My Beautiful Teacher - Bab 68 Mengajari Awang
Setelah melewati latihan selama 3 bulan, gerakan tanganku sudah sangat lincah, melihat pukulan biasa ini, tentu saja tidak ada rasa takut sedikitpun, bahkan tidak menghindar.
Bersamaan dengan saat dia mengeluarkan tinjunya, aku sudah menangkap pergelangan tangan Awang dengan tepat.
Awang terkejut dan marah, berusaha menarik tangannya tapi tangannya tidak bisa dilepas.
Dalam situasi putus asa, dia melonggarkan ikat pinggang yang digenggam di tangannya dan tinju tangan lain juga menyerangku dengan emosi.
Lalu tinjunya yang satu lagi juga ditangkap olehku.
“Bocah sial, tidak bermoral, kamu adalah orang rendahan” Kedua tangan Awang yang sudah kutangkap, berteriak memaki aku dengan mata melotot.
“Aku sudah menjual dua buah rumah, tidak tahu bersyukur sudahlah, diri sendiri tidak berguna malah melampiaskan emosi kepada istri, kamu bahkan tidak lebih dari orang rendahan” Awalnya hatiku masih merasa sedikit bersalah, tapi karena dia memaki dan menyerang seperti ini, aku kehilangan kesabaran, menggunakan kepala menghantam wajahnya.
Awang yang tidak waspada, saat wajahnya ditabrak olehku, dia berteriak kesakitan, lalu terhuyung ke belakang dan terjatuh.
Aku berdeham dingin, maju selangkah dan menendang punggungnya dengan kejam, menendang dia sampai berguling ke samping meja, dia menutup hidungnya dan meraung kesakitan.
Emosiku belum stabil, masih ingin terus menyerang tapi mendengar Ramya yang di atas lantai menangis berkata “Jangan pukul lagi, aku mohon jangan pukul lagi”
Aku menggertakkan gigi, berusaha keras mengendalikan emosi sendiri, lalu pergi kesana untuk memapah dia berdiri, bertanya dengan perhatian “Apakah kamu tidak apa-apa?”
“Wenas, terima kasih kamu begitu perhatian kepadaku, tapi ini adalah masalah keluarga kami, kamu jangan ikut campur, aku dan Awang akan menyelesaikan dengan baik” Ramya berkata sambil terisak, dengan memar di wajahnya, rambutnya juga berantakan, terlihat sangat menyedihkan.
“Aku tidak bisa hanya melihat dia memukulmu, pria seperti ini tidak pantas menjadi suami orang, lebih baik bercerai saja, siapa yang tidak bisa hidup setelah bercerai, bukankah begitu?”
“Jangan katakan lagi, kamu pergilah, kelak jangan datang lagi, kamu juga jangan urus masalah kami, cepat pergi” Ramya mendorong aku keluar dari rumah sambil menangis.
Aku khawatir setelah aku pergi Ramya masih akan dipukul, juga tidak tega melihat Ramya memohon ampun, terlihat sangat menyedihkan dan menyakitkan. Pada akhirnya aku hanya bisa berpura-pura pergi, saat dia menutup pintu, aku berbalik kembali, menguping dari pintu.
Setengah jam kemudian, tidak ada suara didalam rumah, mungkin Awang sudah terluka karena pukulanku, jadi tidak lagi menyerang Ramya, ini membuatku merasa lega.
Tapi mengingat kehidupan Ramya kelak, hatiku sangat tidak nyaman.
Walaupun hari ini dia tidak akan dipukuli, tapi mungkin kelak Awang akan menambah kekuatannya.
Melihat rupa Awang saja sudah tahu, dia sudah sangat putus asa, bahkan tidak bekerja lagi, sifatnya juga menjadi sangat aneh dan emosian, masih memukul Ramya, pria seperti ini sudah tidak pantas untuk dicintai oleh Ramya.
Tapi Ramya tidak bersedia untuk bercerai, benar-benar membuat aku sangat cemas dan kesal.
