My Beautiful Teacher - Bab 41 Persyaratan Asis
Aku tidak bisa tidur sepanjang malam, pikiranku selalu memikirkan Ramya.
Keesokan paginya, aku berkata pada Fela: "Gadis, aku memikirkan sebuah ide, tapi aku khawatir kamu akan marah kalau aku mengatakannya."
"Masalah tentang kakak Ramya, apa idenya?"
“Aku pikir kalau bisa menjual dua rumahku, kita akan punya uang untuk melakukan kompensasi.” Aku berpikir dan mengatakannya dengan serius.
Setelah mendengar kata-kataku, Fela menunjukkan ekspresi yang sangat terkejut dan bertanya: "Kamu benar-benar ingin melakukan ini? Rumah ini adalah warisan ayahmu, dan berkemungkinan akan naik harga di masa depan, hanya demi kakak Ramya, kamu menjualnya, tidakkah kamu menyesal?"
"Ramya dan Guru Wang adalah temanku, lagipula dia adalah sahabat baikmu, setelah menjualnya, aku masih memiliki tiga rumah. kita tidak boleh membiarkannya begitu tanpa membantunya. Aku khawatir kamu akan marah jadi ingin bertanya pendapatmu."
"Untuk apa aku marah? Aku sangat senang kamu bisa membantu kakak Ramya dengan cara ini!"
“Karena, sekarang kamu juga sebagai pemilik rumah ini.” Aku tersenyum berkata, dan memegang tangan Fela.
Setelah mendengar kata-kataku, Fela tertegun sejenak, kemudian ada tatapan terharu di matanya, mungkin dia tidak terduga aku akan mengatakan ini.
Setelah berdiskusi, kami memutuskan untuk memberitahu penyewa kedua suite tersebut, setelah meminta maaf dengan segala cara, dan berjanji akan mengembalikan uang sewa selama beberapa bulan terakhir, akhirnya menenangkan amarah mereka.
Sore hari, mereka langsung pindah keluar.
Kemudian aku segera menghubungi seorang teman yang bekerja di agen real estate dan memintanya untuk membantuku menjualnya di bawah harga pasaran.
Karena saat ini banyak orang yang membeli rumah di kota A, dan ditambah lagi aku menjualnya dengan harga relatif murah. Hari itu temanku langsung menghubungiku dan mengatakan ada yang ingin membeli rumahku, dan ternyata tidak hanya satu orang.
Aku bertemu dengan tiga atau empat orang yang ingin membeli rumah dalam satu hari, mereka sangat puas setelah melihat rumah, tapi kebanyakan dari mereka hanya cukup untuk membayar uang muka.
Satu-satunya permintaan yang aku ajukan adalah langsung melunasinya.
Setelah mendengar permintaanku, beberapa orang itu tertegun.
Di malam hari, semuanya berubah. Temanku mengajakku bertemu dengan seorang pria yang ingin membeli rumah. Dia adalah pemilik bisnis furnitur, setelah melihat kedua rumahku, dia menginginkan keduanya, dan langsung membayar semuanya di tempat.
Kedua suite tersebut dijual dengan harga total 3,3 miliar. Langkah selanjutnya adalah proses penyelesaian prosedur. Temanku itu sangat profesional, jadi aku hanya perlu bekerjasama dengannya.
Setelah pulang malam itu, aku memberi tahu Fela tentang kabar baik ini, dan Fela juga sangat senang.
Karena waktu sudah sangat malam, aku tidak memberitahu Ramya.
Keesokan paginya, aku pergi mengetuk pintu rumah Ramya, tapi tidak ada yang membukanya, hatiku agak bingung.
Karena aku tahu sejak Awang terjadi kecelakaan, Ramya telah meminta cuti dari sekolah selama beberapa hari, tidak mungkin dia pergi bekerja pada saat ini, apa mungkin dia pergi ke kantor polisi?
Aku pulang dan meminta Fela meneleponnya.
