My Beautiful Teacher - Bab 12 Wanita Muda Yang Berseni
Menghadapi Ramya, aku masih merasa bahwa itu adalah hal yang mudah, akan tetapi ketika bertemu dengan Fela, aku pun berubah menjadi orang yang merasa tidak enak hati dan sungkan itu.
"Bagaimana jika kamu memakai celanamu terlebih dahulu?" aku berbicara dengan canggung.
"Kenapa, lelaki dewasa masih merasa malu ya? Orang lain banyak yang memakai bikini di pantai, hal ini apa yang perlu disungkankan? Kamu masih belum pernah pergi ke Prancis, kalau tidak pasti akan membuat kamu membuka pandangan duniamu." Fela berbicara dengan senyum yang lebar.
Dia telah berkata demikian, aku pun tidak ragu-ragu lagi, segera melangkah masuk ke dalam kamar mandi, melewatinya dengan hampir bergesekkan dengan bahunya.
Pada saat itu dadanya yang penuh itu hanya berjarak beberapa milimeter dari aku, dapat menghirup aroma tubuhnya dengan mendalam, membuat jantungku tanpa dapat dicegah berdegup dengan kencang.
Aku membantu dia untuk menyalakan mesin air panas, dia pun berdiri di sampingku, agar dapat melihat proses dari cara aku dengan jelas, jarak dia dengan aku pun sangat dekat.
Aku menundukkan kepala langsung dapat melihat dua buah gundukan yang putih bersih, kemudian celana dalam berenda berwarna ungu dan kedua pahanya yang putih mulus, bokongnya yang bulat hampir menempel kepadaku, membuat milikku bereaksi sedikit mengeras.
Setelah aku membukanya, tak disangka dia mengatakan bahwa dia belum melihatnya dengan jelas dan meminta aku untuk mengulangi sekali lagi caranya kepada dia.
Aku merasa tak berdaya, hanya dapat menutupnya dan mengulang kembali membuka air panas tersebut, proses itu terasa sangat menyiksa, untungnya tidak memerlukan waktu yang panjang, setelah terbuka dengan cepat aku pergi dari sana, aku khawatir jika tidak dapat menahan diri dan ingin menyerang perempuan ini, namun Fela malah terkikik.
Akhirnya aku mengetahuinya, Fela tadi sengaja menggodaku
Aku menyalakan sepuntung rokok di ruang tamu, kemudian menghisapnya perlahan.
Tak selang beberapa lama, terdengar bunyi air gemericik, yang membuat pikiran aku tanpa sadar membayangkan sebuah pemandangan.
Tubuh Fela yang tidak tertutupi sehelai pakaian pun sedang mengusapkan sabun dengan mata yang terpejam, air mengalir dari pipinya, mengalir hingga ke lehernya yang putih, air pun tergenang di tulang selangka nya yang indah, kemudian mengalir jauh melalui gumpalan yang tinggi penuh dan putih halus itu dan terus mengalir melewati perutnya yang halus dan rata, terakhir berkumpul memasuki zona yang begitu misterius dan menggoda itu...
Milikku sekali lagi bereaksi mengeras, ada semacam sensi mulut yang terasa kering, kemudian dengan cepat aku menghisap rokok beberapa kali, lalu pergi keluar dari rumah.
Aku memakan semangkuk mie yang ada di lantai bawah, teringat mungkin saja Fela juga masih belum sarapan, sekalian aku membawakan sebungkus pangsit rebus dan segelas susu kacang kedelai.
Saat kembali ke rumah Fela pun telah selesai mandi, tubuhnya mengenakan sebuah kaos berwarna kuning yang kebesaran.
Kaos itu seperti milik pria, tepat menutupi bokongnya, dibawahnya terdapat dua buah kaki yang panjang dan halus dan punggung kakinya yang putih bersih dengan kuku kaki yang dilapisi dengan cat kuku berwarna merah.
Aku sedikit merasa tercengang, perempuan ini tidak mungkin kan tidak mengenakan apa pun pada bagian bawahnya?
Melihatku yang dengan begitu terus terang memandanginya terus, diluar dugaan Fela menunjukkan raut wajah yang merasa bangga, dia duduk di atas sofa dengan sengaja mengangkat kedua kakinya yang putih halus itu ke atas meja, kemudian dengan tersenyum tipis ia berkata : "Apakah kamu sudah membeli sarapan?"
