The Richest man - Bab 94 Kebingungan

namun kini, nyonya He mulai merasa kalau putranya mulai berbohong padanya.

dia merasa begitu marah melihat putranya yang berbohong itu.

setelah dia marah, aura yang keluar dari tubuhnya juga tidak bisa dikontrol oleh Alvero.

"ibu, aku salah, janganlah marah."

Alvero terlihat begitu panik, dia lalu berdiri dan mengelus pundak ibunya.

"hm."

nyonya He lalu menolak tangan Alvero dan mulai bersikap manja terhadap Alvero. dia lalu berpura-pura tidak ingin menghiraukan putranya itu.

"haiya, ibu, aku tidak ingin membuat kamu khawatir."

melihat ekspresi nyonya He, Alvero juga tidak sanggup untuk menutupi semua ini lagi.

"aku bisa mengatakannya jika kamu ingin tahu, kamu tidak perlu bersikap marah seperti ini."

jujur saja, semenjak dirinya diselingkuhi oleh Quin, dirinya sangat membenci wanita yang suka berpura-pura.

meskipun nyonya He merupakan ibunya dan juga merupakan seorang wanita terkenal, Alvero juga tidak bisa menahan emosinya. dia tetap saja bersikap kasar pada ibunya.

"aku....."

nyonya He mulai meneteskan air mata, wanita memanglah tidak boleh dilukai.

"Alvero, ibu hanya khawatir padamu. kalau kamu tidak mengatakannya...."

"baiklah."

bagaimana pun nyonya He bersikap seperti ini juga karena khawatir padanya.

Alvero sedikit menyesal ketika memikir kembali aksinya tadi.

menjadi orang tua tidaklah muda. Alvero tidak seharusnya membandingkan ibunya dengan Quin.

setelah beberapa saat, Alvero pun berkata pada ibunya.

"sudahlah ibu, aku akan mengatakannya padamu. jangan menangis lagi ya."

setelah itu, Alvero pun mengusap air mata nyonya He.

setelah kondisi berubah menjadi lebih tenang, Alvero pun menceritakan kembali kejadian itu.

"sekelompok orang itu sungguh berani, mereka pantas untuk mati."

setelah mendengar itu, amarah nyonya He pun membara.

"Hardi, telepon paman Yadi dan suruh dia datang kemari."

aura nyonya He memanglah begitu menggerakkan hati semua orang.

hanya saja, beberapa orang itu tidaklah keterlaluan. jika dirinya sendiri bisa mengalahkan mereka, dirinya juga tidak perlu melibatkan nyonya He dalam masalah ini.

"Hardi, silahkan keluar terlebih dahulu."

Alvero pun menarik tangan ibunya setelah membantah perkataan ibunya/

"Alvero, apa yang kamu lakukan?"

kata nyonya He dengan ekspresi wajah kebingungan.

"ibu, aku menginginkan orang itu, kamu tidak boleh menyentuhnya."

"Alvero, kamu jangan lupa kalau mereka pernah melukai kamu."

meskipun sekarang sudah berubah, namun kamu juga tidak boleh.......

nyonya He tidak melanjutkan perkataan ini, namun niatnya untuk mengatakan itu terlihat begitu jelas.

keputusan yang sudah diambil oleh Alvero sendiri tidak mungkin bisa diubah begitu saja.

"sudahlah ibu, tidak perlu berkata lebih lagi. aku tahu jelas akan hal ini."

setelah perkataan ini terucap, ekspresi wajah nyonya He pun berubah.

"Alvero, kamu...."

"sudahlah ibu, ikuti saja kemauanku kali ini."

Alvero tidak memberi kesempatan kepada ibunya untuk mengelak dan dirinya kembali menegaskan jawabannya.

nyonya He juga tidak berani menghalangi keputusan putranya ini.

hanya saja, tidak menutup kemungkinan kalau dirinya akan melakukan sesuatu secara diam-diam.

Alvero juga mengerti akan hal ini, oleh karena itu, dia pun memberi peringatan pada ibunya.

sekelompok orang itu memanglah harus dihajar, namun tidak perlu membahayakan nyawa mereka.

"ibu, jikalau bocah itu hilang atau mati tanpa alasan, aku akan......"

"sudahlah Alvero, ibu mengerti."

nyonya He adalah orang yang pintar, dia tahu jelas tentang apa yang dipikirkan Alvero.

setelah itu, mereka berdua pun duduk di sana hingga sore tiba.

di selah waktu tersebut, nyonya He membahas begitu banyak masalah dengan Alvero, namun itu semua hanyalah masalah sepele.

mungkin karena Alvero berada dibawah pengaruh penjahat, atau karena alasan lain.

kali ini, nyonya He tidak memaksa Alvero untuk bekerja di perusahaannya.

ini adalah pertanda yang baik.

sebelum pergi, Alvero merasa sangat puas dan dia pun berkata pada nyonya He.

