Asisten Wanita Ndeso - Bab 78 Masalah Anak
Di perkotaan, selalu penuh dengan langkah kaki yang cepat dari kerumunan orang yang lalu-lalang, Sasa Lin selalu merasa kehidupan seperti ini bukanlah yang dia inginkan, dia tidak dapat melupakan liburan dalam negeri kali itu, dia pergi ke Nihiwatu di Bajo, sebuah tempat yang memiliki sinar matahari dan pantai pasir putih.
Di sana ada berbagai rumah dengan desain dari negara yang berbeda, di seluruh pantai itu dipenuhi oleh alunan suara piano, serta setiap harinya akan pergi memanjat Sunlight Rock, membuat hatinya perlahan-lahan menjadi tenang.
Dalam setengah bulan di Nihiwatu, dia mempelajari kerajinan tangan di salah satu toko di pulau itu, melihat tangan orang tua pembuat mochi memainkan mochi di tangannya sejenak, lalu membentuk sebuah mochi yang bulat.
Kehidupan yang santai dan tenang itu sangat dia dambakan, tetapi begitu kembali ke kota yang padat itu, dia memulai lagi kehidupan pekerja kerah putih yang berangkat kerja pada pukul 9 pagi dan pulang kerja pada jam 5 sore.
Tidak ada pilihan, maka dia hanya bisa menikmati ketenangan dan kesantaian yang langka itu ketika liburan pada setiap setengah tahun.
Karena tidak punya mobil, Sasa mencontohi Asmi Sumirah untuk menaiki kendaraan umum, perlahan-lahan dia menyadari, sebenarnya menaiki kendaraan umum sangat menarik, selain fakta objektif bahwa terlalu banyak penumpangnya.
Di kendaraan umum sungguh ada berbagai macam orang, pekerja kerah putih, pekerja buruh, pelajar, pegawai negeri, serta berbagai kelompok masyarakat lainnya, Sasa juga dapat mempelajari banyak hal di sana.
Pada siang hari, penumpang kendaraan umum tidak terlalu banyak, kebanyakan orang perkotaan keluar di pagi hari dan pulang di malam hari, begitu pula dengan Sasa, dia sudah keluar rumah pada pagi hari, hingga malam hari barulah bisa kembali ke rumahnya.
Terkadang, Sasa merasa tidak ada gunanya orang-orang di kantor membeli rumah, hanya sekedar tempat untuk tidur dan beristirahat saja, untuk apa menghabiskan uang miliaran rupiah untuk membeli rumah? Lebih baik digunakan untuk menyewa rumah di sekitar daerah perusahaan saja, juga dapat menghemat uang dan tenaga yang dihabiskan di jalanan.
Ada seorang Kakak Senior yang seperti itu di departemen Sasa, mereka berdua adalah lulusan dari universitas terbagus di kota setempat, mereka berjuang bersama sehingga dapat tinggal di sini, lalu mereka menikah setelah lulus, karena tidak ada rumah pada saat itu, mereka pun menikah di dalam basement yang mereka sewa.
Sekarang, Kakak Senior itu sudah delapan tahun lamanya di perusahaan, dengan bantuan dari keluarga, mereka berdua membeli rumah di tempat yang lumayan jauh dengan perusahaan, gaji salah satu dari mereka harus digunakan untuk membayarkan kredit rumah, kredit rumah mereka berlangsung selama tiga puluh tahun, mungkin ketika mereka selesai membayarkan kredit rumah, mereka juga seharusnya sudah sangat tua.
Yang lebih gawatnya lagi adalah, rumah mereka setidaknya berjarak 30 kilometer dengan perusahaan, akan lebih baik jika menyetir mobil, mungkin sudah akan sampai dalam waktu tiga puluh menit, tetapi uang mereka sudah digunakan untuk membayarkan kredit rumah, maka mereka hanya bisa menaiki kendaraan umum. Setiap pagi pun dapat dilihat Kakak Senior ini melesat ke depan alat pencatat waktu kerja dengan kecepatan tinggi, dan berhasil melakukan pencatatan waktu kerja pada menit terakhir.
