My Beautiful Teacher - Bab 79 Meminta Maaf Dengan Canggung

Ladira jelas tidak menyangka kalau aku tiba-tiba masuk ke dalam. Baru saja masih merintih, wajahnya langsung memerah dalam sekejap begitu melihatku. Beberapa detik ketika mata kami saling bertemu, dia pun berteriak lagi dan hal pertama yang dilakukan adalah mengapitkan kedua kakinya dan membenamkan kepalanya ke lututnya.

“Maaf, aku tidak sengaja. Kamu kamu kamu baik-baik saja kan?” aku juga merasa sangat canggung sekali. Aku tidak tahu sebaiknya harus bertanya bagaimana.

“Kamu kamu keluar dong.” Ladira membenamkan kepalanya sambil merintih.

Aku baru bereaksi dengan apa yang terjadi dan buru-buru keluar dari kamar mandi, tak lupa juga untuk menutup pintunya.

Akhirnya menunggu kira-kira sepuluh menitan. Walaupun sedikit cemas tapi aku juga tak berdaya, siapa juga yang tahu kalau dia akan terpeleset ketika di kamar mandi. Namun, ketika mengingat lagi kondisi Ladira di kamar mandi tadi, tanpa sadar ada dorogan lain yang begitu besar di dalam hatiku.

Akhirnya, Ladira pun keluar. Dia juga sudah mengenakan celananya. Namun, jalannya agak tertatih dan raut wajahnya tampak kesakitan.

Ketika sudah melihatku, wajahnya langsung memerah malu tak tertandingi. Dia buru-buru menundukkan kepalanya, dan berkata pelan, “Me, me, menurutku, sudah sudah waktunya aku pulang. Terima kasih sudah mengajakku minum teh.”

“Bagaimana kamu? apa ada yang terluka ketika jatuh tadi. Apa perlu dirawat.”

Kalau aku tak bertanya mungkin itu tidak akan apa-apa. Begitu aku bertanya, wajahnya jadi semakin memerah.

Aku baru ingat kalau tadi ketika di kamar mandi, aku melihat dia mengelus-elus pantatnya. Jadi jelas kalau pantatnya yang sakit karena terpeleset tadi.

Aku segera mengeluarkan obat oles yang sudah aku siapkan tadi, lalu menyerahkannya pada Ladira sambil berkata, “Obat oles ini, kamu oleskan ketika kamu pulang nanti. Ini cukup bagus dan efektif untuk mengobati memar karena jatuh terpeleset.”

Kali ini Ladira tidak menolak, dia berkata terima kasih dengan suara sangat pelan. Lalu, berjalan tertatih-tatih ke pintu.

“Apa kamu perlu aku mengantarmu turun ke bawah.” Aku khawatir Ladira nanti malah jatuh lagi karena jalannya tidak seimbang seperti ini.

“Tidak usah, aku naik lift kok turunnya.”

Siapa juga yang tahu, belum sampai membuka pintu, tiba-tiba kami mendengar ada orang yang mengetuk di luar pintu.

Aku tercengang, tidak tahu siapa yang jam segini akan mengetuk pintuku.

Ladira jaraknya lebih dekat dari pintu, jadi dia maju dan membuka pintunya. Yang berdiri di luar pintu adalah Lastri yang mengenakan dress hitam, memperlihatkan dua kaki ramping yang begitu lembut di balik stoking warna hitam. Dia juga mengenakan sepatu hak tinggi, tampak jelas sangat seksi.

Dia memegang mangkok keramik yang ditutup. Dia terkejut ketika melihat Ladira, lalu langsung tersenyum dan menyapanya, “Hai”

Ladira jelas sekali terlihat bingung.

Aku segera maju dan memperkenalkan mereka, “Dia adalah penyewa kosku, yang juga merupakan tetanggaku. Seorang penulis namanya Lastri. Lastri, ini adalah adik junior yang latihan bela diri bersamaku di Dojo Itaewon, namanya Ladira.”