"ibu, aku mungkin akan merepotkanmu atas tim medis yang ada di Jerman."

"baik."

dulunya, mungkin nyonya He akan berkata kalau Alvero terlalu segan. namun berbeda dengan kali ini.

terlihat seperti terdapat sebuah celah diantara Alvero dan Nyonya He, mereka tidak lagi begitu.....

"haiya, aku sangat lelah."

tidak menunggu Alvero selesai berpikir, tiba-tiba terdengar sebuah suara dari kejauhan.

ternyata itu adalah suara Hadong.

dapat dibayangkan kalau nyonya He sudah duduk selama 4 jam di sini bersama Alvero.

dan Hadong sudah bersembunyi selama sekitar 4 jam di balik jendela.

bisa dibayangkan betapa hebatnya kemampuan bocah ini.

sebelumnya Alvero sudah melihat kalau tempat berdiri di balik jendela itu sangatlah kecil.

dia harus berdiri dengan stabil dan menjaga dirinya agar keberadaannya tidak diketahui oleh orang lain. dia hanya bisa berdiri tanpa bergerak sekalipun.

bagus, bagus, sepertinya Alvero sendiri tidak salah memilih orang.

"duduk dan minumlah."

dirinya harus bersikap segan kepadanya jika ingin memanfaatkan Hadong.

Alvero lalu meraih gelas dan menuangkan segelas air untuknya.

aksi sederhana ini berhasil membuat Hadong kebingungan.

"kenapa?"

namun Alvero tidak merasa aneh akan hal ini. dia bahkan masih bertanya pada Hadong apa yang sedang dia pikirkan.

"hm, aku..."

setelah merasa ragu selama beberapa saat, Hadong pun memilih untuk berkata jujur.

"aku tidak menyangka seorang tuan muda bisa menuangkan air untukku."

tidak salah lagi, jika ditanya kenapa sebelumnya Alvero menyembunyikan Hadong dari nyonya He, jawabannya adalah karena keselamatan Hadong.

namun sekarang tidak ada masalah lagi.

"kenapa rupanya kalau aku adalah tuan muda keluarga He? apakah ada perbedaan antara orang baik dan orang jahat di dunia ini?"

Alvero lalu meletakkan gelas itu pada tangan Hadong.

"tidak ada orang jahat, yang ada hanyalah orang yang melakukan kesalahan."

"tentang identitas, keberuntungan setiap orang berbeda. mungkin saja kamu bisa menjadi orang kaya dalam sekejap jika kamu beruntung."

sikap Alvero ini membuat Hadong merasa kagum.

"aku tidak menyangka tuan muda He memiliki sifat yang seperti ini. aku melakukan begitu banyak kesalahan padamu dulunya."

kata Hadong sambil berdiri menjabat tangan Alvero.

"kamu tidak bersalah."

kata Alvero sambil menjabat tangannya.

"sudahlah, kamu sudah berdiri seharian. duduklah untuk beristirahat."

jika dipikir kembali, memanglah sulit untuk berdiri di wilayah seperti itu."

setelah mendengar ini, Hadong pun merasa sedikit haus.

dia juga tidak lagi bersikap segan. dia pun kembali duduk di atas kursi sambil meminum minuman itu.

setelah itu, dirinya pun kembali bertanya.

"tuan muda He, aku tidak merasa kalau kamu adalah orang yang mudah mengabaikan orang lain. kenapa kamu bisa meninggalkan wanita idamanmu itu?"

Alvero sama sekali tidak menyangka kalau Hadong akan menanyakan pertanyaan ini.

dia bahkan berani menanyakan pertanyaan seperti ini.

Alvero lalu tersenyum datar dan berkata dengan tanpa ragu.

"kak Hadong, aku memanglah tidak bisa merubah sikapmu yang jujur itu, namun kamu juga tidak perlu menyinggung aku."

Alvero mengatakan ini dengan ekspresi yang sangat polos dan hal ini membuat Hadong merasa kebingungan.

Novel Terkait

Love From Arrogant CEO

Love From Arrogant CEO

Melisa Stephanie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Seberapa Sulit Mencintai

Seberapa Sulit Mencintai

Lisa
Pernikahan
4 tahun yang lalu
You Are My Soft Spot

You Are My Soft Spot

Ella
CEO
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Berpaling

Cinta Yang Berpaling

Najokurata
Pertumbuhan
3 tahun yang lalu
Istri Direktur Kemarilah

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
3 tahun yang lalu
Cinta Yang Paling Mahal

Cinta Yang Paling Mahal

Andara Early
Romantis
3 tahun yang lalu
King Of Red Sea

King Of Red Sea

Hideo Takashi
Pertikaian
3 tahun yang lalu
Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu
4 tahun yang lalu