Asisten Wanita Ndeso - Bab 24 Cinta Ibu Sama Semua
Vila keluarga Fajar terletak di sebuah bukit di sebelah timur kota. Vila-vila yang dibangun di atas bukit semuanya merupakan vila mewah.keluarga Fajar berada di tengah-tengah bukit, kebetulan menghadap ke seluruh kota.
“Mas Fajar, menurutmu putri kita bakal pulang tidak hari ini?” Di kursi malas, seorang wanita paruh baya duduk dengan sedih di sana. Ia mengenakan setelan kuning muda, postur tubuhnya dirawat dengan sangat mantap, raut mukanya agak kemerahan, kondisi kulitnya itu terlihat tidak sesuai dengan usianya itu, kulitnya masih sangat kencang, halus, dan lembut.
“Istriku, dia akan pulang.” Pembicara meletakkan tangannya di atas istrinya.
"Aku percaya Asmi akan pulang. Dia adalah anak yang bisa berpikir, hanya saja dia belum bisa menerima semua ini dalam waktu sesaat." Pria paruh baya berkata dengan penuh arti, matanya penuh kelembutan yang tak terkira.
Ini adalah vila milik Teto. Semenjak bertemu kembali dengan Rani, dia mengundurkan diri dari presiden perusahaan tanpa ragu. Kemudian tinggal di rumah dengan santai, menemani Rani sepanjang hari.
Teto merasa dia kehilangan banyak hal semasa muda. Cinta, pernikahan, anak-anak, dia kehilangan semua itu. Sekarang, dia ingin mencari kembali semua itu.
Kini dia telah menemukan cintanya yang dulu, cinta lama yang tak terlupakan. Dia juga telah mengetahui ternyata mereka pernah memiliki seorang anak. Itu sungguh hal yang mengejutkan.
Teto sangat senang dengan kejutan itu. Hari ini dia mengenakan kemeja lengan pendek kasual gelap, dia telah terbiasa dengan kesibukan sehari-hari, dia mengenakan pakaian yang sangat formal di rumah, seolah-olah dia bisa segera mengabdikan dirinya untuk bekerja begitu mendapatkan panggilan telepon.
Teto merasa hidup sebenarnya memperlakukannya dengan amat baik. Ia bersusah payah membesarkan putra angkat, Fredo, serta membimbingnya hingga menjadi elit bisnis, usaha itu telah terbayar. Hal yang sangat memuaskan lagi adalah putrinya juga telah kembali ke sisinya. Dia merasa hidupnya sekarang sangat bahagia.
"Aku melihat Asmi sangat berbakat. Aku mendengar bahwa dia bekerja dengan sangat baik di perusahaan. Dia sangat cakap, kemampuannya lebih dari cukup dalam menangani masalah." Meskipun Teto tidak lagi berpartisipasi dalam pengambilan keputusan perusahaan, tapi dia masih mendengarkan laporan dari direktur umum setiap minggu.
Dia selalu bertanya tentang Asmi, meskipun dia belum mempublikasikan fakta bahwa Asmi adalah putrinya, tapi dia merasa begitu waktunya tepat, dia akan membiarkan Asmi perlahan-lahan bergabung dalam perusahaan.
"Aku tidak tahu seperti apa kehidupan masa kecilnya. Aku sangat membenci diriku sendiri, Fredo, aku seharusnya tidak meninggalkannya." Mata Rani seketika digenangi air mata. Sebagai seorang ibu, dia malah meninggalkan anak di saat anak paling membutuhkannya. Betapa dahsyatnya pukulan ini bagi Asmi .
Rani bersandar di pundak Teto dan menangis dalam kesedihan. Adegan peristiwa masa lalu melintas di depan matanya, bagaimana dirinya menempatkan Asmi, yang baru saja lahir, di tepi jalan dengan tidak berdaya, lalu tidak lagi menoleh ke belakang untuk melihat Asmi sekali pun.
Rani merasa bahwa hal yang paling disesali dalam hidupnya adalah kelakuannya pada putrinya, Asmi . Setiap kali melihat mata Asmi di balik kacamata yang tampak nanar, hatinya kesakitan bagai tertusuk jarum.
Dia merasa Asmi tidak akan pernah memaafkan dirinya.
Teto menepuk punggung Rani dengan lembut. Butuh lebih dari 20 tahun agar dia bisa bertemu kembali dengan kekasihnya, bagaimana boleh dia membuat kekasihnya ini bersedih lagi?
Dia akan melakukan segalanya demi kebahagiaan kekasih tercintanya, juga kebahagiaan putrinya.
"Istriku, aku yakin Asmi dapat memahami kesulitan kita pada saat itu. Dia adalah anak yang bisa berpikir, kita harus percaya padanya. Beri dia waktu, jangan memaksanya." Teto menghibur Rani dengan suara lembut.
Rani mengangguk. Dia pernah pergi ke rumah orang tua angkat Asmi . Dia tahu bahwa orang tua angkat Asmi memperlakukan Asmi seperti anak kandung sendiri. Dia sangat menyesa;. Dia melunasi hutang-hutang orang tua angkat Asmi sebagai bayaran untuk mereka atas kebaikan mereka terhadap Asmi .
