The Richest man - Bab 22 Teman Sekamar
Setelah Norbert mendengarkannya dia marah dan langsung menonjok tembok disampingnya, Alvero melihat dengan sakit hati, juga tidak tahu tembok itu kenapa-kenapa atau tidak.
“Kenapa kamu tidak langsung menelepon aku, aku kesana tidak memukul mereka sampai mampus, aku tidak bermarga Zhou!”
Alvero melihat dia seperti ini, hatinya terharu, langsung menyuruh dia membuka pintu mobil, sekarang di pelukannya masih menggendong orang ditangannya! Dari tadi terus menggendongnya turun dari lantai lima, sudah cukup lelah, di sini masih menggendongnya dan mengobrol begitu lama.
Mungkin tunggu sebentar lagi, tangan Alvero melemas, kepalanya Stephanie, besok mungkin akan muncul dua benjolan, nanti dia akan datang lagi untuk membalasnya.
“Kamu ini yang menjadi kakaknya, apakah kamu tahu adikmu tinggal dimana?”
Duduk di mobil, Alvero teringat masalah yang sangat serius ini, dia mau tidak mau mengalihkan perhatiannya ke Norbert.
Hanya terlihat Norbert memegang kepalanya dengan linglung, menggeleng, menunjukkan tidak tahu.
Alvero sekarang memilih bertindak seenaknya, melihat ke luar jendela, berpikir apakah mereka bertiga mau berbaring di mobil satu malam, buka tidak mampu membuka kamar itu, hanya takut setelah membuka kamar lain kali tidak akan mampu membuka kamar lagi!
“Sudahlah, ke hotel saja!”
Alvero berkata dengan tidak berdaya.
Saat ini Quin, berjalan sendiri di jalan pulang ke asrama, otaknya dipenuhi dengan kejadian hari ini, pertama adalah gelang itu, lalu adalah temannya Direktur Alexander, terakhir adalah 200 Juta yang dihabiskan dengan tidak berkedip.
Apakah orang ini masih Alvero yang dulu dia kenal?
Melihat nomor telepon yang dulu akrab di ponselnya, Quin ragu apakah mau meneleponnya, tetapi akhirnya dia menelepon nomor di belakang nomor telepon itu, juga adalah nomor yang sebelumnya sekalian diblokir saat putus.
Teman sekamarnya Alvero, Marko!
“Siapa? Sudah begitu malam baru telepon tidak takut salah melangkah dan jatuh ke sumur saat berjalan di jalanan malam! Tidak tahu, aku sedang bermain game?”
Telepon ini baru terhubung, langsung terdengar serangkaian kata-kata dari lawan bicara, Quin mengerutkan dahi dengan sedikit benci, tetapi nada bicaranya masih tetap bertahan selembut mungkin.
“Ini aku, Quin!”
Marko awalnya terganggu oleh orang lain saat bermain game, sedikit kesal, tetapi begitu mendengar nama ini, kaget sampai langsung melempar ponselnya, kebetulan terlempar ke tangan Brian.
“Kamu gila ya?”
Brian langsung menendangnya, lalu melempar kembali ponselnya kepadanya, Marko memegang ponselnya dan membisu, sangat lama dia baru mengeluarkan kata-kata dari mulutnya.
“Quin, telelon dari Quin!”
Untuk sesaat, dua orang di dalam kamar tertegun, satu-satunya hubungan mereka dengan Quin adalah dia pacaran dengan Alvero, tetapi setiap kali bertemu, wanita ini seperti mengabaikan mereka, saat ini tiba-tiba menelepon, benar-benar seperti melihat hantu.
Marko langsung menyalakan mode speaker, meletakkannya di tengah-tengah dia dan Brian.
“Kalau aku tidak salah ingat, kalian berdua sudah putus, kamu sekarang menelepon aku, apakah ada masalah? Kamu tidak tahu begini mudah membuat orang salah paham, kami tidak takut aku disalahpahami, aku takut!”
Saat Marko mengatakan ini, nada bicaranya penuh dengan benci, terhadap perempuan seperti ini yang pernah pacaran dengan teman baiknya sendiri, dia merasa sedang menghina selera teman baiknya sendiri.
Quin mendengar kata-katanya, sisi wajah untuk bertelepon semakin gelap, walaupun sangat ingin marah, tetapi dia tetap tahan.
Sekarang dia hanya ingin memeperjelas sesuatu, apakah Alvero sudah menjadi kaya, uang-uang itu dapat dari mana?
