The Richest man - Bab 11 Kejadian Besar
meskipun perkataan Viola ditujukan kepada Stephanie, namun ia terus melirik ke arah Alvero dengan tatapan yang penuh hina.
Stephanie lalu menarik tangan Viola. bagaimana pun Alvero adalah teman kakaknya sendiri. perkataan tersebut lebih baik di bahas secara diam-diam saja. untuk apa mempermalukannya di depan umum seperti ini.
"jangan tarik aku, perkataanku tidaklah salah. semua orang yang tidak bodoh akan memilih pria yang kaya dan tampan. kalau bukan karena kamu yang menarikku kesini, aku juga tidak akan duduk bersama para pria bau di sini. benar benar menurunkan harga diriku."
awalnya Alvero tidak ingin mempersulit masalah dengan wanita ini, dia tidak begitu menghiraukannya jika wanita tersebut hanya membicarakan dirinya. namun sekarang wanita itu malah membicarakan semua orang yang ada di dalam ruangan ini. ini sangatlah keterlaluan.
dia lalu berdiri dari tempat duduknya dan mematikan musik sambil menatap ke arah Viola yang baru saja menghina mereka.
"kamu bagaikan panci bekas yang pernah aku pergunakan dan sekarang kamu digabungkan dengan tutup panci yang hancur juga, bukankah itu sangatlah cocok?"
sambil mengatakan itu, dia pun berjalan ke depan Viola. tanpa memerhatikan ekspresinya, dia langsung mengangkat dagu Viola.
Stephanie awalnya ingin menghalangi mereka dan meminta maaf atas perlakuan Viola. siapa sangka ketika ia baru saja bergerak, dia pun langsung di tarik oleh Norbert.
"kakak!"
"kamu tidak perlu ikut campur, aku tahu kalau aku Alvero tidak perlu memukul wanita ini."
Alvero bisa melihat semua kondisi ini dari sudut matanya. kini, sahabatnya juga telah beraksi dan hal ini tidak mungkin bisa diselesaikan dengan mudah.
"kalau kamu juga ingin ikut belajar, bagaimana kalau malam ini kamu ikut bersamaku saja? mungkin besok pagi kamu sudah bisa bersama Argus? aku tidak tahu apakah aku bau atau tidak, namun kalau kamu ingin mempermalukanku, bukankah kamu harus memberiku sedikit keuntungan?!"
Viola tidak menyangka kalau Alvero akan melakukan ini. dia lalu menepuk tangan Alvero dengan panik dan berjalan mundur. Nikita yang juga telah mendengar perkataan Alvero itu pun berusaha untuk berdiam diri.
"kamu, kamu... bernainya kamu menyentuhku. panci bekas? aku rasa kamu sudah tidak ingin hidup lagi. tunggulah, aku akan menyuruh tuan keempatku menghajarmu hingga semua gigimu lepas. aku.. aku tidak akan membiarkan ini begitu saja."
sambil mengatakan itu, dia pun mengeluarkan ponselnya. semua orang selain Alvero pun terlihat sedikit kebingungan ketika mendengar kata tuan keempat tersebut.
setelah tinggal selama setengah tahun di sini, mereka pernah mendengar sedikit informasi tentang tuan keempat ini. tuan keempat ini baru saja keluar dari dalam penjara dan tidak memiliki pekerjaan yang pasti. dia hanya mengutip uang keamanan dan ia juga adalah seorang preman di wilayah ini.
Viola bahkan bisa mengenal orang seperti itu dan ini merupakan sebuah hal yang tidak diduga oleh semua orang.
Stephanie mencubit lengan Viola agar dirinya tidak menelepon. dia pun berkata kepada Norbert: "kakak, suruhlah Alvero untuk meminta maaf agar masalah ini tidak semakin kacau. ini semua akan semakin kacau jika beberapa orang tersebut datang nantinya!"
"hm...." Alvero tersenyum cuek dan menatap Norbert sambil merokok.
Norbert sama sekali tidak menghiraukan Stephanie dan berjalan ke arah Alvero. dia lalu berdiri di tempat itu.
"Stephanie, Alvero tidak begitu mempermasalahkan perkataan temanmu tadi, namun sekarang dia malah memilih untuk menyakiti orang lain. semua orang yang ada di dalam ruangan ini bahkan dia maki. aku sudah menahan diriku sejak tadi. jikalau dia menyuruh sekelompok orang untuk datang ke sini, maka kami akan melampiaskan semua amarah kami kepada mereka. jika dia tidak menyuruh orang untuk datang, maka dia tidak perlu berharap untuk bisa keluar dari pintu ini."
"benar, dia bahkan memamerkan tuan keempat. aku adalah tuan pertama, siapa yang ini menyentuh sahabatku, harus meminta izin kepadaku terlebih dahulu!"
