The Richest man - Bab 92 Sayang Anak
“Tuan Muda Kecil, menurut Anda?”
Pak Hardi menunjuk Quin sambil mengeluarkan kata demi kata.
“Meskipun wanita ini sudah mengganggumu, tapi ia juga telah menerima hukuman yang kejam. Kita juga....”
“Sudahlah, Pak Hardi. Jangan-jangan kamu sungguh merasa aku begitu jahat?”
Eh.
Tadi tidak menyadarinya, tapi sekarang....
Pandangannya mendarat pada Quin mereka berdua, Pak Hardi pun tidak bisa mengatakan apapun.
“Sudahlah, segera bawa orangnya masuk ke dalam.”
Alvero bagaimana mungkin tidak mengetahui pikiran Pak Hardi. Hanya saja ia juga tidak berhak mengurus itu.
Hatinya berpikir seperti itu, lalu Alvero juga tidak banyak cakap, berbalik badan dan pergi meninggalkan tempat.
Setelah mengalami kejadian kemarin malam, beserta kejadian pagi tadi, orang kuat pun juga tidak mampu menahannya.
Sayangnya Alvero bukanlah orang kuat.
Alvero menggelengkan kepalanya tak berdaya dan tiba-tiba berkata kepada teman-temannya.
“Bos, bagaiman kalau kita tidak jadi makan? Kalian pulang saja terlebih dahulu.”
“Tapi kita.....”
Sudah lama tidak berkumpul bersama.
Marko baru saja ingin mengatakan sesuatu, lalu Norbert langsung melambaikan tangannya memotong kata-katanya.
“Sudahlah, Marko. Alvero butuh istirahat.”
Setelah selesai mengatakan itu dengan cuek, Norbert pun langsung menarik orangnya pergi.
Akhirnya Brian mendekat dan mengatakan sampai jumpa kepada Alvero.
Meskipun anak ini biasanya seperti Marko, begitu ceroboh, tapi sebenarnya ia sangat teliti dan berkemampuan, apalagi mulutnya yang semakin hebat berbicara.
Tentu kata-kata yang ia ucapkan tidak seperti Marko yang begitu menyinggung orang. Sangat pengertian seperti apa yang dikatakan orang lain, juga hanya seperti itu saja.
“Sudahlah, Alvero. Kamu juga sudah sibuk lama, segera pergi istirahat sana. Kita akan pergi terlebih dahulu.”
“Hmm.”
Alvero mengangguk dan memandang kepergian Marko mereka.
Alvero kembali ke ruang rawat inapnya. Sekalinya tidur pun seharian.
Hingga malam, ia pun baru terbangun dan saat ini ia merasa aneh.
Gawat, ia lupa menghubungi nyonya he dan membiarkan ia untuk mengundang tim medis Jerman datang.
Sial, semua salah dirinya, untuk apa ikut campur masalah?
Setelah mengomeli dirinya di dalam hati, Alvero pun langsung menghubungi sebuah nomor.
nyonya he yang berada di jauh sana awalnya masih menghadiri pesta antar nyonya.
Saat menerima berita tersebut, ia tengah berbincang ria dengan seorang nyonya.
Tak berdaya....
nyonya he pun sangat semangat saat melihat nama Alvero disana, lalu langsung meminta maaf kepada nyonya itu berkata.
“Maaf, Nyonya Rina. Aku....”
“Sudahlah, kamu begitu senang, sepertinya panggilan ini berasal dari orang yang penting. Kamu segera angkat sana.”
Kebetulan Alvero hari ini baru saja bertemuan dengan Jello Chai. Malam ini, Nyonya Rina pun bersama dengan nyonya he.
Apakah ada sesuatu yang janggal di dalam sini?
Untuk itu, hanya pelaku di belakang layar yang mengetahuinya.
Untuk nyonya he, Alvero dan yang lain, mereka sama sekali tidak mengetahuinya.
“Alvero, akhirnya kamu menghubungi Ibu.”
Ia sendiri memang tidak suka telepon, bagaimana ucapan ini bisa terhitung.
Alvero menggelengkan kepalanya. Ia tahu wanita banyak bicara, lalu ia pun langsung memasuki topik.
“Ibu, aku ada sesuatu yang ingin meminta bantuan Ibu.”
Ucapan yang serius dengan sikap yang tulus.
“Alvero, kamu begitu serius, jangan-jangan ada sesuatu yang terjadi pada rumah sakit?”
“Aduh, aku sudah menyuruhmu untuk tinggal di rumah Keluarga He dan kamu sendiri yang tidak mau. Lalu sekarang harus bagaimana?”
Kemarin saat di Keluarga He, nyonya he memang sudah bermaksud untuk membiarkan Alvero tinggal di Keluarga He.
