Asisten Wanita Ndeso - Bab 72 Mimpi Buruk

Kamar Anisa sama imut dan indahnya dengan kamar seorang putri dalam dongeng. Kamarnya serba merah jambu yang disukai para gadis. Di langit-langit merah jambu tergantung lampu berbentuk bulan sabit dan dikelilingi oleh beberapa lampu kecil berbentuk bintang, itu membuat seluruh ruangan terlihat lebih berkesan fantasi.

Ranjang putri berbahan kulit bergaya Eropa dilengkapi selimut dengan tepian renda dan bantal merah jambu, serta beberapa boneka lucu yang menumpuk di atas tempat tidur.

Seluruh ruangan diisi dengan warna putih dan merah jambu, nyaris seperti dunia fantasi yang ada di dalam dongeng, sementara Anisa adalah putri di dunia dongeng itu.

Kini mata sang putri terpejam rapat, tangan menggenggam selimut dengan erat, dia tidak bisa tenang. Tadi dia mengalami mimpi yang menyebabkan dirinya yang sudah tertidur tiba-tiba terbangun dari mimpi.

Dalam mimpi itu, Anisa tampak sedang berada di taman yang indah. Dia melihat Fredo mengenakan setelan jas putih dan sepertinya sedang menunggu seseorang di sana, Fredo seolah-olah sedang menunggunya.

Dia mengenakan gaun putih bersih yang indah, kepala memakai karangan bunga dari berbagai jenis bunga. Dia terlihat seperti malaikat, berjalan menuju Fredo dengan langkah ringan.

Anisa agak linglung, apakah ini adalah pernikahan? Kalau tidak, mengapa dirinya dan Fredo sama-sama berpakaian putih? Anisa sangat senang, dirinya sudah lama menantikan pernikahan seperti ini. Rumput, bunga, gaun pengantin putih, dan Fredo.

Tiba-tiba embusan angin bertiup sangat kencang, Anisa pun memejamkan mata. Angin bertiup sangat lama. Setelah angin berhenti, pemandangan di hadapannya sudah tidak sama lagi seperti pemandangan sebelum dia memejamkan mata.

Rerumputan hijau yang tenang berubah menjadi jurang, sedangkan Fredo yang mengenakan pakaian putih dan sepatu kulit menjadi berparas ganas sekarang. Fredo mengambil sebuah pisau dan berjalan menuju Anisa. Anisa sangat ketakutan, tetapi dia tidak tahu harus berbuat apa.

“Abang Fredo.” Anisa berteriak dengan keras, tetapi dia tidak bisa mendengar suaranya sendiri. Dia menyentuh tenggorokannya dengan panik, tapi masih tidak bisa mengeluarkan suara.

Fredo berjalan ke arahnya selangkah demi selangkah. Anisa menemukan bahwa wajah Fredo berlumuran darah, tubuhnya juga berlumuran darah. Dia nyaris runtuh secara mental.

Dia berteriak keras agar Fredo tidak mendekatinya, tapi Fredo tidak bisa mendengarnya. Fredo masih bergerak maju, pisau berlumuran darah di tangannya berjarak semakin dekat dengan Anisa.

Anisa meletakkan tangannya yang bergemetaran ke mulut, dia tidak bisa berteriak lagi. Pada momen Fredo mendekatinya, Anisa terbangun dengan diiringi jeritan "Ah". Dia duduk di dalam selimut yang lembut.

“Anisa, kamu kenapa?” Ibu Anisa membuka pintu dan masuk dengan panik, “Apakah kamu mengalami mimpi buruk?” Tadi dia yang berada di lantai bawah mendengar jeritan histeris putrinya, dia pun buru-buru meletakkan barang-barangnya dan lari ke lantai atas.

Sang ibu duduk di samping Anisa, meraih Anisa ke dalam pelukan. Dia melihat wajah Anisa tampak kosong, tidak terpasang sedikit pun ekspresi.

“Anisa, apakah kamu tidak bisa hidup dengan tenang? Tidur pun bisa dibangunkan oleh kebisinganmu.” Abang Anisa, Billy, menggosok mata yang mengantuk sambil berjalan masuk. Pintu tidak tertutup sehingga dia pun tidak mengetuk pintu. Suaranya mengejutkan sang ibu.

