The Richest man - Bab 95 Soba
"sebentar, apa maksud perkataanmu?"
karena terlalu bersemangat, dia bahkan tidak menyadari panggilan khusus yang diberikan Alvero padanya.
"apa maksudnya? itu adalah maksud secara harfiah."
Alvero sudah menduga Hadong akan memberikan respon seperti ini. oleh karena itu, dia juga tidak berpikir lebih.
"maksud secara harfiah?"
setelah merasa kebingungan untuk kedua kalinya, akhirnya Hadong muli mengerti apa yang dimaksud oleh Alvero.
"oh, aku mengerti. apakah Quin adalah cinta pertamamu?"
hm.
Alvero sedikit kehabisan kata-kata melihat respon Hadong. apa hubungan kedua hal ini?
Alvero pun memilih untuk berkata langsung karena dia tidak memiliki cara lain lagi.
"Quin memanglah merupakan cinta pertamaku, namun......"
"kenapa kamu meninggalkannya?"
tidak tahu obat bius apa yang diberikan Quin kepada Hadong. kalau tidak, kenapa Hadong terlihat begitu semangat ketika membahas masalah ini.
"hei, bro, kamu boleh makan sembarangan, namun tidak boleh bicara sembarangan."
Alvero lalu meletakkan tangannya pada dahinya sendiri dan dia tidak bisa menahan diri atas sikap pria ini.
manusia seperti apa dia?
Alvero bahkan sudah berkata sejelas itu dan dia masih saja.....
"oh, aku tahu, tapi....."
tamatlah sudah, Alvero merasa kalau amarahnya akan membara jika dia terus berbicara dengan pria ini.
"sudahlah bro, apakah kita boleh berbicara dengan serius?"
"bukan, ini....."
"apakah kamu sudah bersikap serius? aku sudah berkata kalau aku tidak meninggalkan Quin, kenapa kamu masih beranggapan seperti itu?"
setelah itu, Alvero pun bertanya dengan nada yang tidak begitu sopan.
"kenapa? apakah kamu pernah melihatnya dengan mata kepalamu sendiri?"
"hm, tidak pernah."
Hadong lalu mengelus kepalanya sendiri dan memasang ekspresi wajah yang polos.
"tapi......"
"tidak ada lagi kata tapi, semua ini adalah takdir. kenapa kak Hadong begitu percaya padanya? jangan-jangan........."
"huk.. huk... huk..."
ketika membahas hal ini, bocah itu pun segera merespon dengan cepat dan berpura-pura batuk.
aksi ini sangat jelas kalau dia ingin menyuruh Alvero untuk diam.
hanya saja, dia tadinya berkata begitu banyak hal tentang Alvero.
bagaimana mungkin Alvero membebaskannya begitu saja? ini tidak mungkin.
"kenapa? kak Hadong, apakah matamu sakit?"
tidak salah lagi, Alvero sengaja untuk bersikap salah paham pada Hadong.
sekarang waktunya bagi Alvero untuk bercanda padanya.
kembali pada Hadong. hingga saat ini, dirinya masih tidak jelas akan pemikiran Alvero.
saat ini, terlihat Hadong sedang mengedipkan matanya dengan cepat dan terlihat seperti sedang mengaba-abakan sesuatu pada Alvero.
tatapan itu sedang berkata: bro, bolehkah untuk tidak membahas ini lagi?
haha, ini sangatlah menarik.
Alvero semakin semangat setelah mengerti apa maksud dari tatapan Hadong itu.
tamatlah kamu Hadong, siapa suruh kamu bercanda padaku tadi?
kamu bisa menjadi seperti ini karena ulahmu sendiri, kamu tidak boleh menyalahkan aku.
sambil memikirkan itu, Alvero pun tersenyum nakal dan kembali bertanya.
"kenapa bro? kalau kamu merasa matamu tidak nyaman...."
"siapa yang bilang mataku tidak nyaman?
bagaimana pun dia adalah seorang pria polos, bagaimana mungkin dia bisa menahan candaan dari Alvero?
dua kalimat dari Alvero berhasil membuat bocah itu merasa marah.
"sudahlah, cepatlah katakan kepadaku tentang hubunganmu dengan Quin. jangan bercanda padaku lagi."
saat ini, Alvero merasa begitu canggung. sejak kapan bocah ini melihat aksi nakalnya tadi?
Hadong pun berkata dengan polos setelah dia melihat ekspresi kebingungan pada wajah Alvero.
