The Richest man - Bab 84 Senang Atas Penderitaan Orang Lain

“bermoral tinggi?”

Telinga Alvero tajam, paham dengan ucapan Fino ini, bicara sambil tertawa terbahak-bahak.

“bermoral tinggi? Apa bisa untuk dimakan?”

“hmph.”

Fino kehabisan kata-kata, ini sama sekali berbeda dengan orang Keluarga He yang dia temui sebelumnya.

Kalau membicarakan Keluarga He, posisi atas kepala keluarga, posisi bawah pembantu, tidak ada satupun yang tidak bermoral tinggi.

Saat itu Fino beruntung menangkap seorang pembantu Keluarga He, merupakan seorang wanita cantik.

Tadinya dia masih belum ingin melakukan apa-apa padanya, melayaninya dengan memberi makan dan minum enak, bersiap untuk menukarkan sedikit keuntungan untuk dirinya saat orang Keluarga He datang.

Tidak disangka, wanita cantik ini begitu mendengar dirinya dimanfaatkan, langsung tidak mempedulikan apapun, bahkan tidak makan tidak minum selama tiga hari.

Pikirannya yang tinggi itu, langsung menyiksa Fino dan yang lainnya sampai kehabisan cara.

Sifat balas dendam Keluarga He kuat, Fino jelas, kalau wanita cantik mati disini, kalau begitu dia yang lainnya akan tamat.

Tidak bisa apa-apa lagi, mereka juga hanya bisa mengantar orangnya kembali, baru menghindari masalah ini.

Siapa bilang semuanya adalah orang tinggi yang nekat, tapi siapapun tidak menunduk demi sedikit uang.

Ada beberapa masalah, mereka merasa tidak pantas untuk dilakukan dengan mengorbankan nyawa.

Seperti Alvero, lagipula yang ingin dia serang adalah atasannya, bukan dirinya, jadi tidak perlu melakukan apa-apa padanya.

Lagipula dibandingkan dengan Keluarga He, Keluarga Sun terhitung apa sih.

Fino memahami poin ini, lebih jelas, dengan identitas Alvero, orang Keluarga He pasti datangnya akan lebih cepat kali ini.

Kalau begitu, walaupun Alvero menakjubkan, itu juga tidak masalah, tidak akan muncul masalah seperti terakhir kali.

Mana tahu sekarang.....

Menggelengkan kepala dengan pasrah, Fino tidak bisa menahan untuk bergumam.

“apa mungkin orang Keluarga He semuanya tidak bersatu, hanya untuk melatih bawahan makanya pura-pura?”

Memang, suara bicara Fino lumayan kecil, tapi dia tampaknya lupa soal telinga Alvero yang tajam.

“pura-pura?”

Mengulang sekali lagi dengan bingung, Alvero bicara dengan penasaran.

“kenapa?”

Seiring ucapan Alvero ini, Fino menceritakan masalah yang dulu terjadi disini pada Alvero.

Tidak disangka, ucapannya baru selesai, sudah mendengar Alvero tertawa terbahak-bahak.

“kenapa?”

Respon Alvero terlalu berlebihan, mebuat Fino terkejut.

Akhirnya, detik berikutnya, melihat tangan Alvero menutup kepalanya, bicara dengan pura-pura pasrah.

“kawan, kalau ini kamu sudah salah.”

Bicara sampai sini, terhenti sebentar, dan mengailkan jarinya.

Setelah Fino mendekatkan kepalanya, Alvero baru bicara dengan keras ke telinganya.

“aku baru pulang ke Keluarga He belum lama, Keluarga He ada apa, aku tidak paham.”

“apa?”

Tidak disangka akan jadi seperti ini, Fino bicara dengan gagap.

“kalau begitu kamu sebenarnya terhitung orang Keluarga He atau bukan?”

“iya, mana mungkin tidak?”

Takut Fino marah, Alvero menjawabnya dengan cepat.

Tentu saja, hal mengenai nyawanya sendiri, apa bisa tidak cepat.

Setelah menjawab ucapan itu, Alvero baru bicara dengan aneh.

“eh bukan, aku baru bertemu tuan besar He hari ini kalian sudah tahu, kalau di logika informasi kalian sangat cepat kan, kenapa tidak jelas aku baru dikenal kembali oleh Keluarga He?”

Mengangkat kepala sambil melihat Fino dengan bingung, malah melihat raut wajah orang ini berubah.

“kenapa?”

Jujur saja, nyawanya sekarang sedang ada di genggaman orang lain, Alvero benar takut kena masalah, membuat nyawanya sendiri melayang.

Namun, masalahnya tidak seperti yang dipikirkan Alvero.

Hanya melihat setelah Fino mendengar ucapannya, tidak mengucapkan kalimat kedua langsung pergi keluar, berteriak dengan kencang.

“jangan bunuh orangnya dulu, jangan bunuh orangnya dulu.”

Yasudahlah, Alvero menunjukkan, dia juga tidak terlalu paham dengan situasi sebelumnya.

Orang ini kenapa sih, tersinggung oleh apa lagi?