Rani selalu merasa bersalah kepada orang tua angkat Asmi, dia berhutang terlalu banyak, kebodohan dan kesembronoannya semasa muda membuatnya tidak pernah menduga dirinya akan membuat kesalahan sebesar ini.
“TINGTONG.” Bel pintu berbunyi. Teto menurunkan Rani, menepuk punggungnya lagi. Rani berhenti menangis, segera menyeka air mata dari sudut mata dengan tisu.
Teto dan Rani duduk tegak, mata keduanya tertuju pada pintu. Pelayan, bibi Wu, membuka pintu yang tinggi dan besar.
“Asmi, kamu sudah pulang.” Wajah Rani lantas dihiasi kegembiraan, dia berdiri untuk menyambut Asmi, menggandeng tangan Asmi dan membawanya ke dalam ruangan.
Asmi mengangguk, tidak memanggil mereka. Menghadapi ibu kandungnya, meskipun dia pernah bermimpi berkali-kali tentang ibuya, tapi ketika benar-benar bertemu, dia tidak bisa memanggilnya ibu. Dia bukan lagi remaja yang selalu bermimpi akan musim semi, dia sudah dewasa, dia telah lulus kuliah sarjana, lulus dari kuliah pascasarjana, dia telah menerima kenyataan bahwa ibunya meninggalkannya.
Ketika ibunya datang untuk mencarinya lagi pada 26 tahun kemudian, semangat yang dulunya membara telah lama meredup dan mendingin, hanya saja dia tetap tidak bisa melepaskan pertalian darah keluarganya yang lebih kental daripada air.
“Anak baik, baguslah jika sudah pulang.” Tangan Rani memegangi tangan Asmi dengan erat. Dia seakan takut jika dia melepaskan tangannya, putri kesayangannya akan melarikan diri.
Rani memandangi Asmi dari ujung kepala hingga ujung kaki, dia agak kehilangan akal. Putrinya kelas merupakan embrio kecantikan, terlihat sangat cantik dari jarak dekat, tapi mengapa putrinya malah berdandan dan berpakaian jelek?
Rani berkali-kali ingin bertanya pada Asmi apa yang terjadi, tetapi kata-kata yang telah sampai di mulut selalu ditelan kembali olehnya.
Dia tidak peduli dan tidak prihatin dengan pertumbuhan Asmi, apa haknya untuk menanyai kehidupan Asmi ? Dia samar-samar merasakan bahwa Asmi pasti telah mengalami banyak masalah dalam pertumbuhannya, sehingga membuatnya tidak peduli dengan cara berdandan dan berpakaian.
Melihat ibunya memandangi dirinya, Asmi tahu bahwa ibunya pasti memiliki banyak keraguan dalam hati. Dia menundukkan kepala, tidak ingin membicarakann masalah ini.
Di depan ibunya, dia merasa asing. Bagaimanapun dirinya sudah berusia 26 tahun, sosok ibu dalam ingatannya hanyalah ibu angkat yang merawat dan membesarkannya dengan penuh kasih sayang.
Sementara waniya yang berpakaian modis ini malah terasa begitu jauh bagi Asmi, dia belum beradaptasi.
Vila Teto berdesain gaya Eropa yang memiliki dua lantai dan loteng. Mereka menyediakan satu kamar untuk Asmi, salah satu kamar di lantai dua yang berdekatan dengan taman. Asmi pernah melihatnya.
Kamarnya bersebelahan dengan kamar Fredo . Dia tidak menyangka pria yang disukainya selama 10 tahun ternyata begitu dekat dengannya.
“Asmi, kapan kamu mau pindah ke sini?” Rani menyela pikiran Asmi, pikiran Asmi pun tertarik kembali. Dia menatap ibunya dengan tatapan kosong. Walaupun ibunya ini sangat memperhatikan perawatan, tapi masih ada beberapa helai uban di sekitar telinga dan pelipis.
Waktu tidak mengindahkan keinginan orang. Setelah berhadapan dengan kepergian kedua orang tua angkatnya, barulah dia menyadari betapa lemahnya kehidupan, terutama bagi lansia, jadi kita harus lebih sering menemani mereka.
Melihat tatapan ibunya yang penuh harapan, Asmi agak tidak tega, tapi dia jelas belum bisa pindah ke sini sekarang. Dia belum bisa menstabilkan emosi diri, dia belum keluar dari kesedihan karena kehilangan orang tua angkat, yang lebih penting, dia tidak tahu bagaimana dirinya menghadapi Fredo .
Namun, dia tidak tega mengecewakan ibu kandungnya. "Setelah beberapa saat, aku pasti akan pulang. Sekarang tolong biarkan aku tinggal di sana untuk sementara waktu, aku masih ingin menemani mereka." Tatapan Asmi tampak begitu tak bersemangat, bola matanya tidak berputar sama sekali.