Rasa kesakitan di wajah Ladira tampak berkurang banyak karena perhatiannya teralihkan oleh ini. Dia buru-buru tersenyum dan menyapa dengan suara besar, “Hai.”

Lastri tersenyum dan berkata, “Ternyata seorang wanita ahli bela diri ya. Oh iya kebetulan aku sedang memasak sebuah sup daging. Rasanya lumayan enak. Jadi aku sengaja menyajikan satu mangkok besar untuk Wenas juga. Karena ada temanmu bertamu di rumahmu ini, ajak saja disini dulu untuk mencoba makan ini bersama-sama.”

“Tidak usah, aku masih ada urusan, dan harus pulang duluan.” Kata Ladira sambil tersenyum canggung. Dia sama sekali tidak enak untuk melihat mataku.

“Tidak apa-apa, coba dulu rasanya deh, bagaimana? Itu tidak akan menghabiskan banyak waktumu kok.” Kata Lastri dengan sangat ramahnya. Lali, dia langsung menyajikan mangkok besar itu masuk ke dalam, meletakkannya di atas meja.

Ladira melirikku dan tampak sangat malu karena kejadian di kamar mandi tadi.

Aku pun berkata, “Ladira, disini dulu sebentar saja, dan cobalah masakan Lastri. Lumayan enak kok.”

Begitu mendengar aku bicara begitu, wajah Ladira memerah, dan dia pun mengangguk.

Lastri tersenyum lalu membuka penutup mangkok besar itu. Dalam sekejap aroma daging memenuhi ruangan itu.

"Wow harum sekali" Ladira berjalan dengan tertatih, dan tanpa sadar langsung memujinya.

Aku juga melirik ke mangkok itu. Semangkok sup, di dalamnya ada beberapa daging, jamur tiram, tahu, dan beberapa bahan bumbu yang dicampur di sana. Dan memang sangat harum sekali baunya.

Lastri tersenyum, "Ayo, kalian coba makan. Harusnya rasanya enak."

Aku pergi ke dapur dan mengambil tiga mangkuk dan tiga pasang sumpit.

Ketika aku keluar, aku mendengar mereka berdua sedang mengobrol.

“Nona Zimo, kamu ini kenapa? Terlukakah?” tanya Lastri heran.

Wajah Ladira memerah, lalu menjelaskan dengan berkata, “Tadi tidak sengaja terpeleset, hehe tidak apa-apa kok.”

“Wenas ini juga benar-benar tidak berhati-hati deh. Kenapa bisa sampai membiarkan tamunya sendiri terpeleset loh. dia benar-benar ceroboh deh.” kata Lastri.

“Tidak ada hubungan dengannya, lantainya yang sedikit licin.”

Ketika melihatku keluar, Ladira langsung diam.

Lastri juga tidak bicara, dan membantu Ladira mengambilkan sup ke satu mangkuk kecil dengan ramah untuk Ladira. Dia juga memasukkan banyak daging ke dalamnya.

Sedangkan dia sendiri tidak makan, tersenyum dan menyajikan supnya untuk kami berdua.

“Ayo kamu juga makanlah.” Katanya.

Lastri tersenyum dan berkata, “Kalian saja yang makan. Aku tadi sudah makan di rumah. Bagaimana rasanya?”

Aku pun mencobanya, rasanya sangat fresh sekali, dan tidak bisa tidak memujinya.

Ladira juga bilang, “Benar-benar lezat sekali. Kamu menggunakan daging apa untuk memasak sup ini. Tekstur dagingnya begitu lembut sekali.”

“Aku beli daging keledai di pasar. Aku menggunakan cara masak yang diajarkan oleh ibuku.” Kata Lastri menjelaskan sambil tersenyum.

Aku belum pernah makan daging keledai. Aku pun makan dan terus mengangguk.

Lastri tersenyum dan melihat dan memperhatikan kami yang menghabiskan satu mangkuk sup daging itu.

