akhirnya memutuskan membiarkan kakak Keluarga He berjuang demi dirinya.
Benar, jika Nyonya He mengetahui hal ini, Jesko pun akan ikut kemari.
Jika tidak, sebagai kepala keluarga, Tuan Besar He juga akan membiarkan Nonya He kemari.
“Baik.”
Soba dan Hardi menjawab bersamaan, hanya saja suara Hardi lebih kecil.
Begitu Alvero berbalik, wajahnya sangat pucat.
Benar, keluarga sendiri berada di tangan orang jahat dan setiap saat berada di dalam mara bahaya, siapapun akan merasa cemas.
Dia pun menggelengkan kepalanya dengan pasrah. Mengambil kesempatan sedang bertelepon, Alvero berkata sesuatu kepada Hardi.
“Dari yang aku ketahui dari Nabila, Haro sepertinya mengetahui bagaimana karakterku.”
“Jika dia tidak ingin mati, maka dia tidak akan menyentuh keluargamu.”
“Ya.”
Meskipun dia mengerti bahwa perkataan Alvero ni hanya menghiburnya, namun Hardi tetap menganggukkan kepala.
Benar, saat ini hanya bisa bergantung pada takdir.
Di saat bersamaan, teelepon telah dijawab dan terdengar suara Paman Yadi dari seberang sana.
“Hey, Tuan Muda. Ada perkembangan baru apa lagi ini?”
Paman Yadi mengatakan hal ini dengan nada suara yang memancing.
Bisa dikatakan, banyak hal yang terjadi kepada Alvero belakangan ini. Seluruh masalahnya dengan polisi berkaitan dengan narkoba.
Sekarang, Paman Yadi mengatakan ini juga tidak ada yang salah.
Tapi seperti yang terjadi, Alvero kali ini tampaknya berhubungan dengan polisi lagi.
“Paman Ydi, di rumah sakit tempat ku berada ini ada Haro....”
Alvero belum selesai perkataannya, slistrik satu gedung tersebut mati dan gelap.
“Tuan muda.”
Di saat bersamaan, Hardi dan Soba yang panik pun berteriak nama Alvero.
Mengikuti asal suara yang berteriak itu, Alvero perlahan berjalan ke sana.
Dengan cepat, dia sudah berada di samping kedua orang tadi.
“Hardi, dimana soket terminal gedung utama ini?”
Perkataan Alvero ini memiliki tujuan.
Jika melihat keadaan saat ini, sepertinya orang yang mengawasinya masih berada di dalam rumah sakit.
Jika mengetahui tempat dengan jelas, barulah diri sendiri dan orang lain bisa bersembunyi.
Sekarang ini sudah malam, seluruh rumah sakit juga tidak...
Gawat, Coco.
Malam ini adalah hari tim medis Jerman datang, juga merupakan hari Coco beroperasi.
Sialan, bagaimana melakukan operasi jika listrik mati?
Ruang operasi tidak jauh dari kantor Hardi. Begitu Alvero selesai berkata, dari sana terdengar suara makian.
Sangat jelas, para bocah ini tidak mengetahui aura pembunuh di balik kegelapan ini.
“Hardi, operasi itu bukanlah main-main.”
“Benar. Jika kami belum selesai memeriksa, dan berada di ruang operasi, mungkin....”
Orang ini belum menyelesaikan perkataannya, tiba-tiba terdengar suara yang menutupi suara obrolan tadi.
“Siapa? Siapa?”
Tidak tahu siapa itu, keadaan saat ini sangat kacau.
Para tdokter Jerman itu semuanya bersmbuni k kantor karna hal ini.
“Sialan.”
Alvero memaki dengan pelan.
Seharusnya bersiap untuk keluar. Berdiam di kantor, bukankah itu sama saja mencari mati.
Harus diketahui bahwa terakhir kali gerombolan itu bertemu dengannya adalah di dalam kantor.
Sekarang, malah bagus, segerombolan ini.
Tidak ada waktu berpikir lagi, Alvero hanya ingin mempertaruhkan nasib.
“Hardi, cepat katakan dimana soket terminal itu?”
“Lantai 11.”
Bagus sekali, itu berada di lantai paling atas.
“Kenapa? Tuan muda, apakah kamu ingin ke atas dan menghidupkan listrik.”
Saat ini Soba telah tenang. Dia memiliki latar belakang dari kantor polisi. Jadi dia tidak leih bagus dibandingkan Hardi.
“Benar.”
Dia menatap teleponnya yang tidak ada sinyal itu. Alvero berkata demikian dengan pasrah.
“Tidak bisa menelepon keluar. Kita hanya bisa menyalakan lampu.”
“Di pandangan orang sekeliling, mereka mungkin tidak akan bertindak sembarangan.”
Setelah mengatakan demikian, Alvero seperti terpikir akan satu hal. Dia pun bertanya lagi.
“Mereka ada berapa orang?”