"Ini aku belikan untukmu." Kesadaranku telah kembali kemudian segera mengalihkan pandangan dan memberikan sarapan yang ada di tangan kepadanya.
Fela mengambilnya dan berkata sambil tersenyum : "Terima kasih, kalau begitu kita makan bersama saja?"
"Aku sudah makan semangkuk mie." aku menjawabnya.
"Oh, Kalau begitu aku tidak akan sungkan lagi!" Fela menurunkan kedua kakinya, kemudian membuka bungkusan pangsit rebus tersebut dan menghirup aromanya : "Benar-benar sangat wangi."
Dia memakannya dengan sangat lahap, aku duduk disisi lainnya, tiba-tiba merasa dirumah bertambah satu lagi orang, memang benar sedikit tidak terbiasa, apalagi yang ada di hadapannya adalah seorang perempuan yang begitu ramah.
Pada kenyataannya, aku sendiri mengira bahwa aku bukanlah orang yang begitu ramah, hanya saja pada saat menghadapi Ramya, karena adanya dorongan dari dalam hati, barulah dapat berinisiatif melalukan hal yang bernyali besar itu, akan tetapi menghadapi Fela yang baru saja pindah, maka merasa agak sedikit tidak dapat menanganinya.
Untungnya, Fela setelah selesai makan ia mengganti pakaiannya kemudian pergi, ia juga membawa gitarnya.
Aku pun bertanya : "Kamu pergi kemana?"
"Pergi membeli sebuah speaker, kemudian menjual seni dipinggir jalan, apakah kamu mau pergi bersama denganku?" Fela pun bertanya sambil tersenyum.
Aku menggelengkan kepala dengan terburu-buru dan berkata tidak ingin pergi.
"Baiklah jika tidak ingin pergi, aku pergi sendiri."
"Bukankah kamu telah memiliki pekerjaan, mengapa masih mau menjual seni di pinggir jalan?"
"Karena ini merupakan hal yang aku sukai, mengenai dapat atau tidaknya mendapatkan uang itu adalah hal kedua, aku ingin orang-orang dapat mendengar laguku, kemudian memulai kehidupan dengan hari yang dipenuhi dengan harapan."
Fela benar-benar perempuan yang suka tersenyum, dari semalam hingga saat ini wajahnya selalu dipenuhi dengan senyum, membicarakan hal semacam ini pun matanya dapat memancarkan sinar binar yang aneh, membuatku tanpa disadari menghela nafas, benar-benar seseorang yang dipenuhi dengan aura seni, perempuan yang sangat bersih dan polos.
Setelah Fela pergi, aku pun kembali ke kamar untuk tidur lagi, sore harinya pergi ke tempat gym untuk berolahraga.
Sebenarnya aku adalah orang yang malas, sebuah kartu gym tahunan yang sudah terdaftar selama dua setengah bulan, kedatangannya selama dua bulan lebih ini totalnya tidak mencapai tiga kali.
Jika bukan karena kesibukan Fela yang membuatnya merasa terlalu santai, mungkin saja ia masih malas untuk pergi.
Fela telah pergi selama seharian, hingga malam pun belum pulang, mungkin dia langsung pergi ke bar untuk bekerja.
Sedangkan Ramya dan Awang yang ada di sebelah telah selesai mandi dan naik ke ranjang.
Melalui gambaran monitor yang ada di komputer, aku menyadari entah sejak kapan kedua orang ini pun telah saling berpelukan dan berciuman.
Kemudian pakaian Ramya satu per satu telah dilepaskan oleh suaminya, terlihat tubuh indahnya yang putih dan menggoda.
Aku pun terduduk di atas kasur, dalam sekejap milikku pun bereaksi mengeras bagaikan besi.
Melihat Awang yang menciumi dadanya, menciumi setiap inci kulit yang ada di tubuh Ramya, selain ia merasa terangsang, tiba-tiba juga ada semacam perasaan iri dan tidak senang yang mendalam.
Terlebih lagi sewaktu suami Ramya melepaskan celana pendeknya, menggunakan jari jemarinya yang ramping memegang miliknya dan mulai bergerak, hatiku bagikan terluka dengan begitu menyakitkan.
Jika hal ini terjadi di masa lalu, aku pasti tidak akan dapat menahan untuk menikmatinya, akan tetapi pada saat aku benar-benar mencintai Ramya, melihat dia berciuman dengan orang lain, walaupun dengan suaminya sendiri, di dalam hati terasa semacam perasaan sakit.