Setelah pulang kerumah, aku mengirimkan pesan kepada Raya “Setelah aku pergi, apakah Awang ada memukulimu atau tidak?”
“Dia pergi ke rumah sakit.” Sesaat kemudian, menerima pesan dari Ramya.
“Kamu seharusnya bercerai dengan dia.” Aku berkata dengan terus terang.
“Dulu, aku yang berbuat salah kepadanya, dia berubah menjadi seperti ini juga adalah tanggung jawabku dan juga masih ada perasaan antara aku dan Awang, aku juga percaya aku bisa dengan perlahan mengubah dia, membuat dia kembali seperti sebelumnya.”
Melihat pesan ini, aku terdiam, sesaat kemudian, baru membalas “Aku sudah tahu, kelak jika Awang masih berani memukulmu, telepon aku, aku akan membantumu membereskan dia.”
Setelah aku mengirim pesan ini, dia tidak lagi membalasku.
Karena masalah Ramya, membuat suasana hatiku sedikit kacau, sepanjang sore sedikit tidak fokus saat latihan.
Setelah makan malam, baru saja sampai dirumah, aku menerima telepon dari Lastri.
Aku sekarang sedikit takut pada Lastri, terakhir kali dia dengan inisiatif menggodaku hampir membuatku tidak bisa bertahan, melihat dia meneleponku, sebenarnya aku tidak ingin mengangkatnya, tapi bagaimanapun aku adalah pemilik rumah dan tetangga dia, akhirnya aku hanya bisa memaksakan diri untuk mengangkat telepon.
“Lastri, ada masalah apa?” Aku bertanda dengan sedikit merasa bersalah.
Bagaimanapun wanita cantik seperti dia sudah menyodorkan diri, tapi malah didorong olehku, harga dirinya pasti akan terluka.
Tidak disangka Lastri berkata sambil tertawa “Wenas, benar-benar maaf, kemarin malam mungkin aku minum terlalu banyak, benar-benar maaf sudah melakukan hal yang sedikit canggung, semoga kamu tidak keberatan, aku benar-benar tidak bermaksud seperti itu.”
Tidak disangka Lastri ternyata berinisiatif meminta maaf kepadaku, ini membuat rasa tidak tenang dalam hatiku sedikit berkurang, bisa berhadapan dengan tenang, buru-buru berkata “Tidak masalah, aku yang seharusnya meminta maaf, aku orangnya sedikit tidak sensitif.”
Lastri tertawa lagi “Kamu tidak marah sudah bagus. Oh ya, aku ingin meminta bantuanmu.”
“Hal apa, katakan saja.”
“Tidak tahu kenapa, tadi listrik dirumahku tiba-tiba mati, karena saat menggunakan kompor listrik untuk memasak sup, tiba-tiba muncul percikan api, lalu listrik dirumah mati, apa kamu bisa datang untuk lihat sebentar, sebenarnya masalah apa yang terjadi”
“Di area ini tidak mati listrik, sepertinya memang rumahmu yang memiliki masalah, aku segera kesana.” Aku juga tidak berpikir banyak, sebagai pemilik rumah, tentu saja harus mengatasi masalah pelanggan.
Aku pergi ke depan pintu rumah dia, mengetuk pintu, terdengar suara Lastri dari dalam “Pintu tidak dikunci, kamu buka saja.”
Aku mendorong pintu, didalam rumah sangat gelap, bahkan gorden dijendela juga tertutup, tidak ada cahaya yang masuk.
Untung saja aku membawa ponsel, aku mengeluarkan ponsel dan membuka senter ponsel, lalu melihat Lastri yang duduk di sofa memakai dress tidur putih.
Rambutnya tergerai, sedikit basah, memakai dress tidur warna putih, terlihat sedikit aneh, membuat aku terkejut “Dirumahmu tidak ada senter?”
“Tidak ada, ponsel pun tidak ada baterai lagi, sedang diisi, apa kamu bisa membantu aku lihat sebenarnya apa yang terjadi” Lastri tertawa, berjalan maju.