Sasa merasa sangat iba atas yang dialami Kakak Senior ini, setiap harinya menaiki kendaraan umum selama satu setengah jam, dan tepat adalah jam yang paling padat, jika itu adalah Sasa, dia tidak akan sanggup.
Mungkin inilah kehidupan, begitu terlahir di dunia ini, bagaimanapun juga harus bertahan hidup, tidak peduli seperti apa kehidupan itu, tidak ada kemungkinan untuk memilihnya.
Di bangsal Asmi, akhirnya ada sedikit tanda-tanda kehidupan karena bunga-bunga yang dibawakan Sasa, Asmi sangat tidak menyukai bangsal, dalam ingatannya, tidak ada sama sekali tanda-tanda kehidupan di dalam bangsal yang putih dan dingin, lalu bagaimana mungkin pasien yang suasana hatinya sudah tidak baik dapat pulih dengan cepat?
Tak disangka ada bangsal yang dindingnya tidak berwarna putih, dia pernah melihat bangsal di Korea dalam drama Korea, dibandingkan dengan bangsal di China, jauh lebih harmonis.
Asmi tidak menyangka dirinya juga tinggal di dalam bangsal yang seperti itu, Rani sudah pulang ke rumah untuk memasak, hanya ada Teto Fajar yang sedang duduk di bangku di depan kasur sambil mengupas kulit apel untuk Asmi.
Asmi melihat bahwa keterampilan mengupas apel Teto sangat buruk, setiap menggerakkan pisau maka kulit apel akan putus, “Ayah.” Asmi memanggil dengan sedikit takut, sebenarnya dia sudah entah berapa kali memanggil Teto dengan ayah di dalam hatinya.
Teto mendongak dengan terkejut, sudut bibirnya melengkung sedikit demi sedikit, apakah sedang memanggilku? Teto merasa ini mungkin adalah ilusi pendengarannya.
“Ayah, tidak perlu kupas kulitnya, aku selalu memakan kulitnya juga ketika makan apel.” Asmi sungguh tidak tega membiarkan Teto lanjut mengupasnya lagi, dia selalu merasa pisau itu akan menyayat tangan Teto.
Ketika Asmi memanggilnya ayah, tangan Teto bergetar, lalu pisau itu melesat dari apel, dan benar saja menyayat punggung tangannya, seketika, darah merah pun mengalir.
“Ayah.” Asmi bangkit duduk dan berseru kaget, lalu dia menarik tisu dari samping bantalnya dengan panik untuk menyeka tangan Teto.
“Asmi, aku tidak apa-apa, hanya tidak sengaja tergores sedikit saja, tidak perlu panik.” Melihat tampang Asmi yang ketakutan, Teto khawatir padanya, lalu Teto menutupi tangannya dengan tisu. Melihat tatapan Asmi yang perhatian, Teto sama sekali tidak merasa sakit, sebaliknya dia merasa senang.
Asmi Sumirah menekan alarm di dalam bangsalnya, segera, ada perawat yang masuk dengan tergesa-gesa.
“Nona Sumirah, apakah ada yang terasa tidak nyaman?” Para perawat ini bertugas untuk melayani di bangsal VIP, mereka tahu bahwa semua yang tinggal di dalam tempat ini adalah para orang kaya, sehingga sikap mereka selalu begitu ramah.
“Tangan ayahku baru saja tersayat, bisakah kamu memeriksakannya?” Asmi berkata kepada perawat sambil menunjuk Teto.
Melihat Teto menggenggam erat satu tangannya dengan tangan yang lain, perawat itu memeriksakannya dengan teliti.
“Perawat, tanganku tidak apa-apa, kamu ambilkan satu plester untukku saja, nanti aku akan menampalnya sendiri.” Teto merasa ini hanyalah sebuah luka kecil, sama sekali tidak perlu merepotkan perawat.
“Dalam lemari di dinding ada plester, silahkan kamu gunakan, hanya saja, beberapa hari ini tidak boleh menyentuh air, kalau tidak, akan sangat sakit, juga akan sembuh dengan lebih lambat.” Perawat berpesan kepada Teto.
Melihat alis ayahnya yang terkerut kencang, Asmi tahu sayatan tadi pasti sangat dalam, darahnya juga baru bisa berhenti setelah lama. Asmi merasa sakit hati, tetapi dia tidak tahu harus bagaimana berkata menghibur ayahnya.