Marko juga muncul di antara mereka dan menghancurkan sebuah botol bir di atas meja. hal itu membuat ketiga wanita ketakutan.
Stephanie juga tidak bisa menahan Viola, panggilan itu lalu tersambung. namun pada akhirnya, dia pun tetap menyalahkan Alvero dan beberapa orang lainnya.
meskipun Quin pernah menyelingkuhinya, namun dia juga tidak begitu menghiraukannya. mungkin dia merasa kalau dirinya tidak pantas melakukan itu. namun dia tidak bisa menyerah jika para sahabatnya tengah menghadapi masaah. Stephanie lalu menatap ke arah Alveri.
ketiga sahabat itu tidak lagi berkata apapun dan kini Alvero merasa panas di dalam hatinya.
"tong!"
terdengar sebuah suara yang kuat dan terlihat sekelompok orang telah berdiri di depan ruangan tersebut. seorang pria yang memakai kaus berwarna hitam pun masuk dan langsung memeluk Viola.
"tuan keempat, pria kurus itu menyentuhku tadi!"
pria yang dipanggil tuan ke empat itu pun menutup kedua bibirnya dan melirik ke arah Alvero dengan tatapan yang pedas.
"dengan tangan mana kamu menyentuhnya? apakah kamu sendiri yang akan mematahkannya? atau aku yang akan mematahkannya?"
"brengsek mana yang berani melakukan itu?!"
teriak Norbert setelah mendengar perkataan pria itu. Norbert melihat jelas kalau pria itu sengaja ingin menentang Alvero.
Alvero baru saja tamat tahun ini dan mungkin saja dia tidak memilik begitu banyak pengalaman di bidang seperti ini. Norbert pun segera berdiri di depan Alvero sambil memegang botol bir dengan erat.
kedatangan sekelompok orang ini menarik perhatian lebih banyak orang. mereka pun mulai dikelilingi oleh sejumlah orang dan ada yang mengenal preman setempat itu. mereka lalu menatap Alvero dan beberapa orang lainnya dengan tatapan sinis.
"Viola, jikalau masalah hari ini semakin membesar, jangankan pekerjaan kita, mungkin kita semua akan merasa sial. bagaimanapun kita semua adalah rekan kerja, untuk apa kamu mempersulit masalah ini?"
melihat kakak kandungnya yang maju, Stephanie merasa tidak beres dan langsung menasehati Viola. bagaimanapun dialah yang membawa Viola kesini. bukankah masalah ini bisa diselesaikan hanya dengan perkataan maaf?
"wow, tidak di sangka kalau ada gadis cantik di sini. bagaimana kalau kamu ikut bersamaku nanti dan aku akan menganggap hal ini tidak terjadi?"
ekspresi wajah Stephanie berubah setelah mendengar perkataan tuan keempat. seketika sebuah bayangan pun menuju ke arahnya.
"kamu bahkan ingin meniduri semua wanita. kenapa ibumu bisa melahirkan pria brengsek seperti kamu?"
semua orang berkata kalau mental akan semakin kuat di dalam kondisi mabuk, apalagi Alvero bukanlah seorang pengecut. dia pun meraih mikropon yang ada di sebelahnya dan langsung memukul kepala pria itu. dia pun menendang Viola ke sisi lain. bagaimanapun dia hanyalah seorang wanita dan alangkah baiknya jika dia berdiri di sisi lain saja.
setelah memukul kepalanya dengan mikropon, Alvero pun kembali menghajarnya. tidak heran kalau dia merupakan seorang preman setempat yang terkenal. ketika Alvero hendak mendaratkan pukulan kedua, dia pun berhasl menghindar. sekelompok orang yang ada di belakangnya pun bergegas masuk.
Norbert lalu mmengarahkan botol yang pecah kepada mereka. sekelompok orang itu mulai mengelilingi mereka dan Alvero pun terjatuh di belakang tubuh mereka.
Marko pun segera meraih semua barang yang ada di atas meja dan melemparkannya kepada merkea.
suara pecahan botol dan juga suara teriakan terdengar jelas di sepanjang lantai tersebut.
meskipun mereka berempat, namun mereka bukanlah merupakan lawan yang cocok untuk sekian banyak orang. Brian telah di tekan di atas lantai oleh mereka. wajah Marko telah dipenuhi darah sambil menarik orang yang menekan Brian tersebut. Norbert lalu menatap ke arah Alvero dan di saat yang sama, tuan ke empat pun mengarahkan sebuah pisau ke arahnya. dia langsung melemparkan sebuah botol bir yang pecah ke arahnya.
setelah melihat darah, semua orang terlihat seperti orang gila. mereka yang memiliki pisau pun mulai mengeluarkan pisau mereka dan yang tidak memiliki pisau pun mengambil barang lainnya.