Tapi tetap tidak ada yang menjawab panggilan, aku dan Fela saling pandang, bagaimana mungkin Ramya akan menghilang pada saat kritis.
Selama setengah jam, aku dan Fela menelepon beberapa kali berturut-turut, tetapi ponselnya malah dimatikan, ini membuat hatiku merasa tidak tenang.
Tentu saja, kami tidak tahu ternyata saat ini Ramya sedang dalam perjalanan menemui Asis.
Keduanya sepakat untuk bertemu di sebuah restoran Cina pada siang hari.
Ramya duduk di dalam taksi, dan merasa tidak nyaman.
Sehari sebelum kemarin, dia meneleponnya untuk meminjam uang, karena Ramya tahu Asis adalah generasi kedua yang kaya, mengajar di sekolah menengah hanyalah hobinya, atau boleh mengatakan dia suka memainkan guru perempuan sekolah menengah, inilah tujuan Asis menjadi guru.
Meskipun terakhir kali, Asis membiusnya dan ingin melakukan kejahatan, tapi demi suaminya, dia tidak dapat mempedulikan begitu banyak hal.
Selama bertelepon dengan Asis, dia menyebutkan ingin meminjam uang, tanpa terduga Asis benar-benar setuju, tetapi ada satu syarat.
Ramya bertanya apa syaratnya, dia tersenyum dan meminta bertemu untuk membicarakannya.
Ramya memiliki firasat di dalam hatinya, sebelum pergi menemui Asis, dia berjuang di dalam hatinya, akhirnya mengertakkan gigi dan memutuskan untuk pergi menemuinya.
Dan tepat pada setengah jam yang lalu, dia menerima telepon dari Fela.
Saat itu, dia dalam keadaan linglung, ketika bereaksi, Fela telah menutup telepon.
Dia ingin menelepon kembali, tapi ponselnya tiba-tiba mati kehabisan baterai.
Belakangan ini, dia selalu dalam keadaan linglung, sangat normal kalau lupa mengisi daya ponselnya, tapi dia tidak tahu mengapa Fela meneleponnya saat ini.
Akhirnya tiba di pedestrian jalan, sudah sekitar jam 11 pagi.
Ramya membayar dan turun, lalu bergegas ke restoran.
Pada pukul 11 lewat seperempat, akhirnya bertemu Asis di restoran Cina.
Asis mengenakan kemeja desainer yang bermerek, duduk tersenyum di seberang Ramya, tidak bisa menyembunyikan kegembiraan di hatinya.
Dia tersenyum dan berkata, "Guru Ramya, akhirnya kamu datang."
Ramya menarik napas dalam-dalam dan berkata: "Asis, kalau ada cara lain, aku tidak akan mencarimu."
“Hehe, Guru Ramya, jangan mengatakan kata-kata seperti itu. Kita adalah rekan kerja. Selain itu, aku dan Guru Wang juga teman sekelas SMA. Bagaimana mungkin aku tidak membantunya, aku telah menyiapkan kartu bank, setelah makan, aku akan pergi mengambil uang, tapi aku hanya bisa memberikan dua milyar, aku berharap dapat membantumu.” Asis berkata sambil tersenyum.
Ramya berpikir, dua milyar ditambah uang yang dipinjamkam Wenas dan ayahnya, serta saudara, dan teman-temannya, seharusnya sudah cukup.
Tetapi dia tidak terlihat senang, karena pihak lain telah mengatakannya dengan sangat jelas pada malam sebelumnya.
“Katakanlah, apa syaratmu?” Ramya memandang Asis dan bertanya dengan tenang.
Asis tersenyum: "Jangan terburu-buru, pesan makanan dulu, kita membicarakannya sambil makan."
Setelah makanan disajikan, Asis memesan sebotol anggur merah dan menuangnya ke dalam gelas.
Ramya tidak makan dan juga tidak minum, saat ini dia tidak ada niat untuk makan.
