The Richest man - Bab 49 Berapa Umurmu
Orang baik!
Karena masalah Tasya memanjat dinding sebelumnya, dia masih tidak memiliki kesan baik terhadapnya, dan tak diduga gadis ini juga orang yang kejam.
Sayangnya, Quin masih belum mengetahui suasana hati Alvero saat ini.
"Siapa kamu, berapa umurmu?"
Begitu melihat Tasya, Quin yang awalnya masih terlihat agak menyedihkan, wajahnya segera berubah.
Wajahnya sangat mengerikan sehingga orang-orang di sekitarnya menggelengkan kepala.
"Berapa umurmu?"
Mulut Alvero akhirnya berkedut, ia berbicara mendahului Tasya.
Siapa dia, apa dia menganggapku pejantan?
Memikirkan hal ini, wajahnya menjadi suram, dan suasana hati yang mengganggunya selama beberapa hari melonjak naik, Alvero tidak dapat menahannya.
Berulang kali Quin mencari masalah dengannya, Alvero menjadi marah.
"Oh, Quin, Quin, apa kamu menganggapku orang bodoh?"
Karena aku telah mengampunimu berkali-kali, kamu malah tidak maju sendiri, kalau begitu aku tidak akan bersungkan-sungkan lagi.
"Aku tidak tahu dari mana kamu tahu identitasku, tapi kuberitahu kamu, jangan menguji batas kesabaran seseorang."
Alvero melangkah maju beberapa langkah dan berbicara dengan dingin.
"Kamu mendekatiku ketika ku kaya, lalu kamu mengusirku seperti sampah saat ku miskin, apa kamu pikir kamu layak menjadi orang kaya?"
Quin terpesona melihatnya, mulutnya menyunggingkan senyuman.
Mengapa sebelumnya ia tidak menyadari kalau pria ini tampan? Jika menyadarinya lebih awal, saat itu ia tidak akan melepaskannya.
tapi sekarang.....
"Alvero, aku salah, aku salah, aku benar-benar salah."
Hampir berlutut, Quin menatap mata Alvero seolah-olah dia melihat tulang anjing.
Jika di waktu dulu, Alvero akan senang selama beberapa hari dan malam dengan tatapannya yang berapi-api.
Alvero menghela nafas dan menggelengkan kepalanya, ia tidak ingin memperdulikan Quin, jadi dia berbalik dan bersiap untuk pergi.
Kebetulan pada saat ini, Hardi buru-buru keluar dari dalam.
“Tuan Muda Alvero, Nona Nabila sudah bangun."
Matanya tiba-tiba cerah, perasaan Alvero yang semula masih agak tertekan saat ini akhirnya terlepas.
Dia tidak peduli dengan gelar Hardi, apalagi tatapan Quin yang ingin memakan orang.
Bagi Alvero saat ini tidak ada yang lebih menarik perhatiannya selain berita tentang Nabila yang sudah bangun.
Sudah beberapa malam ia berbaring sendirian di tempat tidur, gelisah dan tidak bisa tidur.
Dan berapa banyak kekhawatiran yang ada, saat ini, semuanya berubah menjadi kejutan.
"Hardi, apa katamu?"
panggilannya berubah lagi, bukan lagi Hardi yang dingin seperti sebelumnya.
Hardi pun tersenyum saat menyadari hal ini.
Jangankan menyembuhkan Nabila, apa yang akan dilakukan oleh Tuan Muda Keluarga He padanya, hanya dari sisi Keluarga He saja, dia telah menerima banyak penghargaan.
Dibandingkan dengan 2juta dari orang lain, itu hanyalah hal kecil.
Hardi menggosok tangan dengan putus asa, ia juga merasa sedikit bersemangat.
"Tuan Muda Alvero, Nona Nabila yang kamu tunggu-tunggu sudah bangun."
Selesai berbicara, Hardi melirik ke arah Quin.
Siapa dia, ingin mendapatkan hal yang tidak mungkin diperolehnya, dia juga tidak melihat siapa si Tuan Muda Alvero.
Hardi memandang lurus ke mata Quin dengan penuh penghinaan.
Terlebih lagi, wanita yang disebut-sebut olehnya semakin mengancam posisinya.
Memikirkan hal ini dalam benaknya, Quin tidak berdiam diri.
Tidak berhenti di situ, dia melangkah maju dan menahan Alvero.
Di sana, Alvero yang baru saja gembira tiba-tiba bereaksi, tangannya ditahan saat dia hendak bergerak.
Wajahnya seketika berubah menjadi suram saat melihat ke bawah.