Stephanie sudah menarik Viola sejak awal, ketika melihat Viola yang hendak masuk ke dalam untuk menampar Alvero.
"jika kamu ingin mati duluan, kamu juga tidak perlu melibatkan kami!" kata Viola setelah melihat keempat orang yang tengah dihajar di dalam itu.
Novel Terkait
Ternyata Suamiku Seorang Sultan
Tito ArbaniBaby, You are so cute
Callie WangAku bukan menantu sampah
Stiw boyLoving Handsome
Glen ValoraThe Richest man
AfradenMeet By Chance
Lena TanThe Richest man×
- Bab 1 Pacar Matre
- Bab 2 Identitas Sebenarnya
- Bab 3 Pengasuh Pribadi
- Bab 4 Kartu ATM Platinum
- Bab 5 Bocah Miskin?
- Bab 6 Porsche!
- Bab 7 Topi Berwarna Hijau
- Bab 8 Patek Philippe (Merek Jam Tangan)
- Bab 9 Berpura-pura
- Bab 10 Penghinaan
- Bab 11 Kejadian Besar
- Bab 12 Andalan
- Bab 13 Hinaan
- Bab 14 Menurunkan Panas Dalam
- Bab 15 Gesek Kartu
- Bab 16 Berikan Struk
- Bab 17 Keluhan
- Bab 18 Edisi Terbatas
- Bab 19 Tak Berdaya
- Bab 20 Sinis
- Bab 21 Ulang Tahun
- Bab 22 Teman Sekamar
- Bab 23 Menghasut Hati Orang
- Bab 24 Kertas Catatan
- Bab 25 Omelan
- Bab 26 Quality Time
- Bab 27 Aman
- Bab 28 Rumah Sakit Swasta
- Bab 29 Hubungan
- Bab 30 Berdasar
- Bab 31 Diam
- Bab 32 Pacar
- Bab 33 Sun Corporation
- Bab 34 Berharap
- Bab 35 Acuh tak acuh
- Bab 36 Pembayaran
- Bab 37 Ruang Perawatan Intensif
- Bab 38 Tingkat Keberhasilan
- Bab 39 Pengobatan
- Bab 40 Istri
- Bab 41 Hebat
- Bab 42 Pakaian Kerja
- Bab 43 Melaporkan
- Bab 44 Bahaya
- Bab 45 Hubungan Yang Baik
- Bab 46 Uang Busuk
- Bab 47 Anjing
- Bab 48 Modal
- Bab 49 Berapa Umurmu
- Bab 50 Menyeringai
- Bab 51 Pertunjukan Yang Bagus
- Bab 52 Malu dan Marah
- Bab 53 Akting
- Bab 54 Anggota Keluarga He
- Bab 55 Mendesak
- Bab 56 teguran
- Bab 57 Alamat
- Bab 58 Ibu-ibu
- Bab 59 Enggan
- Bab 60 Itu palsu
- Bab 61 Sopan Santun
- Bab 62 Bimbang
- Bab 63 Menyela Pembicaraan
- Bab 64 Tercengang
- Bab 65 Berubah Pikiran
- Bab 66 Tidak bisa menahan tawa
- Bab 67 Fleksibel
- Bab 68 Melindungi dan Menjaga
- Bab 69 Hati yang Terluka
- Bab 70 Trik jahat
- Bab 71 Berani juga
- Bab 72 Tiba-tiba tersadar
- Bab 73 Bos Besar
- Bab 74 Pengenalan
- Bab 75 Tersesat
- Bab 76 Tidak Bisa Mengenali Status Seseorang
- Bab 77 Akhir Yang Tragis
- Bab 78 Tersenyum Pahit
- Bab 79 Kekasih Masa Kecil
- Bab 80 Menangis Tanpa Air Mata
- Bab 81 Tuan Muda Keluarga He
- Bab 82 Bermimpi
- Bab 83 Jahat
- Bab 84 Senang Atas Penderitaan Orang Lain
- Bab 85 Tidak Bisa Menunggu
- Bab 86 Memberi Keringanan
- Bab 87 Kejahatan
- Bab 88 Menyindir
- Bab 89 Memancing
- Bab 90 Beraksi
- Bab 91 Kepala Pusing
- Bab 92 Sayang Anak
- Bab 93 Tidak Berdaya
- Bab 94 Kebingungan
- Bab 95 Soba
- Bab 96 Kepalan Tangan yang Keras
- Bab 97 Inisiatif
- Bab 98 Mengkhianati Keluarga He
- Bab 99 Melarikan diri
- Bab 100 Mengecewakan
- Bab 101 Tidak Bisa Menahan Tawanya
- Bab 102 Segala Sesuatu Memiliki Penakluknya
- Bab 103 Siapakah Orang itu
- Bab 104 Tamat