“Billy, bisakah kamu mengetuk pintu sebelum masuk? Ini adalah kamar adikmu.” Ibu ingin menyuruh Billy keluar, dia masih mau menghibur Anisa.

“Aku lupa. Aku akhirnya bisa pulang untuk tidur, tapi Anisa malah berteriak-teriak di malam hari. Ibu, bisakah kamu mengatur Anisa, mana ada orang yang berteriak-teriak di rumah pada malam hari.” Billy mengeluh sambil melihat Anisa yang ada di pelukan sang ibu.

Rambut berantakan dan bersebaran di wajah, raut muka kelihatan ketakutan. Tampaknya Anisa benar-benar mengalami mimpi buruk. Billy pun memilih untuk meninggalkan ruangan.

Billy berbalik, melambaikan tangan, “Bu, aku tidur dulu. Jangan biarkan Anisa mengigau lagi.” Billy mengulurkan tangan untuk menutup pintu, berjalan keluar.

Ibu menoleh ke Anisa lagi. Dia menemukan bahwa wajah Anisa dibasahi air mata, Anisa diam-diam menangis. Sang ibu pun semakin mengkhawatirkannya.

“Anisa, kasih tahu ibu, apakah kamu mengalami mimpi buruk?” Ibu memeluk Anisa dengan lembut dan bersuara damai. Itu membuat Anisa merasa lebih baik.

“Bu, tadi aku mengalami mimpi yang aneh. Awalnya aku memimpikan pernikahanku dengan Abang Fredo, tetapi embusan angin tiba-tiba bertiup kencang.” Anisa sekeitka berhenti, pemandangan mengerikan itu masih tercetak jelas dalam benaknya, seolah itu adalah kejadian nyata.

Ibu melihat mata Anisa yang membelalak dengan ngeri, otot wajah berkedut. Dia segera menghentikan Anisa, "Putriku tersayang, jangan dipikirkan lagi. Tidak akan terjadi apa-apa. Biar ibu kasih tahu kamu, mimpi biasanya bertolak belakang dengan kenyataan, terutama mimpi buruk. Jika kamu memimpikan darah, biasanya itu adalah pertanda akan adanya hal baik. Kalau kamu tidak percaya, kamu boleh memeriksanya di internet besok pagi, cek penafsiran mimpi oleh Zhou Gong. Ibu sering membacanya.” Demi menghibur putrinya, sang ibu mencoba menggali pengetahuan yang ada di dalam otak.

“Benarkah?” Anisa mengangkat mata yang berkaca-kaca. Dia meragukan kata-kata ibunya karena mimpi yang dialaminya benar-benar terasa begitu nyata.

Tangan sang ibu menyentuh wajah Anisa sambil mengusapnya dengan lembut, "Anak bodoh, kapan ibu membohongi kamu. Kalau kamu tidak percaya, kamu bisa memeriksanya di internet dan kamu pun akan tahu apakah perkataan ibu benar atau tidak." Sang ibu amat yakin dengan perihal ini.

Dia biasanya suka membaca buku "Zhou Yi" dan "Penafsiran Mimpi oleh Zhou Gong", jadi dia memiliki sedikit pemahaman tentang ini.

Emosi Anisa berangsur-angsur stabil, “Bu, bolehkah kamu tidur denganku? Aku tidak bisa tidur sendirian, aku terus memikirkan apa yang terjadi hari ini.” Anisa memandang sang ibu dengan tatapan memohon. Sang ibu mengangguk dengan ramah.

“Anisa, berbaringlah.” Sang ibu berbaring di samping Anisa. Dia sudah membereskan persoalan mobil. Tidak ada yang tahu bahwa mobil itu adalah milik Anisa. Dia tersenyum dengan penuh percaya diri.