Asis benar-benar dalam suasana hati yang sangat baik. Saat makan, pandangannya menyapu di tubuh Ramya dengan berani, dan mengangkat gelas anggur merah, tersenyum berkata: "Ayo minumlah, kemudian aku akan memberitahumu persyaratanku."
Ramya menggerakkan bibirnya, akhirnya mengangkat gelas dan meminum anggur merah yang ada di gelas.
Asis tersenyum dan berkata, "Guru Ramya, kamu seharusnya jelas kejadian yang terjadi di rumahmu kemarin, aku benar-benar tidak ingin melakukan apa pun pada saat itu. Hanya karena aku sangat mencintai Guru Ramya sehingga bertindak impulsif dan melakukan hal yang tidak masuk akal, untungnya Guru Ramya dan Guru Wang cukup pengertian, ini membuatku sangat terharu. Sebenarnya, ketika Guru Ramya dan Guru Wang menikah, hatiku sangat iri ketika melihat kalian bertukar cincin perkawinan. Betapa baiknya dapat menikah wanita baik seperti Guru Ramya, Guru Ramya, aku pikir kamu seharusnya memahami niatku."
Wajah Ramya memerah, dia mengerti maksud Asis, tetapi tetap bertanya: "Aku tidak mengerti, kamu bisa menjelaskannya."
“Karena Guru Ramya begitu terus terang, maka jangan salahkan aku mengatakan sesuatu yang menyinggung hati. Aku bisa meminjamkan dua milyar, dan tidak masalah kalau kamu membayarnya kembali dalam beberapa tahun, tapi Guru Ramya perlu menemaniku sesekali.” Asis tersenyum licik.
Wajah Ramya lebih merah dari sebelumnya: "Kamu…... kamu tidak tahu malu! Aku tidak bisa menerima syarat ini!"
“Kalau kamu tidak bisa menerimanya, maka tidak ada yang perlu didiskusikan lagi. Lihat temanku, yang masih menunggu!” Asis tersenyum, menunjuk ke meja sebelah dan berkata, “Rizal Wong, datang dan duduklah di sini, Guru Ramya seharusnya masih belum mengenalmu!”
Novel Terkait
Bretta’s Diary
DanielleTernyata Suamiku Seorang Sultan
Tito ArbaniWanita Yang Terbaik
Tudi SaktiGaun Pengantin Kecilku
Yumiko YangMi Amor
TakashiYama's Wife
ClarkPerjalanan Selingkuh
LindaDark Love
Angel VeronicaMy Beautiful Teacher×
- Bab 1 Mengintip
- Bab 2 Katup Air Rusak
- Bab 3 Minum Anggur
- Bab 4 Gerakan Di Kamar Mandi
- Bab 5 Pengakuan Di Atas Gunung
- Bab 6 Kesalahpahaman Larut Malam
- Bab 7 Dalam Jangkauan
- Bab 8 Asis Yang Kesal
- Bab 9 Tidak Tau Diuntung
- Bab 10 Peminat Sewa Yang Baru
- Bab 11 Godaan Fela
- Bab 12 Wanita Muda Yang Berseni
- Bab 13 Orang Aneh
- Bab 14 Pengalaman Hidup
- Bab 15 Toilet Wanita
- Bab 16 Dadanya Membesar
- Bab 17 Mengobrol
- Bab 18 Pertunjukan Pinggir Jalan
- Bab 19 Gedung Pengajaran
- Bab 20 Bar Romantis
- Bab 21 Membuat Masalah
- Bab 22 Terluka
- Bab 23 Belum Mulai pun Sudah Berpisah
