The Richest man - Bab 14 Menurunkan Panas Dalam
Saat tirai ruang rawat inap dibuka, mata Alvero pun langsung terbuka karena matahari yang terik.
Saat ini, Nabila yang berdiri memunggungi sinar cahaya sambil memegang satu set pakaian baru di tangannya. Ia tersenyum melihat Alvero yang telah sadar.
Lalu kaki putih yang jenjang tersebut berjalan kearah Alvero langkah demi langkah, sehingga hal itu membuatnya tak tahan untuk menelan ludah. Gairah kemarin malam yang baru saja tertahan, pagi ini muncul lagi. Sepertinya ia akan mimisan jika terus melihatnya.
”Tuan Alvero, apakah Anda ingin pergi mandi untuk menurunkan panas dalam? Wajahmu tumbuh dua jerawat, lebih baik lain kali tidur lebih awal."
Hm? Menurunkan panas dalam?
Alvero pun memegang dahinya dan tidak merasakan adanya jerawat. Saat berfikir, matanya pun tak sengaja melihat tampang dirinya sendiri yang bangun di pagi hari.
Seketika pandangan yang awalnya masih sedikit kabur pun menjadi jelas. Ia pun menarik selimut di sebelah dengan wajahnya yang memerah.
"Lain kali tidurlah lebih awal, mungkin saja kamu bisa pergi ke kamar mandi sebelum aku masuk."
Saat ini, Alvero merasa sangat tercengang. Bagaimana Nabila bisa mengetahui bahwa kemarin ia malam tidur.
Melihat Alvero yang terdiam, Nabila pun langsung membersihkan ruang rawat inap. Saat ia berjalan ke samping tempat tidur dan melihat meja yang terdapat tisu kamar mandi, ia pun mengerutkan dahinya.
"Tuan Alvero, tubuhmu masih belum pulih sepenuhnya!"
Sekarang Alvero benar-benar ingin lari keluar. Jika ia berkata bahwa tisu tersebut digunakan untuk mengelap keringat, apakah Nabila akan percaya kepadanya?
Nabila tidak mengatakan apapun. Alvero pun juga pura-pura tidak melihat dan memintanya untuk bantu membersihkan kekacauan tersebut, lalu lari masuk ke dalam kamar mandi dalam sekejap waktu. Ia tak tahan untuk menghela nafas, saat melihat penampilannya di cermin.
Pembahasan kemarin malam dengan Reith memang sedikit menggairahkan. Tetapi tidak segairah saat melihat Nabila membantunya untuk membereskan kekacauan tersebut. Setelah membuang semua pikirannya yang aneh dan muncul dihadapan Nabila, ia sudah kembali memasang pernampilan segar.
"Selama ini, aku akan membawakan makanan pagi, siang dan malam untuk Tuan Alvero. Semuanya adalah terapi makanan yang akan membantu Tuan Alvero dalam memulihkan kesehatan dan….menambahkan energi."
Jeda yang lama ini membuat kecanggungan Alvero yang baru saja menghilang, hampir muncul lagi. Ia hanya bisa batuk pelan dan bertanya apa mobil yang akan dirinya gunakan untuk pergi ke kantor.
Saat mendengar Nabila yang akan mengantarnya pergi, hati Alvero pun merasa sangat senang. Pandangannya pun terus melirik ke arah paha Nabila. Memikirkan bahwa ia nanti bisa melihatnya sepanjang jalan, ia pun merasa sedikit tidak sabar.
Kali ini mobil yang dikendarai adalah mobil seri BMW, dilihat sepertinya sangat cocok dengan Nabila.
Ini adalah mobil yang dikirim khusus oleh Thanos. Ini juga akan mempermudah dalam merawat dan menjemput Alvero. Dalam beberapa waktu selanjutnya, ia harus tinggal di rumah sakit pribadi Keluarga He, hingga luka tubuhnya kembali pulih sesungguhnya.
”Nyonya menyuruh Nabila untuk bertanya kepada Tuan Alvero. Apakah Anda ingin libur sebentar dan pergi kerja setelah sembuh?"
Alvero dengan teliti menatap tubuh Nabila dari atas ke bawah. Mulutnya pun juga tidak berhenti berkata.
”Tidak perlu, aku rasa pekerjaan ini lumayan bagus. Biarkan aku kerja sementara, baru membuat keputusan. Di rumah sakit juga membosankan, lagipula aku juga tahu kondisi tubuhku sendiri."
Sebenarnya, hal yang terpenting adalah ia masih ingin bersama dengan sahabat-sahabatnya. Meskipun di perusahaan terdapat beberapa orang yang tidak ingin dilihat olehnya. Tetapi ia juga tidak boleh menyerah hanya karena sebuah tikus saja.
“Apa mobil yang Tuan Alvero inginkan? Nyonya bilang lain kali datang akan sekalian membawakannya untuk Anda."