Aku sudah tidak dapat melihatnya lagi, dengan segera mematikan gambaran monitor tersebut, kemudian duduk di depan komputer dan melamun.
Pikirannya dipenuhi dengan gambaran suaminya dan dia yang sedang berciuman dengan panasnya.
Aku pun mengeluarkan ponsel untuk bermain game, mencoba untuk tidak memikirkannya, akan tetapi bagaimana pun juga aku tidak dapat mengendalikan pikiran yang ada.
Akhirnya aku tidak dapat menahannya dan membuka kembali gambaran monitor itu lagi.
Kemudian, kedua orang tersebut pun telah selesai.
Di atas ranjang hanya ada Awang yang sama sekali tidak berpakaian, sedang bersandar kepada kepala ranjang dan merokok, tidak tahu apa yang sedang dipikirkannya.
Sementara Ramya tidak ada, aku perkirakan dia telah pergi untuk mandi.
Kemudian, Ramya pun kembali ke dalam kamar tidur, sementara Awang telah tertidur pulas.
Dia pun menghela nafas dengan ringan, tidak terburu-buru untuk mematikan lampu, melainkan ia berbaring diatas ranjang dan bermain ponsel.
Tak disangka beberapa detik kemudian, aku mendapatkan pesan dari Ramya, yang dalam sekejap membuat aku sangat bersemangat.
"Apakah sudah tidur?" Dia bertanya.
"Masih belum, bagaimana denganmu?" aku pun membalasnya dengan terburu-buru.
"Aku juga belum tidur. Dengar-dengar Fela hari ini sudah pindah kesana, sore tadi dia menelepon aku, dia mengatakan bahwa besok ingin mentraktir kita makan."
"Hmm, sudah pindah kemari, akan tetapi dia sedari pagi keluar hingga saat ini masih belum pulang, mungkin dia sudah pergi bekerja ke bar."
"Apakah kamu sudah menyerangnya?"
"Hehe, bercanda, dia yang mempermainkan aku barulah benar."
"Kamu yang merupakan serigala buas, hanya ada bagian dimana kamu menyerang orang lain."
"Aku hanya akan menyerang kamu seorang." aku pun membalasnya.
Saat aku selesai mengirimkan pesan tersebut, dia tidak lagi membalasnya kembali.
Aku melihat dirinya yang ada di dalam gambaran monitor, kemudian kembali melamun.
Tak disangka pada saat itulah, Ramya melepaskan celana dalamnya dari dalam roknya, kemudian ia menjulurkan satu tangannya kebagian bawah roknya.
Kedua kakinya menjepit dengan erat, sebelah tangannya mulai bergerak di bawah roknya, yang satunya lagi pun meremas-remas dadanya sendiri, ternyata ia mulai untuk memuaskan dirinya sendiri.
Pada saat itu, aku pun merasa sangat terangsang, bernafas pun menjadi sangat terengah-engah.
Novel Terkait
Precious Moment
Louise LeeBalas Dendam Malah Cinta
SweetiesInnocent Kid
FellaSi Menantu Dokter
Hendy ZhangCinta Seorang CEO Arogan
MedellineMr. Ceo's Woman
Rebecca WangHidden Son-in-Law
Andy LeeThe Richest man
AfradenMy Beautiful Teacher×
- Bab 1 Mengintip
- Bab 2 Katup Air Rusak
- Bab 3 Minum Anggur
- Bab 4 Gerakan Di Kamar Mandi
- Bab 5 Pengakuan Di Atas Gunung
- Bab 6 Kesalahpahaman Larut Malam
- Bab 7 Dalam Jangkauan
- Bab 8 Asis Yang Kesal
- Bab 9 Tidak Tau Diuntung
- Bab 10 Peminat Sewa Yang Baru
- Bab 11 Godaan Fela
