The Richest man - Bab 19 Tak Berdaya

Begitu masuk kedalam lift, Alvero pun langsung mendorong tangan Stephanie dengan menggunakan tatapan terkejut.

Hanya terlihat ia sedang menyandarkan kepalanya di samping lift. Tanpa mengetahui apa yang sedang ia pikirkan, tampaknya ia terlihat sedikit kesal.

Mereka berdua masih saling terdiam. Ini adalah ketiga kalinya mereka bertemu. Tanpa adanya Norbert, mereka berdua memang tidak begitu akrab.

Stephanie langsung menekan tombol lantai lima. Entah sengaja atau tidak, itu langsung membuat kedua mata Alvero terkejap pelan.

"Temanku masih menungguku, kamu sebagai wanita juga jangan minum lagi. Segeralah pulang untuk istirahat!"

Stephanie pun mengangkat kepala dan melihatnya sekilas dengan menggunakan tatapan tidak senang. Melihat Alvero yang ingin menekan lantai bawah tanah, ia pun segera menghalanginya.

"Tombol yang kamu tekan adalah tempat parkir, mengapa kamu harus turun kesana? Kamu kan tidak punya mobil, lagipula aku juga tidak memintamu untuk membayarnya. Sepertilah lelaki sejati, apa salahnya dengan minum alkohol?"

Alvero benar-benar merasa tak berdaya terhadap wanita ini, ia hanya bisa berkompromi dan berkata, "Begitu banyak tempat untuk pergi minum alkohol, mengapa kamu harus pergi ke lantai lima?"

Stephanie pun mengedipkan kedua matanya yang berkilau sambil tertawa.

"Aku bilang mengapa kamu begitu payah? Bahkan jika Argus mereka mau pergi ke lantai lima untuk minum-minum, kita juga belum tentu dapat bertemu dengan mereka. Tempat yang begitu besar, belum tentu juga bisa pergi kearah yang sama."

Setelah berkata, pintu lift lantai lima pun terbuka. Berbagai cahaya yang berkelap-kelip dan suara musik yang berisik, seketika membuat Alvero yang awalnya mengantuk menjadi sadar.

Ia belum pernah datang ke tempat seperti ini. Hanya melihat suasananya saja, ia sudah tidak tertarik.

Wanita negara asing yang hampir telanjang menggerakkan pinggang langsing mereka di tengah lantai dansa, lalu para pria hanya terus bersorak di samping.

Namun Stephanie pun tidak melihatnya dan langsung menyeret Alvero berjalan menuju kearah terdalam.

"Disini benar-benar terlalu berisik, mari kita pergi ke ruang pribadi."

Setelah berkata, ia pun menyeret Alvero yang bingung di tempat dan berjalan menuju ke dalam sana dengan cepat.

Alvero berjalan sambil melihat tempat ini. Para pria dan wanita sedang menari di tengah lantai dansa, lalu dekorasi disini juga terlihat sangat mewah. Jelas, ini adalah tempat yang membutuhkan kemampuan untuk berbiaya tinggi.

"Kamu adalah mahasiswa yang baru lulus. Mengapa suka datang ke tempat seperti ini?"

Stephanie pun dengan acuh tak acuh mengedutkan bibirnya. Anak muda sekarang memang suka datang ke tempat seperti ini untuk melepaskan dirinya sendiri. Lalu karena biaya disini memang agak tinggi, maka orang yang biasa tentu memiliki tempat yang lebih pantas untuk dipergi oleh mereka.

Namun kata-kata yang keluar dari mulut Alvero ini, membuat orang merasa sedikit terkejut.

Begitu masuk ke dalam ruang pribadi, Stephanie pun memesan beberapa botol minuman keras yang cukup mahal, lalu mendorong Alvero keatas sofa.

"Aku keluar sebentar. Jika koktail kosmopolitannya telah dihidangkan, kamu minum saja terlebih dahulu. Aku akan segera datang."

Setelah berkata, Stephanie pun langsung lari keluar tanpa memberi Alvero kesempatan untuk respon.

Alvero hanya bisa duduk sendiri di sofa dan memberi tahu Nabila bahwa malam ini ia tidak pulang, sambil menonton video singkat.

Reith juga mengirim beberapa pesan yang berisikan bahwa ia akan datang mencarinya untuk main bersama dalam dua hari ini, lalu bertanya apakah ia ada waktu luang.

Alvero sedang membalasnya satu per satu. Tiba-tiba pintu ruangan pribadinya pun didorong dan terbuka.

"Kamu terus masuk dan keluar, apa yang sebenarnya kamu inginkan?"

Alvero kira orang yang masuk adalah Stephanie. Setelah mengangkat kepala, ia pun terdiam melihat kedua orang yang berdiri hadapannya. Bukankah ia berkata bahwa tempat ini cukup besar dan tidak akan bertemu dengan mereka berdua?

Orang yang datang kebetulan adalah Quin dan Argus.

"Kecepatanmu dalam mengganti profesi juga cukup cepat ya. Baru saja mencuri gelang yang sangat berharga dan datang lagi untuk mencuri minuman keras!"

Quin dengan sinis berkata. Mendengar ini, Alvero pun merasa bingung dan malas untuk berurusan dengan mereka berdua. Saat bersiap untuk meninggalkan tempat tersebut, Quin pun menarik tangannya sebelum ia melangkah keluar.