Teto mengambil sebuah plester dari lemari, sudah sangat lama dia tidak membiarkan dirinya terluka, dia juga tidak pernah memasak di dalam rumah, tiba-tiba tersayat oleh pisau, sungguh terasa sakit sekali. Teto menampalkan plester ke tangannya dengan hati-hati, “Lihat, tidak ada apa-apa, Asmi, aku terlalu bodoh, bahkan mengupas apel saja tidak bisa.”
Teto tersenyum mencemooh diri sendiri, dia adalah orang yang sangat ramah dengan tersenyum, meskipun tidak termasuk lanjut usia, tetapi sudah banyak rambutnya yang rontok, sehingga usianya terlihat lebih tua.
Sebenarnya Teto baru berusia lima puluh tahun, tetapi karena ada banyak hal yang dia pikirkan selama bertahun-tahun, serta merindukan Rani, membuatnya terlihat jauh lebih tua.
“Ayah, sekarang aku tidak makan, pagi hari ini aku sudah makan banyak, kamu beristirahat sebentar saja.” Asmi benar-benar tidak tega untuk membiarkan ayahnya sibuk untuk dirinya, sekarang semua orang di sekitarnya sedang sibuk untuk dirinya, ibu, ayah, dan Sasa, mereka adalah orang yang paling dekat baginya.
“Asmi, terima kasih telah memanggilku Ayah, sebelum aku bertemu lagi dengan ibumu, aku sama sekali tidak tahu bahwa aku mempunyai seorang anak, sekarang aku menyesal sekali, hal yang paling salah yang aku lakukan di masa muda adalah kehilangan ibumu, kehilangan kamu.” Mata Teto tetap begitu jernih dan cerah.
Namun teringat akan masa lalu itu, sudut mata Teto berair, jika pada saat itu mereka berdua dapat lebih tenang lagi, mungkin situasi sekarang tidak akan canggung seperti ini.
“Tetapi, Asmi, sekarang kamu tidak boleh seperti aku dan ibumu, kamu harus tenang, jangan membiarkan anakmu menjadi anak yang tidak mempunyai ayah.” Melihat Asmi bersedih, Teto juga meneteskan air mata yang hangat.
Iya, tidak peduli milik siapa anak itu, asalkan Asmi ingin melahirkannya, maka dia dan ibunya pasti akan mendukungnya. Namun jika Asmi tidak menginginkan anak ini, mereka juga tetap akan mendukungnya.
“Ayah, aku tahu apa yang ingin kamu tanyakan.” Meskipun waktu berinteraksi dengan Teto tidaklah panjang, tetapi Asmi selalu merasa Teto menyayanginya seperti anak kandungnya, mungkin inilah yang dinamakan dengan darah lebih kental daripada air, Asmi justru ingin memberitahukan pemikirannya kepada ayah, tetapi dia takut untuk menghadapi ibu, takut tindakannya akan melukai ibu.
Teto mengangguk, tampangnya yang bijak membuat Asmi tidak berwaspada sedikitpun, Teto menepuk pelan tangan Asmi yang ramping, menenangkannya.
Di dalam bangsal hanya ada suara perbincangan ayah-anak itu, begitu hening, bahkan suara napas pun terdengar dengan jelas, “Ayah, anak ini milik Fredo Fajar, apa yang kamu pikirkan adalah benar.” Asmi mengatakan yang sebenarnya kepada Teto.
“Aku tahu dalam hatimu mungkin sudah tahu sejak awal, aku berkali-kali melihat kamu ingin bertanya tetapi pada akhirnya tidak ditanyakan.”Terkadang Asmi berpura-pura menjadi bodoh dan lugu, dia hanya tidak ingin mengurusi begitu banyak masalah yang tidak penting, sebenarnya dia tahu akan segalanya.
“Benar, Asmi, aku memang pernah menebak seperti itu, tetapi aku selalu merasa itu tidak mungkin.” Teto sangat terkejut, tak disangka Asmi akan menceritakan masalah padanya, bukan kepada Rani.