“Aku bertemu Alvero hari ini, melihat dia membeli banyak bir, membawa perempuan lain, juga tidak tahu apakah sudah disponsori, atau keluar untuk merampok, aku takut dia digoda oleh orang lain, makanya aku tanya kalian.”
Dua orang di asrama mendengar kata-katanya, secara bersamaan tertawa dingin, kalau dibilang sampai sekarang siapa orang yang paling tidak seharusnya ditemui Alvero, pasti orang itu adalah Quin.
Dulu saat baru putus juga tidak pernah melihat Quin perhatian terhadap Alvero, sekarang tiba-tiba melihat Alvero menjadi kaya, membawa perempuan lain keluar, langsung buru-buru bertanya.
Marko benar-benar ingin memanggil Alvero pulang sekarang juga, menyuruhnya perhatikan dengan baik sebenarnya wanita seperti apa yang dulu dia sukai.
“Urusan Alvero tidak perlu perhatianmu, uangnya dia dapatkan dengan halal dan jelas, kamu lebih baik pedulikan bagaimana kamu terus menjadi anjing penjilat!”
Marko sudah benar-benar kehilangan kesabaran terhadap wanita ini, kata-kata ini benar-benar dikatakan secara sadar dari lubuk hari terdalam, Brian melihatnya dengan tertegun.
“Kak Marko, kamu tadi saat mengatakan kata-kata ini sangat tampan!”
Quin yang dimatikan teleponnya, wajahnya penuh dengan penyesalan, dia bersama Argus, ingin mengambil 2 Ribu atau 3 Ribu saja sangat sulit, sekarang juga hanya meminjam identitasnya untuk masuk ke lingkaran orang kaya generasi kedua.
Tetapi sekarang Alvero lebih cocok untuk dijadikan batu loncatan, tidak hanya dapat membawa dia masuk ke lingkaran orang kaya generasi kedua, juga dapat memberikan dukungan keuangan padanya.
Begitu terpikir dulu dirinya begitu tidak sabar untuk putus, langsung sangat kesal.
Tetapi teringat gelang yang hari ini Alvero berikan padanya saat dia ulang tahun, begitu berharga, jelas sekali dia tidak bisa melupakan dirinya, dia berpikir jika dia sendiri yang meminta balikan, hal ini ada peluang 100%, terlebih lagi dia hari ini sudah menyinggung Argus, siapa yang tahu apakah mereka berdua masih pasangan besok.
“Hahahaha, hanya menanyakan apakah kamu malu? Orang itu juga tidak memanggil polisi, menyuruh kamu masuk lagi dan duduk sebentar!”
Saat Norbert melihat Alvero menggendong Stephanie dan muncul di depan mobil lagi, tertawa sampai hampir jatuh dari mobil.
Di tubuh Stephanie tidak ada KTP, juga tidak tahu lupa bawa atau hilang, membuka kamar di hotel seperti ini, harus ada KTP, terlebih lagi Stephanie sekarang dalam keadaan mabuk sampai tidak sadar, walaupun ada KTP juga mereka mungkin tidak mengizinkan untuk membuka kamar.
“Kalau sudah cukup tertawanya langsung menyetir, cari sebuah hotel kecil, bantu teman baikmu aku menyelesaikan masalah ini baru tertawa, oke?”
Alvero jika bukan karena sekarang masih menggendong orang di pelukannya, mungkin benar-benar akan menendang Norbert.
Tunggu setelah membuka kamar, saat sudah tinggal di hotel, sudah jam empat subuh, lewat satu jam lagi, sudah pagi, Alvero menyalakan sebatang rokok, berdiri di samping jendela.
Ini adalah pertama kalinya dia menyentuh bagian tubuh wanita selain tangan, tadi minum bir, tidak menyadarinya, tetapi saat meletakkan Stephanie di atas ranjang, sentuhan kulit wanita dimaksimalkan, Alvero langsung bereaksi pada saat itu.
Stephanie sudah tidur lumayan lama, kapanpun ada kemungkinan untuk bangun, demi mencegahnya melihat rasa malunya, Alvero mengalihkan pikirannya kepada Quin.
Kejadian hari ini harusnya meninggalkan kesan yang sangat mendalam padanya, awalnya dia sudah tidak ingin memperhitungkan masa lalu, Quin yang memaksanya untuk memperhitungkan kembali sedikit demi sedikit, kalau begitu dalam waktu berikutnya, kembalikanlah apa yang harus dikembalikan!