Alvero menggelengkan kepalanya. Pertama, sekarang ia belum memiliki lisensi pengemudi. Kedua, ia tidak memilki tenaga untuk belajar.
Terlebih lagi, betapa lelahnya mengemudi sendiri. Bukankah bagus memiliki sopir, apalagi wanita cantik yang berbadan seksi.
Setelah itu diantaranya pun tidak ada yang berkata lagi. Nabila diam-diam merasa lucu saat melihat Alvero yang terus menatapi kakinya dan ia juga tidak memberi tahunya.
Melihat sudah mau tiba di kantor, Alvero seperti enggan untuk mengalihkan pandangannya.
"Turun disini saja, aku akan jalan masuk kedalam.” Kemudian ia pun mengambil makan siangnya dari kursi belakang, lalu berjalan ke dalam tanpa menoleh ke belakang.
ekarang ia tidak ingin membiarkan orang lain mengetahui banyak hal. Terlalu mencolok bukanlah hal yang baik.
Setelah Alvero pergi, Nabila pun tidak segera pergi, melainkan menatap Alvero yang pergi meninggalkan mobil.
Selama dua hari ini, Nabila pun memiliki kesan baik terhadap Tuan muda ini. Setidaknya ia tidak terlihat seperti orang kaya baru pada umumnya. Begitu punya uang, seperti ingin seluruh orang mengetahui hal tersebut. Ia memiliki kepatutan juga menjalankan hal yang dilakukannya. Tentu, selain masalah perkelahian itu.
Tetapi jika difikir lagi, orang ini hampir tidak pernah memperhatikan hal lain selain melihat kakinya. Memanglah seorang lelaki!
Alvero pun perlahan-lahan berjalan ke depan pintu kantor. Sebuah mobil Land Rover berhenti dihadapannya saat semua orang sedang bersorak.
“Bagaimana rasanya di dalam? Apakah ada rasa seperti pulang ke rumah?"
Argus yang duduk di kursi pengemudi pun melihat Alvero dengan memasang raut wajah jijik. Quin yang duduk di sampingnya sedang menepuk-nepuk wajahnya dengan bedak sambil melirik sinis kearah Alvero.
Alvero juga malas untuk peduli mereka. Siapa sangka Argus dengan cepat turun dari mobil dan menghalang dihadapan Alvero.
“Bagaimanapun itu, kita juga berada di posisi yang sama. Mengapa kamu tidak menyapa kekasih lamamu!"
Baru saja Argus selesai berkata, suara Quin pun terdengar dengan memasang wajahnya yang sombong.
"Argus, bagaimana aku masih dianggap sebagai kekasihnya? Ia hanyalah seorang pecundang, bahkan ia tidak pantas untuk mengambil sepatuku!"
Mendengarkan kata-kata Quin, Alvero pun tidak membuka mulutnya. Hanya terus melewati kedua orang tersebut dan masuk ke kantor.
"Pecundang memanglah pecundang, bahkan kentut saja tidak berani."
Argus tidak merasa ada yang salah. Tangannya yang nakal itu pun menyentuh bagian sensitif Quin dihadapan semua orang, sehingga membuat wanita itu mengeluarkan suara manja.
"Malam ini adalah ulang tahunmu, panggil ia untuk datang juga. Agar ia menyadari kenyataan dan tidak bersikap angkuh lagi."
Quin hanya menganggukkan kepala tanpa mengatakan apapun. Awalnya ia tidak menginginkannya, tetapi jika difikir-fikir nanti malam bisa mempermalukannya, ia pun menjadi semangat.
Seorang pecundang yang diputusi seharusnya mengikuti ia setiap hari untuk meminta balikan. Lalu seharusnya membiarkan ia untuk mempermalukannya lagi. Tapi mengapa lelaki itu sama sekali tidak mengeluarkan aksinya? Semakin difikir, ia pun semakin yakin untuk mengundangnya malam ini.
"Alvero, kamu sudah datang!"
Norbert pun berdiri saat melihat Alvero datang. Seketika beberapa orang pun datang mengelilinginya. Kemarin setelah Alvero pergi, mereka bertiga pun merenung kembali.
Jelas-jelas mereka tidak salah dalam masalah ini. Terutama Alvero, merupakan orang yang paling dirugikan. Mengapa ia harus minta maaf? Bahkan jika harus ditahan di penjara pun juga tidak apa-apa.
Memikirkan masalah yang dilakukan oleh Stephanie kemarin, Norbert pun semakin merasa bersalah.
"Tentang masalah kemarin, kita sungguh meminta maaf kepadamu. Aku tidak kepikiran bahwa Stephanie akan berubah menjadi seperti ini setelah memasukki dunia sosial. Jika kamu merasa tidak senang, salahkan aku saja. Kulitku tebal, kebal untuk dipukul."
Melihat tampang ketiga orang tersebut dengan bengkak di wajah yang belum pulih, ia pun tidak tahan untuk tertawa.