Hardi yang tidak berpengalaman, namun dia bisa melihat hubungan antara keduanya secara sekilas.
Huh, ini sangat konyol.
Selanjutnya, sebelum Alvero berbicara, Hardi berbicara terlebih dahulu dengan nada yang sangat bermartabat.
"Gadis kecil, tidak punya malu?"
Hardi menepuk wajah tuanya, dia sangat merendahkannya.
"Masih tidak mau lepaskan, apa kamu pikir kamu bisa menyentuh Tuan Muda Alvero seenaknya?"
"Tidak."
Terlepas dari itu, Quin tidak memperdulikannya, dia bersandar ke tubuh Alvero.
Disertai aroma dari tubuhnya dan sensasi sentuhan, Alvero merasa sangat mual.
Kamu tidak tahu malu, tapi aku tahu.
Tidak lagi peduli tentang apa pun, Alvero mendorong Quin menjauh dan berbicara dengan keras.
"Hardi, ada orang yang membuat masalah di depan rumah sakit, bagaimana menurutmu?"
Seketika dirinya marah, bahkan Hardi pun tidak berani memprovokasi Alvero, jadi dia memanggil satpam.
Melihat ini, Alvero mengangguk kemudian berbalik dan pergi.
"Alvero, kamu jahat. Aku sudah lama bersamamu, tapi kamu berubah begitu saja..."
"Alvero, Alvero, aku benar-benar salah, tolong bantulah aku."
Suara di belakangnya perlahan menjadi ketakutan, tetapi Alvero sudah tidak peduli lagi.
Nabila sudah bangun, dia butuh seseorang di sisinya.
Dengan mentalitas ini, Alvero bergegas ke bangsal tempat Nabila berada.
Tidak ada pilihan lain, konon seseorang yang baru bangun setelah berniat untuk bunuh diri, perasaannya sangat rumit.
Siapa yang tahu setelah Nabila bangun, akankah dia memanfaatkan kesempatan dengan tidak ada siapa pun di sisinya dan melakukan sesuatu yang membuatnya khawatir.
Alvero sudah memutuskan bahwa dirinya pasti akan memperhatikan Nabila dalam beberapa hari terakhir, dan tidak akan pernah meninggalkannya sedikitpun.
Mencegah terjadi sesuatu kepadanya, sehingga membuatnya menyesal.
Entah mengapa dia bisa berpikir demikian, tetapi Alvero selalu memiliki perasaan yang tak dapat dikatakan pada Nabila.
Ketangguhan Nabila terukir di hati Alvero.
Kadang-kadang Alvero akan berpikir, jika Quin mampu melakukan ini sejak awal, apakah mereka berdua tidak akan mengalami kejadian seperti ini...
"Aduh, Alvero, apa yang kamu pikirkan?"
Berdiri di depan bangsal, Alvero menampar pipinya sendiri.
Orang macam apa Quin itu, mengapa aku mengkhawatirkannya, kepalaku terbentur kah?
"Ha ha."
Semburan tawa yang tajam terdengar, lantas Alvero mengangkat kepalanya dan melihat mata Nabila berbinar.
"Masih tertawa, masih tertawa."
Alvero berjalan masuk dengan cepat dan langsung menjitak kepala Nabila beberapa kali.
"Sudah besar, tapi masih membuat orang lain khawatir."
Selesai Nabila tertawa, Alvero perlahan-lahan menjadi lega, dia berteriak pada Nabila.
"Aku adalah pasien, tahu?"
Sambil memegangi kepalanya, Nabila melirik Alvero dengan berpura-pura kesal.
"Ada apa? Sakit?"
Merasakan tatapan dari Nabila, Alvero mengucapkan kalimat dengan nada marah.
Tentu hanya bicara saja, begitu melihat Nabila mengerutkan kening, Alvero justru bangkit berdiri dengan sedikit gugup.
"Ada apa? Di mana yang sakit?"
"Sini dan sini ....."
Dia meletakkan tangannya di kiri dan kanan di atas kepalanya, dengan gelisah.
"Sudah, sudah melewati gerbang hantu jadi banyak berubah, bahkan sudah berani bermain-main denganku."
Alvero duduk di kursi dengan santai, ia berkata dengan riang.
"Tidak....."
Menggumamkan kalimat seperti itu, dia menundukkan kepalanya, Alvero tidak bisa menebak pikirannya.
"Ada apa?"
Ia mengangkat alis, kata-kata kekhawatiran spontan keluar.
Alvero menyadari bahwa dia tampaknya sangat memperhatikan Nabila, seolah-olah dia adalah pacarnya.