- Bab 12 Wanita Muda Yang Berseni
- Bab 13 Orang Aneh
- Bab 14 Pengalaman Hidup
- Bab 15 Toilet Wanita
- Bab 16 Dadanya Membesar
- Bab 17 Mengobrol
- Bab 18 Pertunjukan Pinggir Jalan
- Bab 19 Gedung Pengajaran
- Bab 20 Bar Romantis
- Bab 21 Membuat Masalah
- Bab 22 Terluka
- Bab 23 Belum Mulai pun Sudah Berpisah
- Bab 24 Panggil Aku Kakak
- Bab 25 Tiga Lembar Tiket Bioskop
- Bab 26 Kesalahan Adalah Kesalahan
- Bab 27 Mantan Pacar Fela
- Bab 28 Gym Seni Bela Diri
- Bab 29 Pelatih Yang Keras
- Bab 30 Keterampilan Khusus
- Bab 31 Sisi Lain Ramya
- Bab 32 Pergi Ke Suatu Tempat
- Bab 33 Memecahkan Kesalahpahaman
- Bab 34 Merasa Tercerahkan
- Bab 35 Bobby
- Bab 36 Bertarung
- Bab 37 Berpikiran sempit
- Bab 38 Serangan balik putus asa
- Bab 39 Luar dingin dalam panas
- Bab 40 Kecelakaan
- Bab 41 Persyaratan Asis
- Bab 42 Penemuan Theo
- Bab 43 Bergegas Ke Hotel
- Bab 44 Tidak Tahan Lagi
- Bab 45 Tertangkap Basah
- Bab 46 Memilih Untuk Memaafkannya
- Bab 47 Pencuri
- Bab 48 Menggeledah Tubuh
- Bab 49 Orang Yang Benar Akan Bersikap Benar
- Bab 50 Rencana Gagal
- Bab 51 Penyewa Baru
- Bab 52 Guru Tony
- Bab 53 Diva Masa Depan
- Bab 54 Curahan Hati
- Bab 55 Teknik Pedang
- Bab 56 Reuni Teman Sekolah
- Bab 57 Menunjukkan keterampilan bela diri
- Bab 58 Tiga pengawal
- Bab 59 Rizal Membuat Onar
- Bab 60 Keputusan yang menyakitkan
- Bab 61 Mabuk
- Bab 62 Negosiasi
- Bab 63 Pesan Terakhir
- Bab 64 Harapan Yang Tinggi
- Bab 65 Undangan Dari Lastri Wahyuni
- Bab 66 Bertemu Ramya Lagi
- Bab 67 Mencambuk Wanita
- Bab 68 Mengajari Awang
- Bab 69 Listrik Putus
- Bab 70 Hal Yang Aneh
- Bab 71 Kehilangan Akal Sehat
- Bab 72 Bahu Yang Bisa Disandar
- Bab 73 Panggilan Telepon Dari Hafid Waka
- Bab 74 Tamu Yang Tidak Diundang
- Bab 75 Dojo Jangga
- Bab 76 Lebih Mudah dan Terampil
- Bab 77 Peringatan Instruktur Louis
- Bab 78 Membayar
- Bab 79 Meminta Maaf Dengan Canggung
- Bab 80 Panti Asuhan
- Bab 81 Semangkuk Sup Daging
- Bab 82 Pengakuan Cinta Yang Sangat Mendadak
- Bab 83 Ditangkap
- Bab 84 Serangan Diam-Diam
- Bab 85 Membuat Masalah Pada Saat Putus Asa
- Bab 86 Memotong Alat Kelamin
- Bab 87 Kematian Awang
- Bab 88 Kompetisi Bela Diri Nasional
- Bab 89 Dompet Dicuri
- Bab 90 Acara Pembukaan
- Bab 91 Bertemu Adalah Jodoh
- Bab 92 Ada Yang Menyewa Tempat
- Bab 93 Rayakan Ulang Tahun Guru
- Bab 94 Tinju Satu Inchi
- Bab 95 Kompetisi Secara Resmi
- Bab 96 Lawan Di Babak Pertama
- Bab 97 Kekuatan Yang Hebat
- Bab 98 Mengubah Kekalahan Menjjadi Kemenangan
- Bab 99 Shao Lin Chang Quan
- Bab 100 Mencapai Ketenangan
- Bab 101 Tidak Mau Kalah
- Bab 102 Menang
- Bab 103 Sahabat Baik, Anita
- Bab 104 Memandang Rendah
- Bab 105 Mendapatkan Ucapan Selamat Tinggal
- Bab 106 Kakak dari Ardi
- Bab 107 Teknik Pedang Mematikan
- Bab 108 Takdir
- Bab 109 Aura Pembunuh
- Bab 110 Petarung Yang Kuat
- Bab 111 Tiga Puluh Empat Besar
- Bab 112 Teknik Bantingan Dan Pelepasan Tulang