“Anisa, jangan takut lagi. Ibu sudah mendapatkan informasi dari rumah sakit. Asmi baik-baik saja. Dia sepertinya masih koma. Setelah dia bangun, semuanya akan baik-baik saja. Sesuai kepribadian Teto, ibu rasa dia tidak akan mempublikasikan masalah ini sekarang. Kamu bisa tidur dengan tenang.” Sang ibu membelai rambut Anisa. Dia belum pernah melihat Anisa tampak lesu seperti sekarang ini.

Putrinya selalu merupakan anak yang riang. Sejak kecil, dia selalu menyesuaikan keinginan putrinya, memanjakannya, menyayanginya sehingga Anisa menjadi sosok yang meraja, mandiri, dan sedikit sombong.

Sang ibu telah mendengar perihal tentang Anisa di Marini Group. Anisa selalu mempersulit sekretaris yang bekerja untuk Fredo, serta memecat sekretaris sesuka hatinya.

Pada saat itu, dia ingin membujuk putrinya supaya putrinya lebih mengendalikan emosi sendiri. Tapi ketika dia melihat Fredo menerima semua itu tanpa mengeluh, dia pun merasa dirinya yang merupakan seorang tetua sepertinya tidak perlu mengurus masalah ini? Alhasil, dia pun membiarkan Anisa bersikap sewenang-wenangnya.

Lagian Fredo tidak mengatakan tidak boleh, jadi untuk apa dia mengurusnya? Dia adalah wanita yang selalu berpikiran terbuka. Setelah bertahun-tahun berada di rumah ini, dia perlahan memiliki kepribadian seperti ini.

Mendengar suara nafas Anisa perlahan mereda, barulah dia memejamkan mata dengan tenang. Bagaimana cara menangani urusan Anisa? Menurutnya, hal ini tidak boleh ketahuan ayah Anisa. Jika tidak, sesuai sifat ayah Anisa, Anisa pasti akan diusir dari rumah.

Ibu Anisa sudah menyusun rencana, dia tidak akan pernah memberi tahu ayah Anisa bahwa Anisa telah menabrak orang.

Dia harus merahasiakan hal ini dari semua orang, cukup dia dan Anisa yang tahu tentang ini. Jika masalah ini terungkap, kehidupan Anisa mungkin akan berakhir, pernikahan serta masa depannya akan masuk ke dalam kegelapan.

Lampu di kamar berpendar merah jambu, sekarang gantian ibu Anisa yang tidak bisa tidur. Melindungi Anisa menjadi hal terpenting yang harus dilakukannya sekarang. Dia berharap anak yang terbaring di ranjang rumah sakit bisa sembuh secepat mungkin supaya Anisa tidak terlalu merasa bersalah.

Supaya dirinya tidak terlalu merasa bersalah atas kelakuannya juga. Anisa tidur dengan sangat nyenyak, bulu mata panjang melengkung ke atas dengan sangat indah, terlihat seperti putri yang sedang tertidur. Hatinya sangat terhibur. Dia sangat berharap putrinya bisa menikah dengan Fredo secepat mungkin.

Dia berharap temperamental putrinya bisa membaik setelah menikah, supaya kekhawatiran dan kecemasan dirinya terhadap putrinya berkurang. Setelah berpikir untuk waktu yang lama, dia akhirnya tertidur. Mungkin dia akan memimpikan pernikahan putrinya yang super mewah.

Novel Terkait

I'm Rich Man

I'm Rich Man

Hartanto
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Siswi Yang Lembut

Siswi Yang Lembut

Purn. Kenzi Kusyadi
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
This Isn't Love

This Isn't Love

Yuyu
Romantis
4 tahun yang lalu
Sederhana Cinta

Sederhana Cinta

Arshinta Kirania Pratista
Cerpen
5 tahun yang lalu
Cinta Seorang CEO Arogan

Cinta Seorang CEO Arogan

Medelline
CEO
4 tahun yang lalu
Mata Superman

Mata Superman

Brick
Dokter
4 tahun yang lalu
Mr Lu, Let's Get Married!

Mr Lu, Let's Get Married!

Elsa
CEO
4 tahun yang lalu
Gaun Pengantin Kecilku

Gaun Pengantin Kecilku

Yumiko Yang
CEO
4 tahun yang lalu