Tadi baru mau bunuh orang, sekarang begini lagi, sikap awal dan akhirnya agak kelewatan kan.

“air, air.....”

Suara gumaman terdengar dari sudut, menghentikan olokan Alvero.

Begitu memutar kepala, Coco sedang mengecap bibirnya, wajahnya tersiksa.

Ya ampun, orang ini tidak mungkin demam kan?

Hatinya berteriak ‘gawat’, Alvero langsung berjalan ke depan Coco dengan cepat, langsung memegang kepalanya.

Sial, benaran demam.

“Coco, Coco.....”

Takut demam Coco terlalu parah, Alvero hanya bisa menepuk wajah telurnya dan memanggil namanya, berharap untuk memanggilnya bangun.

Mau gimana lagi, di tempat ini, dirinya tidak bisa keluar, dan di luar juga tidak ada orang.

Dibandingkan situasi sulit sebelumnya, kalau demamnya terlalu parah, mungkin saja.....

Alvero tidak berani berpikir lebih lanjut, akibatnya bukan yang bisa ditanggung dengan identitasnya sebagai tuan muda Keluarga He.

Memanggil begitu lama, dan melihat orangnya masih tidak bangun, Alvero langsung memberinya minum sedikit.

Menyuapinya sedikit, setelah Coco tidak mengeluh haus lagi, Alvero memasukkan tangannya ke dalam gelas.

Untung saja, air di dalam gelas ini tidak tahu sudah ditaro berapa lama, dingin dingin, mengolesnya sedikit di kepala, seharusnya sedikit berguna untuk menurunkan panas.

Hatinya berpikir begini, Alvero tangsung menempelkan tangannya yang sudah dicelupi air ke wajah Coco.

Sangat cepat, dan mendengar Coco menjadi lebih nyaman, dia menghela napas.

“ya, baguslah kalau berguna.”

Sambil mulutnya bergumam, Alvero langsung melepas pakaiannya dan menyelimuti Coco.

Demikian, dia telanjang lengan, mengoleskan kepala Coco dengan air, sambil memanggilnya.

Alvero mempertahankan gerakan yang sama ini selama satu jam, baru mendengar suara dari luar.

Lalu, Norbert dan yang lainnya menyerbu masuk.

Setelah melihat jelas keadaan di dalam, mereka semua agak terkejut.

Mulut Marko ini memang tidak bersih.

Begitu melihat pemandangan ini, dia langsung bersiul sambil meledek.

“wah, Alvero, kamu hebat sekali ya.”

Marko baru selesai bicara, Brian juga ikutan membuat ramai.

“iya, kita diluar bekerja keras deminya, tapi dia malah.....”

“tutup mulutmu.”

Tidak menunggu Brian menyelesaikan ucapannya, Norbert yang merasakan kejanggalan dari wajah Alvero, langsung bicara menegur.

“bicara hal bodoh apa sih, lihat dulu identitas Alvero sekarang apa, sampai harus begini.”

Setelah peringatan Norbert, Marko berdua juga terpikir identitas Alvero sebagai tuan muda Keluarga He, langsung menutup mulutnya.

Segera setelahnya, mereka bertiga bekerjasama mencari alat, setelah membantu Alvero membuka kuncinya langsung menyerbu masuk.

Setelah mendekat, mereka akhirnya melihat jelas situasi Coco yang tidak baik.

Norbert langsung maju dan memegang kepala Coco, langsung bicara terkejut.

“ya ampun, panas sekali, ini sepertinya sudah empat puluh derajat lebih?”

“baguslah kalau tahu, cepat gendong orangnya.”

Terdiam cukup lama, Alvero akhirnya membuka mulutnya.

Hanya saja, suaranya malah begitu serak.

“Alvero, kamu kenapa?”

Beberapa orang yang tadinya meledek orang yang kena musibah, sekarang mulai gugup.

“tidak apa.”

Melambaikan tangan, setelah Norbert menggendong Coco, Alvero baru berdiri dengan kedua kakinya gemetaran sambil bersandar pada tembok.

“anu, apa bisa memberiku baju.”

“baik.”

Otak Marko ini berputar lumayan cepat, tapi sayang kepintarannya kurang.

Kenyataannya, setelah menjawab, baru sadar dirinya hanya mengenakan satu lapis.

“ini, aku.....”

Dia jadi canggung, tidak tahu seharusnya lepas atau tidak.

Novel Terkait

My Charming Wife

My Charming Wife

Diana Andrika
CEO
3 tahun yang lalu
Unlimited Love

Unlimited Love

Ester Goh
CEO
4 tahun yang lalu
Now Until Eternity

Now Until Eternity

Kiki
Percintaan
5 tahun yang lalu
Uangku Ya Milikku

Uangku Ya Milikku

Raditya Dika
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
Harmless Lie

Harmless Lie

Baige
CEO
4 tahun yang lalu
Evan's Life As Son-in-law

Evan's Life As Son-in-law

Alexia
Raja Tentara
3 tahun yang lalu
My Only One

My Only One

Alice Song
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Nikah Tanpa Cinta

Nikah Tanpa Cinta

Laura Wang
Romantis
3 tahun yang lalu