Awalnya ia kira mereka berdua sudah benar-benar tidak ada hubungan karena masalah sebelumnya, tetapi melihat Quin seperti ini, jelas ia tidak ingin membiarkannya pergi.

"Lepaskan tanganmu!"

Suara Alvero pun terdengar sedikit kesal. Tatapan matanya terhadap Quin pun juga berubah menjadi tidak sabar.

"Apakah kamu marah-marah, karena masalahmu yang memalukan itu terekspos? Kamu masih ingin memukulku? Tampaknya kamu belum puas saat terakhir kali masuk ke dalam penjara!"

"Untuk apa kalian datang kemari? Bukannya pergi saja minum minuman kalian!"

Stephanie telah berdiri di depan pintu dalam waktu yang cukup lama. Hanya ingin melihat apakah kali ini Alvero akan menjadi berani. Tetapi setelah mendengar suara dari dalam, ia pun tak tahan dan langsung mendorong pintu masuk.

Sambil melototi Alvero yang begitu pengecut.

"Stephanie!"

Argus yang dari awal terdiam, seketika menjadi semangat saat melihat orang masuk. Jika Quin tidak menariknya, mungkin ia sudah langsung mendekati Stephanie.

Reaksi Argus membuat Quin merasa sangat tidak nyaman. Sebelumnya ia juga pernah mendengar bahwa Argus pernah mendekati Stephanie. Hanya saja wanita ini tidak pernah tertarik dengannya. Oleh karena itu, ia baru pergi menggoda Quin.

Berfikir sampai sini, ia pun diam-diam memperhatikan Stephanie dengan seksama. Padahal sudah berumur dua puluh tiga tahun, tetapi wajahnya terlihat seperti umur lima belas atau enam belas tahun. Tubuhnya juga sama sekali tidak buruk.

Jika kedua orang ini berdiri bersama dan melakukan perbandingan, Stephanie pasti lebih baik darinya.

"Apa yang kita lakukan, apakah ada kaitannya denganmu? Jangan bilang, kamu berkencan dengan orang pecundang seperti ini. Kamu tidak takut jika status sosial kamu direndahkan!"

Stephanie pun langsung memutar balik matanya.

"Aku bukanlah kamu. Aku tidak harus menempel dengan kekayaan seorang pria untuk membiayai kehidupanku sendiri. Daripada peduli dengan masalah aku dan temanku, lebih baik kamu peduli terhadap dirimu sendiri dulu!"

Sejak Quin berpacaran dengan Argus, ia mana pernah dipermalukan seperti ini. Seketika wajahnya pun memerah, lalu dengan kesal menunjuk Alvero.

"Kamu masih berani mengatakanku. Dengan gaji Ayah dan Ibumu yang sebanyak empat hingga enam juta sebulan itu, bahkan masih tidak mencukupiku untuk berbelanja disini sekali! Apa yang aku tidak tahu dari Alvero. Jika ia punya uang, maka aku akan minum semua minuman keras di atas meja ini."

Setelah berkata, Quin pun mendengus dingin dan mengalihkan pandangannya kearah Stephanie.

"Jika dibandingkan, kamulah orang yang lebih mungkin mengeluarkan uang tersebut. Tetapi dengan penampilan yang kamu miliki, sepertinya setelah kamu tidur dengan pria lain, kamu pun mengambil uang tersebut untuk membiayai pecundang ini!"

Sebelumnya Stephanie memang sudah pernah mendengar, bahwa Quin adalah seorang wanita yang bermulut tajam. Dulu ia tidak pernah menganggapnya, tetapi kali ini ia benar-benar merasakannya.

Sekarang Argus pun juga teringat kembali saat ia ditolak oleh Stephanie. Melihat mereka berdua yang muncul disini, hatinya pun merasa sangat cemburu.

"Benar juga. Aku sama sekali tidak kepikiran bahwa Stephanie yang cantik ini juga bisa terjatuh ke posisi seperti ini. Ngomong-ngomong, apakah kamu puas dengan kemampuan pria tersebut? Jika difikir-fikir lagi, kalau kamu puas, mungkin kamu juga tidak akan keluar untuk membiayai pria lain lagi?"

Stephanie yang marah hingga tidak dapat berkata-kata, berencana untuk menarik Alvero pergi dari sini.

Saat ini, pintu ruangan pribadi tiba-tiba terbuka. Seorang pelayan yang berdiri di depan pintu, lalu dengan tercengang memandang keempat orang tersebut.

"Apakah Tuan Alvero berada disini?"

Novel Terkait

Inventing A Millionaire

Inventing A Millionaire

Edison
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
My Superhero

My Superhero

Jessi
Kejam
4 tahun yang lalu
Cinta Tapi Diam-Diam

Cinta Tapi Diam-Diam

Rossie
Cerpen
4 tahun yang lalu
Cinta Adalah Tidak Menyerah

Cinta Adalah Tidak Menyerah

Clarissa
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
CEO Daddy

CEO Daddy

Tanto
Direktur
4 tahun yang lalu
Istri kontrakku

Istri kontrakku

Rasudin
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Pejuang Hati

Pejuang Hati

Marry Su
Perkotaan
4 tahun yang lalu
See You Next Time

See You Next Time

Cherry Blossom
CEO
5 tahun yang lalu