“Aku pernah berhubungan intim dengan Fredo.” Asmi bercerita, tampangnya bukanlah tampang bahagia, melainkan mengernyit dengan kencang, badannya juga jelas menjadi tegang, Fredo merasa aneh, tetapi jika Asmi tidak mengatakannya, maka dia juga tidak menanyakannya.
“Tidak peduli apa tujuan dan pemikiran Fredo, Ayah, kamu tahu bahwa aku sudah diam-diam menyukainya selama sepuluh tahun, apakah kamu tahu apa artinya sepuluh tahun bagi seorang gadis?” Mata Asmi penuh dengan kesedihan, yaitu ketidaksenangan terhadap Fredo yang menyetubuhinya dengan paksa, setiap kalinya Fredo selalu menyetubuhinya dengan paksa di saat dia tidak mengetahuinya.
Dalam hati Teto merasa sangat bersalah, dia membenamkan kepalanya ke dalam kedua tangannya dengan sengsara, “Asmi, aku tahu, ayah dan ibu yang telah bersalah padamu.” Teto mengeluarkan suara tangisan yang menderita.
Asmi bertahan sekuat tenaga untuk tidak menangis, jika dia menangis, ayah pasti akan lebih sedih lagi.
“Ketika aku tahu bahwa aku dan Fredo adalah kakak beradik, aku sepenuhnya frustasi, meskipun dulu tidak dapat bertemu dengan Fredo, tetapi dalam hati memiliki sebuah khayalan yang indah, hidup di dalam khayalan, betapa indahnya itu, tetapi begitu masuk ke dalam rumah ini, artinya aku dan Fredo adalah kakak beradik, kalaupun mempunyai khayalan, pada akhirnya juga tidak akan membuahkan hasil.” Asmi tertegun, lalu menyodorkan tisu kepada ayahnya.
Barulah Teto menyadari perasaannya sedikit bergejolak tinggi, “Asmi, tidak peduli apa yang kamu lakukan, kamu harus ingat, di belakangmu ada ayah dan ibu yang selamanya akan mendukungmu. Tidak peduli bagaimanapun juga, kamu harus memberitahu kami.” Teto memegangi tangan Asmi dengan erat.
Hingga saat ini barulah ayah-anak itu benar-benar membuka pintu hatinya, untuk pertama kali mereka berinteraksi dengan begitu dekat, berinteraksi dari hati ke hati.
Dalam hati Asmi terasa hangat, dulu dia selalu merasa selain orangtua angkat, mungkin tidak ada orang lain lagi yang akan menyayanginya seperti mereka, membiarkan dia melakukan apa yang telah dia putuskan. Hingga Rani datang mencarinya, dengan lugu dia mengikuti Rani pergi menemui ayah kandungnya, tetapi tidak ada kesan yang betapa baik.
Namun seiring dengan waktu berjalan, perhatian dari Rani dan Teto membuat hatinya yang telah tertutup sekali lagi merasakan cahaya matahari, lalu terbuka sekali lagi. Asmi Sumirah mencoba untuk menerima orangtua kandungnya, dia menyadari dirinya begitu nyaman di hadapan mereka, selain pada pertama kali dia merasa canggung.
Ternyata inilah kekuatan kekeluargaan, terutama kekuataan hubungan darah daging, kekuatan yang tidak peduli apa yang telah kamu alami, tetap akan begitu intim, Asmi menjadi semakin yakin terhadap itu setelah dirinya hamil.
Novel Terkait
My Charming Lady Boss
AndikaCinta Pada Istri Urakan
Laras dan GavinThe Richest man
AfradenMy Charming Wife
Diana AndrikaAsisten Wanita Ndeso
Audy MarshandaMendadak Kaya Raya
Tirta ArdaniAsisten Wanita Ndeso×
- Bab 1 Sekretaris ke-29
- Bab 2 Perolehan Yang Tak Terduga
- Bab 3 Penyanyi Misterius
- Bab 4 Apa Benar Wanita Yang Jelek?
