The Richest man - Bab 103 Siapakah Orang itu
Siapakah Nyonya He ini?
Betapa lama waktu yang digunakannya untuk mencari Alvero. Akhirnya kini ia pun telah menemukan dan membawa orang yang dicarinya dengan susah payah. Bagaimana mungkin ia membiarkan hal seperti ini terjadi?
Hatinya berpikir seperti itu, Nyonya He juga tak ragu-ragu. Ia pun bergegas menunjuk kedua anak buahnya dan memberi perintah.
"Kalian berdua pergi bantu Tuan Muda Kecil menggendong orang tersebut keatas ranjang."
Mengenai kemampuan anak buahnya, Nyonya He sendiri sangat mengerti.
Kalau dirinya sendiri telah berkata usir orang tersebut dan membiarkannya menjadi pengemis, sekelompok orang ini pasti tidak akan ringan dalam menghantamnya.
Kini, Soba terkena luka yang sangat serius. Maka itu hanya bisa membiarkannya berbaring diatas ranjang Alvero.
Berpikir sampai sini, Nyonya He juga tersadar kembali.
Apa yang terjadi? Dirinya telah memanggil begitu lama, apa yang sedang dilakukan kedua anak buahnya?
Sebuah tatapan dingin menuju kearahnya, Nyonya He berkata dengan tidak senang.
"Apa ini? Bahkan diri kalian juga tidak ingin menurut?"
"Tidak,tidak,tidak."
Setelah lama bekerja dengan Nyonya He, sekelompok preman ini juga sangat mengetahui kepribadiannya.
Orang yang baik terhadapnya, Nyonya He pun akan memperlakukannya dengan sangat baik. Ia akan mengambil apapun keuntungan itu untuk dirinya dan orang tersebut.
Namun jika terjadi sesuatu yang buruk, ia akan segera mencari orang untuk mengurusnya.
Karena pengertian ini juga, sekelompok orang ini pun merasa sedikit curiga atas kebenaran yang telah dikatakan oleh Nyonya He.
Ya Tuhan, sejak kapan Nyonya He juga bisa merasa menyesal atas kata-kata yang dikeluarkan olehnya?
Sebelumnya menghajar orang hingga setengah mati, kini...
Mereka berdua saling menatap, lalu semua tatapannya mendarat di Alvero.
Aura Tuan Muda Kecil baru ini sangatlah besar dan hati Nyonya He juga menjadi luluh karena dirinya. Jangan-jangan...
Tak tahu juga apa yang sedang dipikirkan oleh kedua orang ini.
Faktanya, sebelum Alvero membuka mulut untuk memberikan instruksi, kedua orang ini pun pergi dengan cepat sambil mengangkat orang.
"Ada apa? Apakah di wajahku terdapat sesuatu?"
Menyadari keanehan dari kedua orang ini, Alvero pun menyentuh wajahnya secara tanpa sadar.
Tak ada cara lain, adegan tadi memang terlalu...
Alvero tidak tahu harus bagaimana berkata, ia hanya bisa mengalihkan perhatian.
Tatapannya mendarat di wajah Nyonya He, Alvero tertawa.
Serius, dirinya juga hanya dianggap sebagai monyet yang dilihat-lihat. Siapa sangka reaksi Nyonya He bisa begitu besar.
ujar Alvero sambil menghela nafas dan menggelengkan kepalanya dengan tak berdaya.
"Ibu, aku..."
Menolak orang yang berniat baik terhadapnya secara langsung, bahkan itu adalah ibunya sendiri, Nyonya He yang terkenal.
Terhadap hal yang membuang harga diri seperti ini, bagaimanapun Alvero lakukan juga terasa sedikit...
"Lakukan sesukamu saja."
Mendengar makna dari kata-kata ini, Nyonya He marah dan tidak akan membaik, tak peduli bagaimanapun aku membujuknya.
Seperti yang dipikirkan di detik selanjutnya, Alvero pun mendengar bahwa Nyonya He sedang memerintah anak buahnya, sebelum dirinya berkata.
"Sudahlah, awalnya merasa sangat khawatir jika terjadi sesuatu hal disini, maka itu membawakanmu beberapa preman."
"Tampaknya kamu sekarang sangat baik, bahkan ada tenaga untuk melawan orang tua sendiri. Kalau begitu tidak jadi."
Setelah berkata, Nyonya He juga tidak peduli dengan reaksi Alvero dan berbalik badan, lalu keluar dari kamar tidur.
Di saat Alvero tertegun, sebuah kertas pun dimasukkan ke tangan Alvero.
Orang ini juga merupakan sekelompok preman dari Nyonya He, tetapi..
"Ingin mengetahui sesuatu, boleh menghubungi nomor ini."
Seiring Alvero membuka kertas tersebut secara perlahan-lahan. Dengan cepat, ia pun melihat sebuah kalimat.
Benar-benar tak sangka, di sekitar Nyonya He masih terdapat orang rahasia seperti ini.