Saat dia berjalan mendekat, aku menyadari ada yang sedikit tidak beres saat cahaya senter menyinari tubuh dia.
Baju tidurnya itu transparan, terlihat kulit putihnya didalam, terutama dua bola dibagian dada, terlihat jelas jika tidak memakai bra, sangat penuh dan kuat, membuat baju tidur itu terangkat tinggi.
Aku tercengang, tanpa sadar menelan ludah.
Tidak hanya itu, di bagian rok bawah juga sepertinya kosong, cahaya senter yang menyinari diatasnya, ternyata masih bisa melihat sebuah gumpalan hitam.
Jantungku berdetak kencang, dengan cepat mengalihkan cahaya senter.
Sepertinya melihat dengan kecanggunganku, Lastri buru-buru menjelaskan “Karena tadi baru selesai mandi, tidak sempat mengganti pakaian, siapa tahu tiba-tiba listriknya terputus.”
“Tidak apa-apa, dimana tempat yang kamu katakan muncul percikan api, aku pergi lihat.” Dalam kegelapan, hanya memakai dress tidur, menjalin hubungan dengan wanita yang bahkan terakhir kali masih terjadi sesuati, ini adalah perasaan yang sangat halus, membuat jantungku berdetak kencang, seperti bisa mendengar suara detak jantungku sendiri.
Dia membawaku masuk ke dapur, menunjuk ke kompor listrik.
Aku memeriksa sebentar, tidak peduli dihidupkan atau di matikan, ataupun kabel listrik, tidak ditemukan masalah, saat masih kebingungan, aku mendengar teriakan Lastri, sepertinya dia tidak berdiri dengan stabil, terjatuh ke belakang.
Aku terkejut, untung saja jarak dengannya hanya satu langkah, dengan segera mengulurkan tangan, menangkap dia.
Lastri yang berada dalam pelukanku, cahaya senter yang bergoyang, memantulkan cahaya dari matanya yang cerah dan hitam, menatapku dengan bingung.
Dan disaat ini, aku baru merasakan tanganku berada ditempat yang salah, sedang menggenggam sebuah bola yang penuh dan lembut.
Novel Terkait
Love and Trouble
Mimi XuIstri kontrakku
RasudinCinta Yang Dalam
Kim YongyiMy Cold Wedding
MevitaTernyata Suamiku Seorang Sultan
Tito ArbaniThe Comeback of My Ex-Wife
Alina QueensMy Beautiful Teacher×
- Bab 1 Mengintip
- Bab 2 Katup Air Rusak
- Bab 3 Minum Anggur
- Bab 4 Gerakan Di Kamar Mandi
- Bab 5 Pengakuan Di Atas Gunung
- Bab 6 Kesalahpahaman Larut Malam
- Bab 7 Dalam Jangkauan
- Bab 8 Asis Yang Kesal
- Bab 9 Tidak Tau Diuntung
- Bab 10 Peminat Sewa Yang Baru
- Bab 11 Godaan Fela
- Bab 12 Wanita Muda Yang Berseni
- Bab 13 Orang Aneh
- Bab 14 Pengalaman Hidup
- Bab 15 Toilet Wanita
- Bab 16 Dadanya Membesar
- Bab 17 Mengobrol
- Bab 18 Pertunjukan Pinggir Jalan
- Bab 19 Gedung Pengajaran
- Bab 20 Bar Romantis
- Bab 21 Membuat Masalah
- Bab 22 Terluka
- Bab 23 Belum Mulai pun Sudah Berpisah