Novel Terkait
Asisten Bos Cantik
Boris DreyMenaklukkan Suami CEO
Red MapleTen Years
VivianGaun Pengantin Kecilku
Yumiko YangKamu Baik Banget
Jeselin VelaniAngin Selatan Mewujudkan Impianku
Jiang MuyanPejuang Hati
Marry SuThe Richest man×
- Bab 1 Pacar Matre
- Bab 2 Identitas Sebenarnya
- Bab 3 Pengasuh Pribadi
- Bab 4 Kartu ATM Platinum
- Bab 5 Bocah Miskin?
- Bab 6 Porsche!
- Bab 7 Topi Berwarna Hijau
- Bab 8 Patek Philippe (Merek Jam Tangan)
- Bab 9 Berpura-pura
- Bab 10 Penghinaan
- Bab 11 Kejadian Besar
- Bab 12 Andalan
- Bab 13 Hinaan
- Bab 14 Menurunkan Panas Dalam
- Bab 15 Gesek Kartu
- Bab 16 Berikan Struk
- Bab 17 Keluhan
- Bab 18 Edisi Terbatas
- Bab 19 Tak Berdaya
- Bab 20 Sinis
- Bab 21 Ulang Tahun
- Bab 22 Teman Sekamar
- Bab 23 Menghasut Hati Orang
- Bab 24 Kertas Catatan
- Bab 25 Omelan
- Bab 26 Quality Time
- Bab 27 Aman
- Bab 28 Rumah Sakit Swasta
- Bab 29 Hubungan
- Bab 30 Berdasar
- Bab 31 Diam
- Bab 32 Pacar
- Bab 33 Sun Corporation
- Bab 34 Berharap
- Bab 35 Acuh tak acuh
- Bab 36 Pembayaran
- Bab 37 Ruang Perawatan Intensif
- Bab 38 Tingkat Keberhasilan
- Bab 39 Pengobatan
- Bab 40 Istri
- Bab 41 Hebat
- Bab 42 Pakaian Kerja
- Bab 43 Melaporkan
- Bab 44 Bahaya
- Bab 45 Hubungan Yang Baik
- Bab 46 Uang Busuk
- Bab 47 Anjing
- Bab 48 Modal
- Bab 49 Berapa Umurmu
- Bab 50 Menyeringai
- Bab 51 Pertunjukan Yang Bagus
- Bab 52 Malu dan Marah
- Bab 53 Akting
- Bab 54 Anggota Keluarga He
- Bab 55 Mendesak
- Bab 56 teguran
- Bab 57 Alamat
- Bab 58 Ibu-ibu
- Bab 59 Enggan
- Bab 60 Itu palsu
- Bab 61 Sopan Santun
- Bab 62 Bimbang
- Bab 63 Menyela Pembicaraan
- Bab 64 Tercengang
- Bab 65 Berubah Pikiran
- Bab 66 Tidak bisa menahan tawa
- Bab 67 Fleksibel
- Bab 68 Melindungi dan Menjaga
- Bab 69 Hati yang Terluka
- Bab 70 Trik jahat
- Bab 71 Berani juga
- Bab 72 Tiba-tiba tersadar
- Bab 73 Bos Besar
- Bab 74 Pengenalan
- Bab 75 Tersesat
- Bab 76 Tidak Bisa Mengenali Status Seseorang
- Bab 77 Akhir Yang Tragis
- Bab 78 Tersenyum Pahit
- Bab 79 Kekasih Masa Kecil
- Bab 80 Menangis Tanpa Air Mata
- Bab 81 Tuan Muda Keluarga He
- Bab 82 Bermimpi
- Bab 83 Jahat
- Bab 84 Senang Atas Penderitaan Orang Lain
- Bab 85 Tidak Bisa Menunggu
- Bab 86 Memberi Keringanan
- Bab 87 Kejahatan
- Bab 88 Menyindir
- Bab 89 Memancing
- Bab 90 Beraksi
- Bab 91 Kepala Pusing
- Bab 92 Sayang Anak
- Bab 93 Tidak Berdaya
- Bab 94 Kebingungan
- Bab 95 Soba
- Bab 96 Kepalan Tangan yang Keras
- Bab 97 Inisiatif
- Bab 98 Mengkhianati Keluarga He
- Bab 99 Melarikan diri
- Bab 100 Mengecewakan
- Bab 101 Tidak Bisa Menahan Tawanya
- Bab 102 Segala Sesuatu Memiliki Penakluknya
- Bab 103 Siapakah Orang itu
- Bab 104 Tamat