- Bab 5 Dengan Tidak Disengaja
- Bab 6 Menyelamatkan
- Bab 7 Permintaan Tidak Dipenuhi Terus Menjerat
- Bab 8 Ibu Kandung
- Bab 9 Cerita Belakang Layar
- Bab 10 Kelembutan Palsu
- Bab 11 Sasa Lin
- Bab 12 Perjamuan
- Bab 13 Menyiksa Siapa
- Bab 14 Ini Semua Tidak Buruk (1)
- Bab 15 Ini Semua Tidak Buruk (2)
- Bab 16 Siapa itu
- Bab 17 Hidup Manusia Hanya Berapa Puluh Tahun
- Bab 18 Kopi Nona Lim
- Bab 19 Bagaimana Kamu Melihatnya
- Bab 20 Sehati
- Bab 21 Kamu Benar-Benar Berkemampuan
- Bab 22 Curiga
- Bab 23 Ternyata Penyebabnya Adalah Ini
- Bab 24 Cinta Ibu Sama Semua
- Bab 25 Pohon Parasol
- Bab 26 Muntah
- Bab 27 Mencari Alasan (1)
- Bab 28 Mencari Alasan (2)
- Bab 29 Asap Bertebaran
- Bab 30 Pacar Baru
- Bab 31 Memerah
- Bab 32 Mengejar
- Bab 33 Suka Rasa Stroberi
- Bab 34 Menangis Dengan Getir
- Bab 35 Persoalan Secarik Kartu
- Bab 36 Pertemuan Secara Tidak Sengaja
- Bab 37 Kepahitan Dalam Cinta
- Bab 38 Bibi Yang Menyebalkan
- Bab 39 Kupu-Kupu Keluar Dari Kepompong
- Bab 40 Apakah Kamu Benar Adalah Asmi
- Bab 41 Anisa Terluka
- Bab 42 Perselisihan
- Bab 43 Berangkat
- Bab 44 Satu Kali Pertemuan
- Bab 45 Tidak Nyaman Dengan Tempat Baru
- Bab 46 Gaun Ungu
- Bab 47 Acara Pesta
- Bab 48 Tokoh Utama
- Bab 49 Drama Korea
- Bab 50 Olahraga Pagi
- Bab 51 Sound Of Silence
- Bab 52 Hari Terakhir Di Korea
- Bab 53 Tidak menarik
- Bab 54 Sebuah lingkaran merah
- Bab 55 Meminta Ijin
- Bab 56 Hamil
- Bab 57 Periksa Dan Pelajari
- Bab 58 Hidup Bersama Dengan Damai
- Bab 59 Pahitnya Hati
- Bab 60 Pesta Keluarga
- Bab 61 Bertengkar Hebat
- Bab 62 Cinta Asmi Sumirah
- Bab 63 Sembarangan Menjodohkan
- Bab 64 Pertama Kali Ke Rumah Asmi
- Bab 65 Minum Alkohol
- Bab 66 Pertemuan
- Bab 67 Asap Hijau
- Bab 68 Perpisahaan
- Bab 69 Rencana Yang Tidak Berniat Bagus
- Bab 70 Bangsal
- Bab 71 Enggan
- Bab 72 Mimpi Buruk
- Bab 73 Berjaga Malam
- Bab 74 Air Mata
- Bab 75 Memperbaiki Suasana Hati
- Bab 76 Sikap Makan
- Bab 77 Perusahaan Dargo
- Bab 78 Masalah Anak
- Bab 79 Konfirmasi Kecelakaan Mobil
- Bab 80 Susah Untuk Menerima
- Bab 81 Sangat Kecewa
- Bab 82 Kebahagiaan Yang Sederhana
- Bab 83 Mempertanyakan
- Bab 84 Kebenaran
- Bab 85 Ke Utara
- Bab 86 Gunung Es Meleleh
- Bab 87 Menghilang
- Bab 88 Balas Surat
- Bab 89 Nama Yang Sangat Tidak Asing
- Bab 90 Pulang Negeri
- Bab 91 Bertemu Dengan Sahabat Lama
- Bab 92 Acara Pernikahan
- Bab 93 Cantik dan Menawan
- Bab 94 Perjamuan Malam
- Bab 95 Pulang Rumah
- Bab 96 Pergi Ke Kuburan
- Bab 97 Bingung
- Bab 98 Konser
- Bab 99 Badai Konferensi Pers
- Bab 100 Baunya