Hanya saja Alvero lansung menolaknya.
Apa dayanya kalau Alvero menyukai kebebasan dan aturan Keluarga He terlalu banyak.
Sarapan makan pukul berapa, lalu pergi berkeliling ke pasar swalayan.....
Masalahnya begitu banyak, membuat pusing saja.
Kadang Alvero juga merasa keluarga orang biasa lebih baik dari keluarga orang kaya.
Sudahlah, topik ini agak menjauh, lebih baik kembali ke topik.
“Ibu, setuju atau tidak?”
Alvero membuka mulut bertanya, tapi ia sendiri sudah mengetahui hasilnay dengan jelas.
Dengan kasih sayang nyonya he kepada dirinya, tidak hanya satu permintaan.
Bahkan ada sepuluh ribu permintaan, jika ia dapat mengabulkannya, maka ia akan menyetujuinya.
Ternyata benar, saat Alvero memikirkan semua ini di dalam hati, nyonya he pun langsung membuka mulutnya.
“Alvero, aku ini Ibumu, tidak ada yang perlu diminta. Katakan saja apa maumu.”
Bagus, ucapannya bermaksud setuju.
Menerima hasil yang puas dari nyonya he, Alvero sangatlah gembira.
“Ibu, aku ingin Ibu untuk mengundang tim medis Jerman kembali lagi.”
“Apa?”
nyonya he sudah menduga bahwa rumah sakit lagi yang terjadi masalah. Tapi siapa sangka masalahnya begitu serius.
Ingin menggunakan tim media Jerman lagi? Sebenarnya luka besar apa yang diterima Alvero?
Hatinya berpikir seperti itu, tapi otaknya nyonya he kosong.
Anaknya yang baru saja ditemukannya dengan susah payah, bagaimana mungkin.....
Sebenarnya nyonya he berpikir terlalu banyak, tapi ia khawatir kepada Alvero.
“Itu. Alvero, kamu tunggu. Ibu akan segera pergi mencarimu.”
“Bukan, Ibu.”
Meskipun ia sudah kepikiran akan berakhir seperti ini, tapi setelah mendengar suara ‘tut tut’ pada panggilan, Alvero masih saja merasa tak berdaya.
Mengapa nyonya he ini....
Sudahlah, datang berkunjung juga baik, agar ia tidak banyak khawatir.
Setelah muncul pikiran seperti itu, Alvero juga tidak ragu lagi, lalu langsung bangun dari ranjang.
Pagi hari tadi memang sangat lelah, bahkan dirinya tidak pergi mandi dan langsung pergi tidur.
Sekarang bisa dikatakan ia sangatlah bau. Aroma yang seperti ini juga membuatnya tidak nyaman.
Alvero buru-buru masuk ke dalam kamar mandi dan langsung membersihkan diri.
Ia sangatlah cepat, tapi tak sangka bahwa nyonya he lebih cepat dari dirinya.
Bahkan saat nyonya he tiba di kamranya, Alvero kebetulan sedang memakai bajunya, sama sekali tidak mengeluarkan suara.
Satu ruangan sangat hening, seperti tidak orang yang hidup disini.
Otak nyonya he melintas sebuah pikiran yang seperti itu dan ia mulai panik.
“Hardi, aku menaruh Alvero disini, agar kamu merawat tubuhnya, tapi sekarang? Apa saja yang telah kamu lakukan?”
Sebuah kalimat yang sangat panjang dan nyonya he yang sangat menyayangi anaknya, memaksa diri untuk selesai mengatakannya dalam sekali nafas. Alhasil dirinya jadi terengah-engah.
Mari membahas Pak Hardi. Saat ini hatinya juga sangat panik.
Sebelum dirinya masuk ke dalam, Alvero masih saja tidur nyenyak. Mengapa sekarang.....
Jarak waktunya juga tidak begitu jauh, tidak mungkin terjadi sesuatu.
Hatinya berpikir seperti itu, Hardi pun baru bisa menenangkan hatinya yang panik itu.
Hanya menemukan ia melihat sekeliling. Akhirnya pandangannya pun mendarat pada pintu kamar mandi.
Desain pintu kamar mandi ini dikunci dari dalam. Sedangkan saat ini pintu ini tertutup erat, sama sekali tidak ada celah.
Bisa dianalisa bahwa di dalam kamar mandi ada seseorang.
Otaknya melintas sebuah pikiran seperti itu. Pak Hardi juga tidak ragu dan langsung berjalan ke depan pintu kamar mandi.
Pak Hardi mengetuk pintu keras dengan tangan, lalu baru berkata.
“Tuan Muda Kecil, nyonya he sudah tiba. Sebaiknya Anda segera keluar.”
Ia hampir saja dicelakai oleh Alvero. Padahal orangnya berada di kamar mandi, tapi tidak ingin keluar, sedangkan dirinya tadi dituduh nyonya he....