- Bab 24 Panggil Aku Kakak
- Bab 25 Tiga Lembar Tiket Bioskop
- Bab 26 Kesalahan Adalah Kesalahan
- Bab 27 Mantan Pacar Fela
- Bab 28 Gym Seni Bela Diri
- Bab 29 Pelatih Yang Keras
- Bab 30 Keterampilan Khusus
- Bab 31 Sisi Lain Ramya
- Bab 32 Pergi Ke Suatu Tempat
- Bab 33 Memecahkan Kesalahpahaman
- Bab 34 Merasa Tercerahkan
- Bab 35 Bobby
- Bab 36 Bertarung
- Bab 37 Berpikiran sempit
- Bab 38 Serangan balik putus asa
- Bab 39 Luar dingin dalam panas
- Bab 40 Kecelakaan
- Bab 41 Persyaratan Asis
- Bab 42 Penemuan Theo
- Bab 43 Bergegas Ke Hotel
- Bab 44 Tidak Tahan Lagi
- Bab 45 Tertangkap Basah
- Bab 46 Memilih Untuk Memaafkannya
- Bab 47 Pencuri
- Bab 48 Menggeledah Tubuh
- Bab 49 Orang Yang Benar Akan Bersikap Benar
- Bab 50 Rencana Gagal
- Bab 51 Penyewa Baru
- Bab 52 Guru Tony
- Bab 53 Diva Masa Depan
- Bab 54 Curahan Hati
- Bab 55 Teknik Pedang
- Bab 56 Reuni Teman Sekolah
- Bab 57 Menunjukkan keterampilan bela diri
- Bab 58 Tiga pengawal
- Bab 59 Rizal Membuat Onar
- Bab 60 Keputusan yang menyakitkan
- Bab 61 Mabuk
- Bab 62 Negosiasi
- Bab 63 Pesan Terakhir
- Bab 64 Harapan Yang Tinggi
- Bab 65 Undangan Dari Lastri Wahyuni
- Bab 66 Bertemu Ramya Lagi
- Bab 67 Mencambuk Wanita
- Bab 68 Mengajari Awang
- Bab 69 Listrik Putus
- Bab 70 Hal Yang Aneh
- Bab 71 Kehilangan Akal Sehat
- Bab 72 Bahu Yang Bisa Disandar
- Bab 73 Panggilan Telepon Dari Hafid Waka
- Bab 74 Tamu Yang Tidak Diundang
- Bab 75 Dojo Jangga
- Bab 76 Lebih Mudah dan Terampil
- Bab 77 Peringatan Instruktur Louis
- Bab 78 Membayar
- Bab 79 Meminta Maaf Dengan Canggung
- Bab 80 Panti Asuhan
- Bab 81 Semangkuk Sup Daging
- Bab 82 Pengakuan Cinta Yang Sangat Mendadak
- Bab 83 Ditangkap
- Bab 84 Serangan Diam-Diam
- Bab 85 Membuat Masalah Pada Saat Putus Asa
- Bab 86 Memotong Alat Kelamin
- Bab 87 Kematian Awang
- Bab 88 Kompetisi Bela Diri Nasional
- Bab 89 Dompet Dicuri
- Bab 90 Acara Pembukaan
- Bab 91 Bertemu Adalah Jodoh
- Bab 92 Ada Yang Menyewa Tempat
- Bab 93 Rayakan Ulang Tahun Guru
- Bab 94 Tinju Satu Inchi
- Bab 95 Kompetisi Secara Resmi
- Bab 96 Lawan Di Babak Pertama
- Bab 97 Kekuatan Yang Hebat
- Bab 98 Mengubah Kekalahan Menjjadi Kemenangan
- Bab 99 Shao Lin Chang Quan
- Bab 100 Mencapai Ketenangan
- Bab 101 Tidak Mau Kalah
- Bab 102 Menang
- Bab 103 Sahabat Baik, Anita
- Bab 104 Memandang Rendah
- Bab 105 Mendapatkan Ucapan Selamat Tinggal
- Bab 106 Kakak dari Ardi
- Bab 107 Teknik Pedang Mematikan
- Bab 108 Takdir
- Bab 109 Aura Pembunuh
- Bab 110 Petarung Yang Kuat
- Bab 111 Tiga Puluh Empat Besar
- Bab 112 Teknik Bantingan Dan Pelepasan Tulang