"tadinya kamu tersenyum nakal. jangan mengira kalau aku tidak melihat itu."
baiklah, baiklah.
Alvero tidak menyangka kalau Hadong memperhatikan ekspresi kecilnya itu.
seperti dugaannya, bocah ini bukanlah manusia biasa.
hanya saja, tidak tahu apa alasan yang membuat bocah ini terpuruk dalam kondisi seperti ini.
Alvero lalu meletakkan tangannya di bawah dagu dan mulai berpikir.
di saat yang bersamaan, dia pun menatap Hadong dan mulai mengatakan segala hal tentang dirinya dan Quin.
tidak salah, dia tidak perlu merasa canggung karena wanita itu. oleh karena itu, ia pun menyembunyikan cerita tentang dirinya yang diselingkuhi.
dia juga tidak perlu mempermalukan dirinya sendiri karena wanita itu.
setelah Alvero menceritakan semuanya, Hadong pun mengelus kepalanya sendiri dan berkata dengan wajah yang polos.
"tuan muda He, sepertinya aku sudah tertipu. benar-benar....."
Alvero tidak mendengar jelas akhir perkataan Hadong. namun dia merasa kalau itu juga bukan merupakan perkataan yang baik.
setelah Hadong menundukkan kepalanya untuk memaki Quin, dia pun kembali berkata pada Alvero.
"tuan muda He, bukankah kamu ingin menanyakan sesuatu padaku? bagaimana kalau kamu bertanya sekarang saja agar aku tidak bolak balik."
dikarenakan hari ini Hadong berhasil lolos dari nyonya He karena bantuan Alvero, jadi dia tidak lagi ingin tinggal di rumah sakit ini dan dia akan kembali untuk melanjutkan proses pemulihannya.
hanya saja kamar pasien biasa berbeda dengan kamar pasien VIP.
namun, demi membuat Hadong menyetujui agar dirinya bisa dimanfaati oleh Alvero, Alvero pun menggelengkan kepalanya dan berkata.
"tidak perlu panik, kak Hadong kembalilah untuk beristirahat. kita bisa membahas hal ini kapanpun itu."
"ini......."
Hadong lalu menatap Alvero dan dia pun tidak membantah.
"baiklah, aku akan pergi terlebih dahulu."
setelah itu, dirinya pun pergi dengan cepat tanpa menunggu respon dari Alvero.
oh iya, dimana Soba sekarang?
setelah dirinya menyadarkan diri, dia belum bertemu dengan Soba.
"Soba, Soba."
dia mengira kalau bocah itu pastilah bersembunyi di belakang pintu. namun dia sudah memanggil namanya selama beberapa saat, namun......
ketika Alvero mulai merasa kebingungan, tiba-tiba terdengar suara berisik dari luar ruangan.
setelah itu, Tasya pun muncul di depan ruangan Alvero.
"tuan muda, ini buruk, Soba.... dirinya....."
karena berlari terlalu cepat,Tasya merasa sesak dan dia tidak menyelesaikan perkataannya itu.
hal ini membuat Alvero merasa panik. dia lalu menepuk pundak Tasya dan berkata.
"kenapa Soba? cepat katakan."
suara yang keras ini berhasil menyadarkan Tasya.
hanya terlihat Tasya menatap Alvero dengan mata yang merah. mulutnya terlihat bergerak namun dia tidak sanggup untuk mengatakannya.
"kamu....."
Alvero merasa begitu panik dan bocah ini masih bersikap tidak serius.
mengingat kembali kondisi Hadong tadi, Alvero seketika teringat akan sebuah ide.
ketika dia bersiap-siap untuk menjebak Tasya, hanya terlihat kalau bocah itu tiba-tiba bersikap aneh.
Tasya segera memeluk Alvero dan berkata dengan penuh semangat.
"tuan muda, akhirnya kamu menyentuh tubuhku juga."
setelah mengatakan itu, dia pun menatap Alvero dengan tatapan malu.
"menurutmu, apakah pertemuan ini......"
"tidak."
Alvero segera menggepalkan tangannya dengan erat.
manusia seperti apa dia? kenapa dia masih bermimpi dalam kondisi seperti ini?
kalau bukan karena menjaga harga diri bocah ini dan juga karena ingin mengetahui kondisi Soba, mungkin Alvero sudah mendorong tubuhnya.
setelah beberapa saat, akhirnya Tasya sadar diri.