"Bukankah Norbert bisa mengemudi? Jika kamu benar-benar ingin meminta maaf, bagaimana kalau kamu menjadi sopirku untuk sementara waktu? Aku masih belum memiliki lisensi pengemudi. Tapi jika ingin membeli mobil, aku juga tidak boleh terus membiarkannya."
Mendengar kata-katanya, mereka pun tercengang dan bereaksi setelah beberapa saat kemudian.
"Alvero, kamu ingin membeli mobil!"
Novel Terkait
Meet By Chance
Lena TanTen Years
VivianCantik Terlihat Jelek
SherinTernyata Suamiku Seorang Sultan
Tito ArbaniAfter Met You
AmardaMbak, Kamu Sungguh Cantik
Tere LiyeMy Charming Wife
Diana AndrikaThe Richest man×
- Bab 1 Pacar Matre
- Bab 2 Identitas Sebenarnya
- Bab 3 Pengasuh Pribadi
- Bab 4 Kartu ATM Platinum
- Bab 5 Bocah Miskin?
- Bab 6 Porsche!
- Bab 7 Topi Berwarna Hijau
- Bab 8 Patek Philippe (Merek Jam Tangan)
- Bab 9 Berpura-pura
- Bab 10 Penghinaan
- Bab 11 Kejadian Besar
- Bab 12 Andalan
- Bab 13 Hinaan
- Bab 14 Menurunkan Panas Dalam
- Bab 15 Gesek Kartu
- Bab 16 Berikan Struk
- Bab 17 Keluhan
- Bab 18 Edisi Terbatas
- Bab 19 Tak Berdaya
- Bab 20 Sinis
- Bab 21 Ulang Tahun
- Bab 22 Teman Sekamar
- Bab 23 Menghasut Hati Orang
- Bab 24 Kertas Catatan
- Bab 25 Omelan
- Bab 26 Quality Time
- Bab 27 Aman
- Bab 28 Rumah Sakit Swasta
- Bab 29 Hubungan
- Bab 30 Berdasar
- Bab 31 Diam
- Bab 32 Pacar
- Bab 33 Sun Corporation
- Bab 34 Berharap
- Bab 35 Acuh tak acuh
- Bab 36 Pembayaran
- Bab 37 Ruang Perawatan Intensif
- Bab 38 Tingkat Keberhasilan
- Bab 39 Pengobatan
- Bab 40 Istri
- Bab 41 Hebat
- Bab 42 Pakaian Kerja
- Bab 43 Melaporkan
- Bab 44 Bahaya
- Bab 45 Hubungan Yang Baik
- Bab 46 Uang Busuk
- Bab 47 Anjing
- Bab 48 Modal
- Bab 49 Berapa Umurmu
- Bab 50 Menyeringai
- Bab 51 Pertunjukan Yang Bagus
- Bab 52 Malu dan Marah
- Bab 53 Akting
- Bab 54 Anggota Keluarga He
- Bab 55 Mendesak
- Bab 56 teguran
- Bab 57 Alamat
- Bab 58 Ibu-ibu
- Bab 59 Enggan
- Bab 60 Itu palsu
- Bab 61 Sopan Santun
- Bab 62 Bimbang
- Bab 63 Menyela Pembicaraan
- Bab 64 Tercengang
- Bab 65 Berubah Pikiran
- Bab 66 Tidak bisa menahan tawa
- Bab 67 Fleksibel
- Bab 68 Melindungi dan Menjaga
- Bab 69 Hati yang Terluka
- Bab 70 Trik jahat
- Bab 71 Berani juga
- Bab 72 Tiba-tiba tersadar
- Bab 73 Bos Besar
- Bab 74 Pengenalan
- Bab 75 Tersesat
- Bab 76 Tidak Bisa Mengenali Status Seseorang
- Bab 77 Akhir Yang Tragis
- Bab 78 Tersenyum Pahit
- Bab 79 Kekasih Masa Kecil
- Bab 80 Menangis Tanpa Air Mata
- Bab 81 Tuan Muda Keluarga He
- Bab 82 Bermimpi
- Bab 83 Jahat
- Bab 84 Senang Atas Penderitaan Orang Lain
- Bab 85 Tidak Bisa Menunggu
- Bab 86 Memberi Keringanan
- Bab 87 Kejahatan
- Bab 88 Menyindir
- Bab 89 Memancing
- Bab 90 Beraksi
- Bab 91 Kepala Pusing
- Bab 92 Sayang Anak
- Bab 93 Tidak Berdaya
- Bab 94 Kebingungan
- Bab 95 Soba
- Bab 96 Kepalan Tangan yang Keras
- Bab 97 Inisiatif
- Bab 98 Mengkhianati Keluarga He
- Bab 99 Melarikan diri
- Bab 100 Mengecewakan
- Bab 101 Tidak Bisa Menahan Tawanya
- Bab 102 Segala Sesuatu Memiliki Penakluknya
- Bab 103 Siapakah Orang itu
- Bab 104 Tamat