The Richest man - Bab 83 Jahat

Dan setelah keluar dari sini, aku bisa membantumu.

“heihei.”

Tiba-tiba terdengar sebuah suara yang familiar, kebetulan itu adalah Beni yang punya banyak pemikiran terhadap Coco.

“tidak disangka seorang tuan muda Alvero, ternyata juga begitu mengincar sesuatu yang tidak bisa dimakan.”

“apa maksudnya?”

Wajahnya mengeluarkan ekspresi yang menyeramkan, Alvero mengencangkan kedua lengannya.

Dia menyadari, begitu ada suara yang samar, tubuh Coco akan gemetar hebat.

Ya ampun, anak ini sebenarnya sudah mendapat berapa banyak penyiksaan sampai bisa jadi seperti sekarang.

Di saat bersamaan hatinya merasa sedih, tatapan Alvero melihat Beni jadi memburuk.

Sudah seperti kalau hari ini Beni tidak memberinya hasil yang memuaskan, dia akan.....

“pura-pura apa sih, tuan muda Alvero.”

Orang ini juga menyadari kelemahan Coco, suara bicaranya semakin kencang.

Alvero mengerutkan alisnya, wajahnya dipenuhi dengan kekesalan.

Sial, kalau bukan karena orang ini punya pistol, dia akan.....

“mikir apa sih? Tuan muda, begitu melindungi perempuan?”

Beni perlahan jongkok, mendirikan jari pada Alvero dari luar pagar.

Rupanya yang sombong, membuat Alvero yang melihatnya ingin menghajarnya.

Di kenyataan dia juga melakukannya, kalau ingin menyalahkan hanya bisa salahkan Beni yang terlalu dekat dengan pagar.

Tidak mengucapkan kalimat kedua, Alvero meletakkan Coco, dan menyerbu kemari dengan cepat.

Saat Beni belum sempat mereflek, tinju Alvero sudah mendarat.

“hei, keras juga, mungkin belajar iron head ya.”

Saat mendengar suara Alvero, Beni baru merasakan sakit.

“sialan kamu.....”

Tidak menunggu orang ini selesai bicara, Alvero mendaratkan tinjunya sekali algi.

Ini membuat Beni dipukul sampai berteriak kesakitan di tempat.

Keributan yang dibuat Beni menarik orang di luar, Fino membawa beberapa orang untuk masuk.

Semuanya adalah pria bercodet dan berotot, kalau berantem pasti berkekuatan.

“aduh, bos, dia memukulku.”

Mendengar suara di belakangnya, Beni langsung berteriak kencang.

“berisik sekali.”

Mengorek kuping dengan kencang, Fino bicara dengan tidak senang.

“tuan muda Alvero begitu tidak memberi martabat padaku, memukul orangku di wilayahku?”

“memukul orangmu?”

Sejak masuk melihat tadi, Fino tidak langsung turun tangan, Alvero menyadari dirinya masih punya kesempatan untuk menjelaskan.

Dan lagi, dengan harga kegunaan dirinya, Alvero juga tahu.

Selama dirinya tidak memukul orang duluan, si Fino ini tidak akan menyerangnya.

Hatinya berpikir jelas mengenai ini, Alvero langsung melepaskan Beni.

Di saat bersamaan dengan Alvero melepaskan tangannya, tinju Beni menghantamnya.

Dia sepertinya agak tidak paham situasinya, masih mengira Fino akan sama seperti sebelumnya, tidak mengatakan apa-apa terhadap semua yang dia lakukan.

Tapi sayang sekali, dia salah memperhitungkan persentase kepentingan Alvero.

“ngapain kalian masih diam saja? Cepat bawa orangnya pergi.”

Wajah Fino menghijau, dia bicara begitu sambil menunjuk Beni.

Setelah itu, dua pria berotot itu berjalan kemari dengan cepat, langsung menahan Beni tanpa mengucapkan kalimat kedua.

“eh bukan, kalian ngapain menangkapku?”

Beni tadinya masih sangat ingin menghajar Alvero, mana ada waktu untuk memikirkan hal setelahnya, dipermainkan olehnya, langsung menghentakkan kakinya.

Detik berikutnya, malah melihat Fino maju, mengangkat kaki dan menendangnya.

Tendangannya ini menggunakan seluruh tenaga, langsung membuat Beni berteriak kencang, bicara sambil menangis kesaktian.

“aduh, bos, kamu salah pukul orang, aku, aku adalah.....”

“memang kamu yang harus dihajar, dasar payah.”

Fino tidak akan mendengar dia asal bicara, langsung mengayunkan tangan dan menghajarnya.

Setelahnya, baru mendengarnya bicara.

“Beni, siapa yang memberimu keberanian untuk menghajarnya?”

“bukan, bos, dia yang.....”

Sampai saat ini detik ini, Beni masih tidak jelas dengan situasinya, kalau begitu beberapa tahun ini sia-sia saja dia bergelut disini.

Hanya saja, kalau balik muka sekarang, sudah terlambat.