Novel Terkait
Loving The Pain
AmardaDark Love
Angel VeronicaThe Revival of the King
ShintaThis Isn't Love
YuyuMata Superman
BrickCinta Yang Dalam
Kim YongyiThe Richest man×
- Bab 1 Pacar Matre
- Bab 2 Identitas Sebenarnya
- Bab 3 Pengasuh Pribadi
- Bab 4 Kartu ATM Platinum
- Bab 5 Bocah Miskin?
- Bab 6 Porsche!
- Bab 7 Topi Berwarna Hijau
- Bab 8 Patek Philippe (Merek Jam Tangan)
- Bab 9 Berpura-pura
- Bab 10 Penghinaan
- Bab 11 Kejadian Besar
- Bab 12 Andalan
- Bab 13 Hinaan
- Bab 14 Menurunkan Panas Dalam
- Bab 15 Gesek Kartu
- Bab 16 Berikan Struk
- Bab 17 Keluhan
- Bab 18 Edisi Terbatas
- Bab 19 Tak Berdaya
- Bab 20 Sinis
- Bab 21 Ulang Tahun
- Bab 22 Teman Sekamar
- Bab 23 Menghasut Hati Orang
- Bab 24 Kertas Catatan
- Bab 25 Omelan
- Bab 26 Quality Time
- Bab 27 Aman
- Bab 28 Rumah Sakit Swasta
- Bab 29 Hubungan
- Bab 30 Berdasar
- Bab 31 Diam
- Bab 32 Pacar
- Bab 33 Sun Corporation
- Bab 34 Berharap
- Bab 35 Acuh tak acuh
- Bab 36 Pembayaran
- Bab 37 Ruang Perawatan Intensif
- Bab 38 Tingkat Keberhasilan
- Bab 39 Pengobatan
- Bab 40 Istri
- Bab 41 Hebat
- Bab 42 Pakaian Kerja
- Bab 43 Melaporkan
- Bab 44 Bahaya
- Bab 45 Hubungan Yang Baik
- Bab 46 Uang Busuk
- Bab 47 Anjing
- Bab 48 Modal
- Bab 49 Berapa Umurmu
- Bab 50 Menyeringai
- Bab 51 Pertunjukan Yang Bagus
- Bab 52 Malu dan Marah
- Bab 53 Akting
- Bab 54 Anggota Keluarga He
- Bab 55 Mendesak
- Bab 56 teguran
- Bab 57 Alamat
- Bab 58 Ibu-ibu
- Bab 59 Enggan
- Bab 60 Itu palsu
- Bab 61 Sopan Santun
- Bab 62 Bimbang
- Bab 63 Menyela Pembicaraan
- Bab 64 Tercengang
- Bab 65 Berubah Pikiran
- Bab 66 Tidak bisa menahan tawa
- Bab 67 Fleksibel
- Bab 68 Melindungi dan Menjaga
- Bab 69 Hati yang Terluka
- Bab 70 Trik jahat
- Bab 71 Berani juga
- Bab 72 Tiba-tiba tersadar
- Bab 73 Bos Besar
- Bab 74 Pengenalan
- Bab 75 Tersesat
- Bab 76 Tidak Bisa Mengenali Status Seseorang
- Bab 77 Akhir Yang Tragis
- Bab 78 Tersenyum Pahit
- Bab 79 Kekasih Masa Kecil
- Bab 80 Menangis Tanpa Air Mata
- Bab 81 Tuan Muda Keluarga He
- Bab 82 Bermimpi
- Bab 83 Jahat
- Bab 84 Senang Atas Penderitaan Orang Lain
- Bab 85 Tidak Bisa Menunggu
- Bab 86 Memberi Keringanan
- Bab 87 Kejahatan
- Bab 88 Menyindir
- Bab 89 Memancing
- Bab 90 Beraksi
- Bab 91 Kepala Pusing
- Bab 92 Sayang Anak
- Bab 93 Tidak Berdaya
- Bab 94 Kebingungan
- Bab 95 Soba
- Bab 96 Kepalan Tangan yang Keras
- Bab 97 Inisiatif
- Bab 98 Mengkhianati Keluarga He
- Bab 99 Melarikan diri
- Bab 100 Mengecewakan
- Bab 101 Tidak Bisa Menahan Tawanya
- Bab 102 Segala Sesuatu Memiliki Penakluknya
- Bab 103 Siapakah Orang itu
- Bab 104 Tamat