Karena hatinya merasa kesal, nada bicara Pak Hardi saat mengatakan ini agak keterlaluan.
Untuk ini, bagaimana mungkin Alvero tidak mengetahuinya.
Novel Terkait
Cinta Yang Tak Biasa
WennieMy Greget Husband
Dio ZhengHanya Kamu Hidupku
RenataGue Jadi Kaya
Faya SaitamaLelah Terhadap Cinta Ini
Bella CindyUnlimited Love
Ester GohThe Richest man×
- Bab 1 Pacar Matre
- Bab 2 Identitas Sebenarnya
- Bab 3 Pengasuh Pribadi
- Bab 4 Kartu ATM Platinum
- Bab 5 Bocah Miskin?
- Bab 6 Porsche!
- Bab 7 Topi Berwarna Hijau
- Bab 8 Patek Philippe (Merek Jam Tangan)
- Bab 9 Berpura-pura
- Bab 10 Penghinaan
- Bab 11 Kejadian Besar
- Bab 12 Andalan
- Bab 13 Hinaan
- Bab 14 Menurunkan Panas Dalam
- Bab 15 Gesek Kartu
- Bab 16 Berikan Struk
- Bab 17 Keluhan
- Bab 18 Edisi Terbatas
- Bab 19 Tak Berdaya
- Bab 20 Sinis
- Bab 21 Ulang Tahun
- Bab 22 Teman Sekamar
- Bab 23 Menghasut Hati Orang
- Bab 24 Kertas Catatan
- Bab 25 Omelan
- Bab 26 Quality Time
- Bab 27 Aman
- Bab 28 Rumah Sakit Swasta
- Bab 29 Hubungan
- Bab 30 Berdasar
- Bab 31 Diam
- Bab 32 Pacar
- Bab 33 Sun Corporation
- Bab 34 Berharap
- Bab 35 Acuh tak acuh
- Bab 36 Pembayaran
- Bab 37 Ruang Perawatan Intensif
- Bab 38 Tingkat Keberhasilan
- Bab 39 Pengobatan
- Bab 40 Istri
- Bab 41 Hebat
- Bab 42 Pakaian Kerja
- Bab 43 Melaporkan
- Bab 44 Bahaya
- Bab 45 Hubungan Yang Baik
- Bab 46 Uang Busuk
- Bab 47 Anjing
- Bab 48 Modal
- Bab 49 Berapa Umurmu
- Bab 50 Menyeringai
- Bab 51 Pertunjukan Yang Bagus
- Bab 52 Malu dan Marah
- Bab 53 Akting
- Bab 54 Anggota Keluarga He
- Bab 55 Mendesak
- Bab 56 teguran
- Bab 57 Alamat
- Bab 58 Ibu-ibu
- Bab 59 Enggan
- Bab 60 Itu palsu
- Bab 61 Sopan Santun
- Bab 62 Bimbang
- Bab 63 Menyela Pembicaraan
- Bab 64 Tercengang
- Bab 65 Berubah Pikiran
- Bab 66 Tidak bisa menahan tawa
- Bab 67 Fleksibel
- Bab 68 Melindungi dan Menjaga
- Bab 69 Hati yang Terluka
- Bab 70 Trik jahat
- Bab 71 Berani juga
- Bab 72 Tiba-tiba tersadar
- Bab 73 Bos Besar
- Bab 74 Pengenalan
- Bab 75 Tersesat
- Bab 76 Tidak Bisa Mengenali Status Seseorang
- Bab 77 Akhir Yang Tragis
- Bab 78 Tersenyum Pahit
- Bab 79 Kekasih Masa Kecil
- Bab 80 Menangis Tanpa Air Mata
- Bab 81 Tuan Muda Keluarga He
- Bab 82 Bermimpi
- Bab 83 Jahat
- Bab 84 Senang Atas Penderitaan Orang Lain
- Bab 85 Tidak Bisa Menunggu
- Bab 86 Memberi Keringanan
- Bab 87 Kejahatan
- Bab 88 Menyindir
- Bab 89 Memancing
- Bab 90 Beraksi
- Bab 91 Kepala Pusing
- Bab 92 Sayang Anak
- Bab 93 Tidak Berdaya
- Bab 94 Kebingungan
- Bab 95 Soba
- Bab 96 Kepalan Tangan yang Keras
- Bab 97 Inisiatif
- Bab 98 Mengkhianati Keluarga He
- Bab 99 Melarikan diri
- Bab 100 Mengecewakan
- Bab 101 Tidak Bisa Menahan Tawanya
- Bab 102 Segala Sesuatu Memiliki Penakluknya
- Bab 103 Siapakah Orang itu
- Bab 104 Tamat