Salah satu kekurangan Asmi adalah jika dia tidak ingin berbicara atau tidak tertarik dengan topik pembicaraan, dia akan berdiam di sana, matanya seperti mata ikan yang mati, terlihat dungu dan lamban.
Jika dia menghadapi orang yang disukainya dan topik yang dikuasainya, dia terlihat nyaris seperti orang yang berbeda, penuh energi dan semangat.
Hanya sedikit orang yang pernah bertemu dengan dirinya yang bersemangat karena bertemu dengan topik yang dikuasainya, mungkin hanya Sasa dan orang tua angkatnya. Dia selalu membungkus dirinya dengan ketat saat berada di lingkungan yang asing, tidak pernah menampakkan diri ataupun mengekspresikan pendapatnya sendiri.
“Baiklah, Asmi, ibu tidak akan memaksamu.” Rani meletakkan tangannya di tangan Asmi . Sekarang adalah pertengahan musim panas, tapi tangan Asmi sangat dingin, apalagi ujung jari.
Sedemikian dingin hingga menjalar ke sumsum tulang, Rani merasa tertekan dan sakit hati. Anak ini terlalu tidak peduli pada dirinya sendiri, tidak tahu untuk merawat diri.
"Asmi, mengapa tanganmu begitu dingin? Kamu tidak sakit, bukan." Rani menempelkan tangannya di dahi Asmi dengan khawatir, untungnya suhu di dahi sangat normal.
"Tidak demam. Asmi, kamu harus memperhatikan kesehatanmu. Apakah tugas yang diberikan Fredo padamu terlalu berat." Rani melihat tubuh Asmi sangat kurus, tapi dia dibungkus dengan pakaian tebal sehingga tidak terlihat terlalu kurus.
"Aku akan memperhatikannya. Sekarang sedang zamannya kurus, kecantikan dengan tulang yang kelihatam sangat populer, kamu jangan khawatir." Asmi melihat tatapan cemas di mata ibu kandungnya sama dengan ibu angkatnya. Mereka semua merupakan orang-orang yang mencintai dirinya. Asmi merasakan aliran panas yang menjalar dari lubuk hati.
"Kedepannya sering-seringlah pulang, ayahmu dan aku sering merindukanmu. Kami berdua sudah tua, kita mungkin hanya bisa bertemu dalam beberapa tahun ini." Rani agak sedih. Percakapan dengan Teto barusan membuat dia sedikit emosional.
“Iya, kamu tenang saja, aku akan merawat Anda.” Asmi terinfeksi oleh cinta ibu yang mendalam dari Rani. Dia ingat dia pernah membaca banyak kisah tentang cinta ibu sejak duduk di bangku sekolah menengah. Sejak itu, dia tahu bahwa cinta ibu merupakan sesuatu yang paling dalam dan tanpa pamrih di dunia ini, tidak akan pernah berubah.
Asmi kembali ke rumah setelah makan malam di vila di gunung. Supir keluarga Fajar yang membawanya pulang. Ibu Rani membawakannya banyak makanan lezat, juga membawa beberapa pakaian dan aksesoris untuknya.
Aksesoris yang diberi bukan jenis merek terkenal sehingga Asmi merasa sangat nyaman. Dia tidak pernah memakai merek terkenal, itu semua membuatnya merasa terlalu mewah.
Tetapi apa yang paling membuatnya tersentuh adalah ibunya membawakannya makanan. Dia ingat ketika dia meninggalkan rumah untuk berkuliah, ibu angkatnya selalu membawakannya satu paket besar yang berisi makanan. Asmi paling menyukai acar buatan ibu angkat. Dia biasanya menumis acar itu bersamaan dengan daging dan cabai untuk dimakan. Itu adalah kelezatan terbaik di dunia.
Ternyata semua ibu di dunia adalah sama.
Novel Terkait
Kembali Dari Kematian
Yeon KyeongTakdir Raja Perang
Brama aditioThe Comeback of My Ex-Wife
Alina QueensHidden Son-in-Law
Andy LeeHalf a Heart
Romansa UniverseBeautiful Lady
ElsaAsisten Wanita Ndeso×
- Bab 1 Sekretaris ke-29
- Bab 2 Perolehan Yang Tak Terduga
- Bab 3 Penyanyi Misterius
- Bab 4 Apa Benar Wanita Yang Jelek?
- Bab 5 Dengan Tidak Disengaja
- Bab 6 Menyelamatkan
- Bab 7 Permintaan Tidak Dipenuhi Terus Menjerat
- Bab 8 Ibu Kandung
- Bab 9 Cerita Belakang Layar
- Bab 10 Kelembutan Palsu
- Bab 11 Sasa Lin
- Bab 12 Perjamuan
- Bab 13 Menyiksa Siapa
- Bab 14 Ini Semua Tidak Buruk (1)
- Bab 15 Ini Semua Tidak Buruk (2)
- Bab 16 Siapa itu
- Bab 17 Hidup Manusia Hanya Berapa Puluh Tahun
- Bab 18 Kopi Nona Lim
- