The Richest man - Bab 89 Memancing

“Itu, Tuan Muda Kecil, Tasya sana....”

Saat Kepala Rumah Sakit mengatakan itu, nada bicaranya ada maksud coba mencari tahu dan penuh perasaan gosip.

Untuk itu, bagaimana mungkin Alvero tidak mengertinya.

Tapi jika harus mengakuinya, Alvero juga akan melakukannya.

“Gawat, Kepala Rumah Sakit. Di luar, luar sana....”

Saat Alvero sudah bersiap untuk jujur kepadanya, tiba-tiba terdengar suatu suara yang sangat panik.

Mendengar ini, Pak Hardi pun muncul firasat buruk.

“Tuan Muda Kecil, aku....”

Tanpa menunggu Alvero membuka mulut, Pak Hardi pun memandangnya dengan tidak enak.

Maksudnya sangat jelas bahwa ia bersiap untuk pergi.

“Ayo, mari pergi bersama.”

“Ini....”

Pak Hardi sama sekali tak sangka Alvero akan mengatakan itu, sehingga raut wajahnya muncul sedikit perubahan.

Melihat ia yang seperti itu, Alvero jadi semakin ingin ikut pergi.

Tanpa memberi kesempatan untuk Pak Hardi bereaksi, Alvero pun melambaikan tangannya, lalu membawa Soba mereka berjalan keluar.

“Hngg, Hardi, berani-beraninya kamu mengusir pacar Tuan Muda Kecil Keluarga He dari rumah sakit.”

Mengapa suara ini terdengar familiar?

Sehari tidak bertemu, tak sangka kalau Quin masih begitu tidak tahu malu.

Setelah mengalami kejadian kemarin malam, Alvero juga tidak ada pikiran untuk mengurus masalah tersebut.

Mungkin boleh untuk masalah lain. Setiap orang suka untuk bergosip, Alvero tentu juga ingin ikut mengetahuinya.

Tapi sekarang....

Alvero pun berbalik badan pergi tanpa ragu, bahkan tidak melirik Quin sekalipun.

Sedangkan Marko ini memiliki penglihatan yang baik, sedetik sebelumnya melihat jelas siapakah orang itu.

“Aduh, aku kira siapa, ternyata Nona Muda Quin ya.”

Adanya Alvero, sekarang Marko jadi lebih berani dalam berbicara. Ia tentu tidak akan sungkan.

“K-kamu....”

Alvero awalnya ingin menahan Marko, apa dayanya dirinya telat selangkah.

Mendengar lagi kata-katanya, masalah ribet pun juga mendatang.

Ternyata benar, detik selanjutnya pun menemukan Quin yang mulai banyak cakap.

“Memangnya siapakah dirimu? Dulu....”

“Dulu kalau bukan karena Alvero, kamu kira kita semua ingin memedulikanmu?”

Marko langsung berkata dengan tidak sungkan.

Untuk mulut terjahat, ia yang terhebat dari empat anggota asrama lainnya.

Anak ini setiap kali ditindas Quin karena Alvero.

Sekarang ia sudah mendapatkan kesempatan, ia sendiri tentu harus memuaskan diri.

“Ada apa? Dulu kamu sendiri yang putus dengan Alvero kita, dan sekarang kamu datang menjilat dirinya lagi?”

Menjilat dirinya?

Mengingat saat dirinya mengejar Quin, ia hampir sama persis dengan Quin yang sekarang.

Pada saat ini juga, Alvero baru menyadari.

Dulu tingkah lakunya yang kekanakan itu sebenarnya membuat wanita di hadapannya merasa jijik.

Tapi hati orang juga terbuat dari daging. Jika kamu tidak suka aku, mengapa kamu tidak menolaknya.

Berpikir hingga sini, wajah Alvero pun terlihat agak kesal.

Ia juga kurang jelas bagaimana dengan percakapan antar Marko dan Quin berlangsung, sehingga ia pun langsung memotongnya berkata.

“Quin, kita berdua sudah tidak mungkin. Kamu pergi sana, masalah masa lalu....”

“Dasar Alvero, langsung membuang cinta pertama yang ikut hidup sulit denganmu setelah menjadi orang kaya. Kamu juga sangat tidak tahu malu.”

Awalnya ucapan yang ingin dikatakannya seketika tersangkut di dalam tenggorokan.

Quin, padahal kamu dulu yang menyelingkuhiku dan membuangku terlebih dahulu.

Sekarang melihat adanya kelebihan, kamu pun bisa langsung menuduhku.

Sebenarnya bagian apa yang kusukai darimu? Dan sekarang bagaimana mungkin ada pikiran untuk memaafkanmu,

Tangannya terkepal erat dan amarahnya mulai memenuhi hatinya.

Rasa lelah dan rasa takut yang diterimanya kemarin malam, saat ini menyambut bersama kepadanya.

Alvero tidak ingin banyak cakap dengan Quin, apalagi semakin tidak peduli apa yang dikatakan orang-orang di sekitar, lalu langsung membalasnya berkata.

“Quin, sejak hari ini.”

“Jika kamu mencariku lagi, ketemu sekali, aku hajar kamu sekali.”