- Bab 24 Panggil Aku Kakak
- Bab 25 Tiga Lembar Tiket Bioskop
- Bab 26 Kesalahan Adalah Kesalahan
- Bab 27 Mantan Pacar Fela
- Bab 28 Gym Seni Bela Diri
- Bab 29 Pelatih Yang Keras
- Bab 30 Keterampilan Khusus
- Bab 31 Sisi Lain Ramya
- Bab 32 Pergi Ke Suatu Tempat
- Bab 33 Memecahkan Kesalahpahaman
- Bab 34 Merasa Tercerahkan
- Bab 35 Bobby
- Bab 36 Bertarung
- Bab 37 Berpikiran sempit
- Bab 38 Serangan balik putus asa
- Bab 39 Luar dingin dalam panas
- Bab 40 Kecelakaan
- Bab 41 Persyaratan Asis
- Bab 42 Penemuan Theo
- Bab 43 Bergegas Ke Hotel
- Bab 44 Tidak Tahan Lagi
- Bab 45 Tertangkap Basah
- Bab 46 Memilih Untuk Memaafkannya
- Bab 47 Pencuri
- Bab 48 Menggeledah Tubuh
- Bab 49 Orang Yang Benar Akan Bersikap Benar
- Bab 50 Rencana Gagal
- Bab 51 Penyewa Baru
- Bab 52 Guru Tony
- Bab 53 Diva Masa Depan
- Bab 54 Curahan Hati
- Bab 55 Teknik Pedang
- Bab 56 Reuni Teman Sekolah
- Bab 57 Menunjukkan keterampilan bela diri
- Bab 58 Tiga pengawal
- Bab 59 Rizal Membuat Onar
- Bab 60 Keputusan yang menyakitkan
- Bab 61 Mabuk
- Bab 62 Negosiasi
- Bab 63 Pesan Terakhir
- Bab 64 Harapan Yang Tinggi
- Bab 65 Undangan Dari Lastri Wahyuni
- Bab 66 Bertemu Ramya Lagi
- Bab 67 Mencambuk Wanita
- Bab 68 Mengajari Awang
- Bab 69 Listrik Putus
- Bab 70 Hal Yang Aneh
- Bab 71 Kehilangan Akal Sehat
- Bab 72 Bahu Yang Bisa Disandar
- Bab 73 Panggilan Telepon Dari Hafid Waka
- Bab 74 Tamu Yang Tidak Diundang
- Bab 75 Dojo Jangga
- Bab 76 Lebih Mudah dan Terampil
- Bab 77 Peringatan Instruktur Louis
- Bab 78 Membayar
- Bab 79 Meminta Maaf Dengan Canggung
- Bab 80 Panti Asuhan
- Bab 81 Semangkuk Sup Daging
- Bab 82 Pengakuan Cinta Yang Sangat Mendadak
- Bab 83 Ditangkap
- Bab 84 Serangan Diam-Diam
- Bab 85 Membuat Masalah Pada Saat Putus Asa
- Bab 86 Memotong Alat Kelamin
- Bab 87 Kematian Awang
- Bab 88 Kompetisi Bela Diri Nasional
- Bab 89 Dompet Dicuri
- Bab 90 Acara Pembukaan
- Bab 91 Bertemu Adalah Jodoh
- Bab 92 Ada Yang Menyewa Tempat
- Bab 93 Rayakan Ulang Tahun Guru
- Bab 94 Tinju Satu Inchi
- Bab 95 Kompetisi Secara Resmi
- Bab 96 Lawan Di Babak Pertama
- Bab 97 Kekuatan Yang Hebat
- Bab 98 Mengubah Kekalahan Menjjadi Kemenangan
- Bab 99 Shao Lin Chang Quan
- Bab 100 Mencapai Ketenangan
- Bab 101 Tidak Mau Kalah
- Bab 102 Menang
- Bab 103 Sahabat Baik, Anita
- Bab 104 Memandang Rendah
- Bab 105 Mendapatkan Ucapan Selamat Tinggal
- Bab 106 Kakak dari Ardi
- Bab 107 Teknik Pedang Mematikan
- Bab 108 Takdir
- Bab 109 Aura Pembunuh
- Bab 110 Petarung Yang Kuat
- Bab 111 Tiga Puluh Empat Besar
- Bab 112 Teknik Bantingan Dan Pelepasan Tulang