Jika dirinya tidak salah menebak, sepertinya ini adalah tim preman yang sangat dianggap oleh Nyonya He, namun siapa yang bisa menyangka hati seseorang.
Aku dengan tak berdaya menggelengkan kepala. Dengan cepat, dari luar pun terdengar suara gerakan.
Mendengar ini, Alvero pun langsung mengerti bahwa Hardi datang.
Tanpa basa-basi, ia pun berjalan ke samping ranjang.
Meskipun Soba memang pantas mendapatkan perlakuan seperti ini, tetapi ia juga adalah anak buahnya, jadi Alvero tidak boleh terlihat begitu cuek.
Dengan membawa pikiran seperti ini, Alvero pun siap untuo berpura-pura.
Kalau tidak, saat kepikiran Soba menertawakan dirinya, Alvero pun merasa sangat kesal, untuk apa rawat Soba lagi.
Namun mengenai hal merawat orang, Alvero juga tidak berpengalaman.
Ia hanya duduk di samping ranjang sambil bengong.
Oleh karena itu, saat Hardi mereka bertiga masuk, apa yang mereka lihat adalah sosok Alvero yang begitu menyedihkan.
"Aduh, Tuan Muda Alvero, kamu, kamu..."
Seiring dengan kata-kata Hardi, Alvero yang berpura-pura bengong baru tersadar kembali.
Alvero dengan sangat lambat berdiri dari ranjang, lalu memohon kepada Hardi.
"Pak Hardi, kamu harus menolongnya."
"Baik, baik."
Siapakah diri Hardi itu, mendengar kata-kata Alvero, ia tentu tidak berani untuk meragu-ragu.
Meskipun tangannya sedang dipegang oleh Alvero, tetapi tatapannya telah mendarat di Soba.
Ia telah mempraktikkan kedokteran selama bertahun-tahun. Ada beberapa luka, ia hanya perlu melihatnya sekilas pun dapat tahu dengan jelas.
Jadi, setelah tatapannya mendarat di Soba yang berbaring diatas ranjang, bibirnya pun tak tahan menunjukkan perasaan sedih.
Tuan Muda Alvero ini juga terlalu berlebihan, Soba hanya terluka di beberapa tulang saja.
Meskipun orang-orang tersebut menghajarnya dengan kejam, tapi sepertinya mereka tidak ada pikiran untuk memukul orang hingga mati.
Semua ini tepat sasaran di bagian vitalnya, namun hanya kurang beberapa, sehingga nyawanya masih bisa tertolong.
Di keadaan seperti ini, tampaknya hanya ingin membuat orang merasa tersiksa.
Hanya tersiksa saja?
Tiba-tiba matanya melotot dengan besar, Hardi memegang erat tangan Alvero.
Jangan-jangan Tuan Muda Alvero ini menyinggung seseorang lagi?
Tampaknya sejak ia sampai di rumah sakit, masalah yang terjadi di tempat ini pun tidak pernah berhenti.
Hardi dengan tak berdaya menggelengkan kepala, bibirnya bergerak lagi seperti ingin mengatakan sesuatu, tetapi merasa keberatan juga dengan status Alvero.
Alvero pun menyadari hal ini dan langsung berkata dengan acuh tak acuh.
"Sudahlah, tanya saja jika ada sesuatu."
Dari kelakuan Hardi sebelumnya dan tampang sekarang yang ingin berkata namun merasa ragu. Alvero pun merasa bahwa Soba mungkin terkena luka yang sangat serius.
Hanya karena itu, maka Hardi akan menjadi begini.
Awalnya Alvero merasa tebakan dirinya benar. Tak sangka, ia malah melihat Hardi yang menggelengkan kepala dan berkata sambil menghela nafas.
"Tuan Muda Alvero, apakah kamu menyinggung seseorang lagi? Mengapa Soba...?"
"Sangat parah?"
Dilihat dari kepribadian Nyonya He, Alvero merasa tidak mungkin.
Tetapi...
"Tidak parah, tetapi kejam."
Empat kata yang dikatakan dengan pelan ini membuat Alvero merasa sangat khawatir.
Seperti apa perasaan itu? Hanya dengan mengalami sendiri baru bisa merasakannya.
"Apa maksudmu?"
Tidak parah dan kejam? Sudah berada di situasi seperti ini, kamu masih ada waktu untuk bercanda denganku.
Jika hari ini kamu tidak memberiku sebuah penjelasan, aku akan bunuh kamu.
Alvero pun menarik kerah baju Hardi dengan kasar.
Serius, Hardi benar-benar tercengang.
Untung saja otaknya bergerak dengan cepat dan langsung paham bahwa Tuan Muda Alvero tidak mengerti ilmu kedokteran dan tidak mengetahui apa luka yang dialami Soba.
Berpikir seperti itu didalam hati, Hardi pun berkata kepada Alvero.
"Tuan Muda Alvero, Tuan Muda Alvero, dilihat dari luka Soba, orang yang menghajarnya sudah siap untuk menyiksanya hingga mati."