Novel Terkait
His Second Chance
Derick HoGadis Penghancur Hidupku Ternyata Jodohku
Rio SaputraCinta Dibawah Sinar Rembulan
Denny AriantoCinta Tapi Diam-Diam
RossieIstri Pengkhianat
SubardiBlooming at that time
White RoseThe Richest man×
- Bab 1 Pacar Matre
- Bab 2 Identitas Sebenarnya
- Bab 3 Pengasuh Pribadi
- Bab 4 Kartu ATM Platinum
- Bab 5 Bocah Miskin?
- Bab 6 Porsche!
- Bab 7 Topi Berwarna Hijau
- Bab 8 Patek Philippe (Merek Jam Tangan)
- Bab 9 Berpura-pura
- Bab 10 Penghinaan
- Bab 11 Kejadian Besar
- Bab 12 Andalan
- Bab 13 Hinaan
- Bab 14 Menurunkan Panas Dalam
- Bab 15 Gesek Kartu
- Bab 16 Berikan Struk
- Bab 17 Keluhan
- Bab 18 Edisi Terbatas
- Bab 19 Tak Berdaya
- Bab 20 Sinis
- Bab 21 Ulang Tahun
- Bab 22 Teman Sekamar
- Bab 23 Menghasut Hati Orang
- Bab 24 Kertas Catatan
- Bab 25 Omelan
- Bab 26 Quality Time
- Bab 27 Aman
- Bab 28 Rumah Sakit Swasta
- Bab 29 Hubungan
- Bab 30 Berdasar
- Bab 31 Diam
- Bab 32 Pacar
- Bab 33 Sun Corporation
- Bab 34 Berharap
- Bab 35 Acuh tak acuh
- Bab 36 Pembayaran
- Bab 37 Ruang Perawatan Intensif
- Bab 38 Tingkat Keberhasilan
- Bab 39 Pengobatan
- Bab 40 Istri
- Bab 41 Hebat
- Bab 42 Pakaian Kerja
- Bab 43 Melaporkan
- Bab 44 Bahaya
- Bab 45 Hubungan Yang Baik
- Bab 46 Uang Busuk
- Bab 47 Anjing
- Bab 48 Modal
- Bab 49 Berapa Umurmu
- Bab 50 Menyeringai
- Bab 51 Pertunjukan Yang Bagus
- Bab 52 Malu dan Marah
- Bab 53 Akting
- Bab 54 Anggota Keluarga He
- Bab 55 Mendesak
- Bab 56 teguran
- Bab 57 Alamat
- Bab 58 Ibu-ibu
- Bab 59 Enggan
- Bab 60 Itu palsu
- Bab 61 Sopan Santun
- Bab 62 Bimbang
- Bab 63 Menyela Pembicaraan
- Bab 64 Tercengang
- Bab 65 Berubah Pikiran
- Bab 66 Tidak bisa menahan tawa
- Bab 67 Fleksibel
- Bab 68 Melindungi dan Menjaga
- Bab 69 Hati yang Terluka
- Bab 70 Trik jahat
- Bab 71 Berani juga
- Bab 72 Tiba-tiba tersadar
- Bab 73 Bos Besar
- Bab 74 Pengenalan
- Bab 75 Tersesat
- Bab 76 Tidak Bisa Mengenali Status Seseorang
- Bab 77 Akhir Yang Tragis
- Bab 78 Tersenyum Pahit
- Bab 79 Kekasih Masa Kecil
- Bab 80 Menangis Tanpa Air Mata
- Bab 81 Tuan Muda Keluarga He
- Bab 82 Bermimpi
- Bab 83 Jahat
- Bab 84 Senang Atas Penderitaan Orang Lain
- Bab 85 Tidak Bisa Menunggu
- Bab 86 Memberi Keringanan
- Bab 87 Kejahatan
- Bab 88 Menyindir
- Bab 89 Memancing
- Bab 90 Beraksi
- Bab 91 Kepala Pusing
- Bab 92 Sayang Anak
- Bab 93 Tidak Berdaya
- Bab 94 Kebingungan
- Bab 95 Soba
- Bab 96 Kepalan Tangan yang Keras
- Bab 97 Inisiatif
- Bab 98 Mengkhianati Keluarga He
- Bab 99 Melarikan diri
- Bab 100 Mengecewakan
- Bab 101 Tidak Bisa Menahan Tawanya
- Bab 102 Segala Sesuatu Memiliki Penakluknya
- Bab 103 Siapakah Orang itu
- Bab 104 Tamat