Ladira menaruh sendoknya, lalu tersenyum dan berkata, “Kenyang sekali. Sudah lama sekali tidak makan makanan selezat ini. Nanti pulang tidak perlu makan malam lagi deh.”

“Em, Lastri, kemampuan masakmu ini hebat sekali. Sayang sekali kamu tidak jadi seorang chef dengan kemampuan masakmu ini.” aku tersenyum menggodanya.

“Baguslah kalau suka makanannya. Kedepannya, aku akan sering-sering memasakkan sup daging dan mengantarkannya langsung kepadamu. Jika nona Zimo juga suka, kamu bisa sering sering datang kesini.”

Ladira tersenyum, “Aku tidak enaklah.”

Lalu, setelah bicara sebentar, Lastri membawa mangkuk besar itu pergi dari sana.

Ladira tak bisa menahan diri untuk bertanya, “Dia sering memasakkan sup untukmu?”

“Ini pertama kalinya.” Kataku sambil tersenyum, “Tidak tahu kenapa Lastri tiba-tiba kepikiran memberikan sup daging kepadaku hari ini.”

“Dia sangat cantik sekali, bentuk tubuhnya juga sangat bagus, apalagi juga bisa masak. Aku tak menyangka sama sekali kalau dia itu seorang penulis. Kamu apa tidak ada kepikiran untuk mengejar cinta si Lastri ini?” tanya Ladira tiba-tiba, dan membuatku terkejut bingung harus menjawab apa.

“Dia itu penulis hebat. Aku hanyalah pria biasa yang tak bisa apa-apa. Mana mungkin aku bisa kepikiran hal itu.” kataku. Dalam hati, aku tiba-tiba teringat dengan beberapa adegan mesrah dan sedikit intim yang terjadi di antara aku dan Lastri.

Ladira tersenyum, “Kamu punya beberapa rumah dan properti lain. apanya pria biasa yang tak bisa apa-apa, kamu ini terlalu merendah diri deh.”

Aku tersenyum pahit. Walaupun punya beberapa rumah mewah, juga tetap saja tidak bisa menarik perhatian dan hati Fela.”

“Tadi, benar-benar maaf sekali ya.” aku minta maaf mengenai masalah di kamar mandi.

Wajah Ladira memerah, tersenyum lalu berkata dengan suara pelan, “Tidak apa-apa, Aku sendiri yang salah.”

“Apa masih sakit sekarang?” tanyaku lagi.

“Sudah membaik kok. Terima kasih obat olesnya.”

“Em, ketika pulang nanti jangan lupa untuk mengoleskannya ke lukanya. Cukup beberapa hari saja, lukanya akan membaik.”

Lalu, aku khusus mengantarkan Ladira ke bawah, mengantarnya sampai dia pergi mengendarai mobilnya.

Ketika sore hari besoknya, aku mendapat panggilan telepon dari Ladira. Dia memintaku menemaninya pergi bersama ke panti asuhan.

Aku sedang latihan di lantai bawah di dalam distrik kecil. Aku sangat capek dan sangat berkeringat, lalu aku pun berkata, “Baiklah, aku akan naik taksi menemuimu. Kamu ada di mana sekarang.”

“Tidak usah. Aku akan menjemputmu naik mobilku, kamu tunggu saja.”

Novel Terkait

Too Poor To Have Money Left

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
4 tahun yang lalu

Pernikahan Kontrak

Jenny
Percintaan
5 tahun yang lalu

Pria Misteriusku

Lyly
Romantis
4 tahun yang lalu

Precious Moment

Louise Lee
CEO
4 tahun yang lalu

Dark Love

Angel Veronica
Percintaan
5 tahun yang lalu

Mr CEO's Seducing His Wife

Lexis
Percintaan
4 tahun yang lalu

Mr Huo’s Sweetpie

Ellya
Aristocratic
4 tahun yang lalu

Sang Pendosa

Doni
Adventure
5 tahun yang lalu