Setelah berkata, Hardi pun menceritakan kembali darimana luka Soba ini datang kepada Alvero secara perlahan-lahan.
Hingga akhir, Alvero baru menyadari.
Bukankah Nyonya He berkata, ingin mengusirnya dan membiarkannya menjadi pengemis?
Sialan, ternyata ini maksudnya.
Hajar orangnya hingga setengah mati baru mengusirnya keluar.
Novel Terkait
Pergilah Suamiku
DanisI'm Rich Man
HartantoSederhana Cinta
Arshinta Kirania PratistaAkibat Pernikahan Dini
CintiaAfter The End
Selena BeeMy Cute Wife
DessyMy Secret Love
Fang FangWanita Yang Terbaik
Tudi SaktiThe Richest man×
- Bab 1 Pacar Matre
- Bab 2 Identitas Sebenarnya
- Bab 3 Pengasuh Pribadi
- Bab 4 Kartu ATM Platinum
- Bab 5 Bocah Miskin?
- Bab 6 Porsche!
- Bab 7 Topi Berwarna Hijau
- Bab 8 Patek Philippe (Merek Jam Tangan)
- Bab 9 Berpura-pura
- Bab 10 Penghinaan
- Bab 11 Kejadian Besar
- Bab 12 Andalan
- Bab 13 Hinaan
- Bab 14 Menurunkan Panas Dalam
- Bab 15 Gesek Kartu
- Bab 16 Berikan Struk
- Bab 17 Keluhan
- Bab 18 Edisi Terbatas
- Bab 19 Tak Berdaya
- Bab 20 Sinis
- Bab 21 Ulang Tahun
- Bab 22 Teman Sekamar
- Bab 23 Menghasut Hati Orang
- Bab 24 Kertas Catatan
- Bab 25 Omelan
- Bab 26 Quality Time
- Bab 27 Aman
- Bab 28 Rumah Sakit Swasta
- Bab 29 Hubungan
- Bab 30 Berdasar
- Bab 31 Diam
- Bab 32 Pacar
- Bab 33 Sun Corporation
- Bab 34 Berharap
- Bab 35 Acuh tak acuh
- Bab 36 Pembayaran
- Bab 37 Ruang Perawatan Intensif
- Bab 38 Tingkat Keberhasilan
- Bab 39 Pengobatan
- Bab 40 Istri
- Bab 41 Hebat
- Bab 42 Pakaian Kerja
- Bab 43 Melaporkan
- Bab 44 Bahaya
- Bab 45 Hubungan Yang Baik
- Bab 46 Uang Busuk
- Bab 47 Anjing
- Bab 48 Modal
- Bab 49 Berapa Umurmu
- Bab 50 Menyeringai
- Bab 51 Pertunjukan Yang Bagus
- Bab 52 Malu dan Marah
- Bab 53 Akting
- Bab 54 Anggota Keluarga He
- Bab 55 Mendesak
- Bab 56 teguran
- Bab 57 Alamat
- Bab 58 Ibu-ibu
- Bab 59 Enggan
- Bab 60 Itu palsu
- Bab 61 Sopan Santun
- Bab 62 Bimbang
- Bab 63 Menyela Pembicaraan
- Bab 64 Tercengang
- Bab 65 Berubah Pikiran
- Bab 66 Tidak bisa menahan tawa
- Bab 67 Fleksibel
- Bab 68 Melindungi dan Menjaga
- Bab 69 Hati yang Terluka
- Bab 70 Trik jahat
- Bab 71 Berani juga
- Bab 72 Tiba-tiba tersadar
- Bab 73 Bos Besar
- Bab 74 Pengenalan
- Bab 75 Tersesat
- Bab 76 Tidak Bisa Mengenali Status Seseorang
- Bab 77 Akhir Yang Tragis
- Bab 78 Tersenyum Pahit
- Bab 79 Kekasih Masa Kecil
- Bab 80 Menangis Tanpa Air Mata
- Bab 81 Tuan Muda Keluarga He
- Bab 82 Bermimpi
- Bab 83 Jahat
- Bab 84 Senang Atas Penderitaan Orang Lain
- Bab 85 Tidak Bisa Menunggu
- Bab 86 Memberi Keringanan
- Bab 87 Kejahatan
- Bab 88 Menyindir
- Bab 89 Memancing
- Bab 90 Beraksi
- Bab 91 Kepala Pusing
- Bab 92 Sayang Anak
- Bab 93 Tidak Berdaya
- Bab 94 Kebingungan
- Bab 95 Soba
- Bab 96 Kepalan Tangan yang Keras
- Bab 97 Inisiatif
- Bab 98 Mengkhianati Keluarga He
- Bab 99 Melarikan diri
- Bab 100 Mengecewakan
- Bab 101 Tidak Bisa Menahan Tawanya
- Bab 102 Segala Sesuatu Memiliki Penakluknya
- Bab 103 Siapakah Orang itu
- Bab 104 Tamat