Wajahnya terlihat geram, sangat jelas amarahnya sudah mencapai batas, sehingga ia memiliki pikiran seperti itu.

“Huh.”

Ia tak sangka bahwa Quin seperti tidak melihatnya.

Mungkin bagi ia, entah bagaimanapun Alvero berubah, sifat-sifat dari bawaan juga tidak akan berubah.

Dulu Alvero bisa mengejarnya seperti itu dan sekarang mungkin saja berpura-pura.

Jika dirinya lebih berusaha lagi, mungkin saja...

Pikiran Quin ini memang bagus, sayangnya Alvero bukan orang yang seperti itu.

“Tenang saja, aku tidak memukul wanita, tapi aku akan mencari beberapa wanita untuk memberi pelajaran kepadamu.”

Awalnya ingin mengungkit masalah dimana Alvero memukul wanita, tapi.....

Mendengar Alvero mengatakan itu, raut wajah Quin pun berubah.

Alvero yang sekarang sungguh lebih sulit didekati.

Tapi demi begitu banyak uang yang dimiliki Alvero, ia tidak boleh menyerah begitu saja.

Mata Quin bersinar, bagai melihat lembar-lembar uang di langit tengah berhamburan kepada dirinya, bahkan matanya sudah mau keluar.

Setidaknya mereka pernah bersama untuk waktu yang lama, sehingga Alvero juga menyadari beberapa gerakan kecil Quin.

Melihat Quin yang seperti itu, rasa jijik pada mata Alvero pun semakin mendalam.

“Soba, apakah kamu memukul wanita?”

Setelah dipikir-pikir kembali, Alvero merasa.

Melawan orang yang seperti Quin, lebih cepat lebih baik.

“Pukul.”

Untung saja, untuk pertanyaan dari Alvero, Soba memberi sebuah kepastian.

Kalau tidak, Alvero sungguh tidak tahu harus dimana mencari seseorang untuk beraksi terlebih dahulu.

Beberapa orang dari asrama sejenis dengannya, mereka pasti tidak akan memukulnya.

“Hehe.”

Wajahnya terukir senyuman jahat, Alvero pun melambaikan tangannya kearah Soba dan berkata dengan suara kencang.

“Buka pintu dan bebaskan Soba.”

“Eh.” Dirinya merasa bingung.

Ia tak sangka bahwa Tuan Muda Kecil-nya sendiri bisa-bisanya melambaikan tangan kepada dirinya dengan maksud seperti itu.

Buka pintu? Bebaskan Soba?

Apakah dirinya seekor anjing?

Soba akhirnya menyerah atas rasa curiga di dalam hatinya.

Benar, jika dirinya sendiri adalah seekor anjing, jika ia sendiri bisa mendengar kata-kata Tuan Muda Kecil-nya, lalu apakah Tuan Muda Kecil-nya ini?

Dengan pikiran tersebut, Soba berjalan langkah demi langkah kearah dimana Quin berada atas instruksi Alvero.

“A-apa yang ingin kamu lakukan?”

Kedua tangan memeluk diri, Quin berpura-pura ketakutan. Sebenarnya ia ingin Alvero segera menyuruh orang untuk memukulnya.

Jika seperti ini, di mata orang-orang, Alvero yang menyuruh orang untuk memukul dirinya, maka ia sendiri memiliki alasan untuk menempelnya.

Tenang saja, hanya perlu membiarkan ia berada di samping Alvero.

Dengan begitu, ia sendiri akan ada cara untuk menyingkirkan orang-orang tidak jelas yang berada di samping Alvero.

“Quin, aku beri satu kesempatan lagi untukmu.”

Tunggu Soba berdiri di hadapan Quin, Alvero baru menunjuknya berkata kencang.

“Pergi dari sini sekarang atau menerima karmamu sendiri?”

Sebuah kalimat dengan mudah menjelaskan aksi kejam Alvero yang selanjutnya.

Dan selanjutnya, entah Quin yang telalu menganggap dirinya penting atau apa itu, pokoknya ia sendiri tidak bisa membedakan situasi.

Bahkan ia sendiri mengira bahwa Alvero pasti tidak berani menyuruh orang untuk melukai dirinya, paling tidak hanya pukulan pelan.

“Hngg, Alvero, kalau kamu mau memukulku, lalu mengapa kamu masih berpura-pura kasihan kepadaku?”

Menghadapi kebaikan Alvero, Quin bukannya mencoba untuk mengerti, melainkan memancingnya.

Novel Terkait

Asisten Wanita Ndeso

Asisten Wanita Ndeso

Audy Marshanda
CEO
3 tahun yang lalu
Pejuang Hati

Pejuang Hati

Marry Su
Perkotaan
4 tahun yang lalu
My Japanese Girlfriend

My Japanese Girlfriend

Keira
Percintaan
3 tahun yang lalu
My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Si Menantu Buta

Si Menantu Buta

Deddy
Menantu
4 tahun yang lalu
Pergilah Suamiku

Pergilah Suamiku

Danis
Pertikaian
3 tahun yang lalu
Inventing A Millionaire

Inventing A Millionaire

Edison
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
Istri Yang Sombong

Istri Yang Sombong

Jessica
Pertikaian
4 tahun yang lalu