Fino juga bukan orang bodoh, sudah sampai saat ini, mana mungkin tidak bisa melihat situasinya dengan jelas.

“Beni, kamu masih ingin membodohiku?”

“aku, aku..... bos tolong lepaskan aku.”

Mengotot sampai akhir, Beni jadi takut setelah berhadapan dengan tatapan Fino yang menyeramkan.

“bawa pergi, bunuh.”

Aura membunuh di matanya semakin menguat, Fino bicara sambil melambaikan tangannya.

Juga hanya dengan sebuah kalimat, langsung mengakhiri hidup Beni.

“jangan, bos.....”

Lalu, tidak peduli bagaimanapun Beni berteriak, Fino sama sekali tidak memperdulikannya.

Sampai suaranya semakin menjauh, Alvero tidak tahan untuk tertawa.

Hmph, persahabatan apa, hanya sesuatu yang palsu saja.

“tertawa apa?

Mungkin moodnya buruk, emosi Fino sangat membara.

Beni adalah bawahannya sendiri, bahkan sudah menghadapi hidup mati begitu lama, sekarang bilang hilang langsung hilang, Fino tidak mungkin tidak merasakan apapun.

Hanya saja, seseorang yang berani melanggar kata-kata sendiri, kalau dibiarkan akan sangat mudah untuk melanggar janji.

Melihat cahaya mata Fino, senyuman di wajah Alvero semakin lebar.

“sekarang sudah tidak ada orang, pura-pura berhati hangat untuk dilihat siapa?”

Sama sekali tidak mengira Alvero ternyata akan begitu menusuk, langsung bisa membaca pikirannya tanpa mengucapkan kalimat kedua.

Seketika Fino tidak tahan untuk mundur selangkah, mencaci dengan kencang.

Tapi begini memangnya akan kenapa? Alvero juga bukan tumbuh besar dengan ditakuti.

Bibirnya memasang senyuman yang lebih enak dilihat, Alvero bicara dengan senang.

“yasudahlah, biarkan saja sampah seperti itu.”

Dia menyelesaikan omongannya, Alvero tidak meladeni Fino lagi, kembali ke sudut temboknya.

Ini membuat Fino marah sampai langsung tidak bisa berkata apa-apa.

“anak muda, kalau bukan karena Keluarga He, aku pasti sudah memotong-motongmu sejak awal.”

Sangat jelas, ucapan Fino ini tidak bohong, tapi.....

“bagaimanapun kamu sekarang juga tidak bisa apa-apain aku, bicara kalimat seperti ini memangnya bisa apa?”

Karena orang sudah menunjukkan tidak berani melakukan apa-apa padanya, kalau begitu untuk apa Alvero segan-segan lagi.

Kebetulan melihat bibir Coco bergerak, terlihat kehausan, Alvero langsung berkata.

“haus, berikan segelas air.”

“hmph.”

Setelah ‘hmph’ dengan dingin, Fino tidak meladeni Alvero, dia memutar badan dan bersiap untuk pergi.

Hanya sebuah pion saja, tidak dibunuh saja bagus, apa masih harus dilayani baik-baik?

Masalah ini kalau diletakkan di orang lain, pemikiran Fino ini memang tidak salah.

Hanya saja, orang yang sekarang diganti jadi Alvero, kalau begitu jadi salah.

“Fino, menurutmu nanti di hadapan Paman Yadi kalau aku.....”

“kamu tidak usah mengancamku.”

Ketidaktahu maluan Alvero melebihi perkiraan Fino, ini sudah hampir menyaingi dirinya.

Fino mengambil gelas air di meja kemari dengan marah, dan mengopernya ke Alvero, lalu bicara dengan penasaran.

“kamu benaran orang Keluarga He?”

Nada bicaranya membawa rasa penasaran, tatapannya membawa maksud untuk mengetes, jelas sekali sikap yang tidak percaya.

Hanya saja, Alvero malah tidak ada ekspresi tambahan sedikitpun, langsung bicara sambil menepuk dadanya.

“tuan muda Keluarga He, asli.”

“ini aneh sekali, bukannya katanya orang Keluarga He semuanya bermoral tinggi?”

Novel Terkait

Too Poor To Have Money Left

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Cinta Yang Terlarang

Cinta Yang Terlarang

Minnie
Cerpen
4 tahun yang lalu
My Japanese Girlfriend

My Japanese Girlfriend

Keira
Percintaan
3 tahun yang lalu
Cinta Di Balik Awan

Cinta Di Balik Awan

Kelly
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu
Hidden Son-in-Law

Hidden Son-in-Law

Andy Lee
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
Cinta Setelah Menikah

Cinta Setelah Menikah

Putri
Dikasihi
4 tahun yang lalu
Seberapa Sulit Mencintai

Seberapa Sulit Mencintai

Lisa
Pernikahan
4 tahun yang lalu
The Campus Life of a Wealthy Son

The Campus Life of a Wealthy Son

Winston
Perkotaan
4 tahun yang lalu