“Tiga orang.”
Yang berbicara adalah Soba. Saat ini Hardi sudah ketakutan sampai gemetaran.
Benar juga,kegelapan memang selalu membuat orang ketakutan.
Dalam hal yang tidak diketahui, tidak mengherankan bahwa kelompok orang ini hanya memiliki nyawa untuk melarikan diri.
Tapi jika ada cahaya terang, saatnya membuat keduanya takut.
Lagipula, mereka bertiga ditambah belasan orang Jerman, apakah masih takut dengan dua brengsek itu?
Novel Terkait
Back To You
CC LennyEternal Love
Regina WangBlooming at that time
White RoseHarmless Lie
BaigeMy Enchanting Guy
Bryan WuThe Richest man×
- Bab 1 Pacar Matre
- Bab 2 Identitas Sebenarnya
- Bab 3 Pengasuh Pribadi
- Bab 4 Kartu ATM Platinum
- Bab 5 Bocah Miskin?
- Bab 6 Porsche!
- Bab 7 Topi Berwarna Hijau
- Bab 8 Patek Philippe (Merek Jam Tangan)
- Bab 9 Berpura-pura
- Bab 10 Penghinaan
- Bab 11 Kejadian Besar
- Bab 12 Andalan
- Bab 13 Hinaan
- Bab 14 Menurunkan Panas Dalam
- Bab 15 Gesek Kartu
- Bab 16 Berikan Struk
- Bab 17 Keluhan
- Bab 18 Edisi Terbatas
- Bab 19 Tak Berdaya
- Bab 20 Sinis
- Bab 21 Ulang Tahun
- Bab 22 Teman Sekamar
- Bab 23 Menghasut Hati Orang
- Bab 24 Kertas Catatan
- Bab 25 Omelan
- Bab 26 Quality Time
- Bab 27 Aman
- Bab 28 Rumah Sakit Swasta
- Bab 29 Hubungan
- Bab 30 Berdasar
- Bab 31 Diam
- Bab 32 Pacar
- Bab 33 Sun Corporation
- Bab 34 Berharap
- Bab 35 Acuh tak acuh
- Bab 36 Pembayaran
- Bab 37 Ruang Perawatan Intensif
- Bab 38 Tingkat Keberhasilan
- Bab 39 Pengobatan
- Bab 40 Istri
- Bab 41 Hebat
- Bab 42 Pakaian Kerja
- Bab 43 Melaporkan
- Bab 44 Bahaya
- Bab 45 Hubungan Yang Baik
- Bab 46 Uang Busuk
- Bab 47 Anjing
- Bab 48 Modal
- Bab 49 Berapa Umurmu
- Bab 50 Menyeringai
- Bab 51 Pertunjukan Yang Bagus
- Bab 52 Malu dan Marah
- Bab 53 Akting
- Bab 54 Anggota Keluarga He
- Bab 55 Mendesak
- Bab 56 teguran
- Bab 57 Alamat
- Bab 58 Ibu-ibu
- Bab 59 Enggan
- Bab 60 Itu palsu
- Bab 61 Sopan Santun
- Bab 62 Bimbang
- Bab 63 Menyela Pembicaraan
- Bab 64 Tercengang
- Bab 65 Berubah Pikiran
- Bab 66 Tidak bisa menahan tawa
- Bab 67 Fleksibel
- Bab 68 Melindungi dan Menjaga
- Bab 69 Hati yang Terluka
- Bab 70 Trik jahat
- Bab 71 Berani juga
- Bab 72 Tiba-tiba tersadar
- Bab 73 Bos Besar
- Bab 74 Pengenalan
- Bab 75 Tersesat
- Bab 76 Tidak Bisa Mengenali Status Seseorang
- Bab 77 Akhir Yang Tragis
- Bab 78 Tersenyum Pahit
- Bab 79 Kekasih Masa Kecil
- Bab 80 Menangis Tanpa Air Mata
- Bab 81 Tuan Muda Keluarga He
- Bab 82 Bermimpi
- Bab 83 Jahat
- Bab 84 Senang Atas Penderitaan Orang Lain
- Bab 85 Tidak Bisa Menunggu
- Bab 86 Memberi Keringanan
- Bab 87 Kejahatan
- Bab 88 Menyindir
- Bab 89 Memancing
- Bab 90 Beraksi
- Bab 91 Kepala Pusing
- Bab 92 Sayang Anak
- Bab 93 Tidak Berdaya
- Bab 94 Kebingungan
- Bab 95 Soba
- Bab 96 Kepalan Tangan yang Keras
- Bab 97 Inisiatif
- Bab 98 Mengkhianati Keluarga He
- Bab 99 Melarikan diri
- Bab 100 Mengecewakan
- Bab 101 Tidak Bisa Menahan Tawanya
- Bab 102 Segala Sesuatu Memiliki Penakluknya
- Bab 103 Siapakah Orang itu
- Bab 104 Tamat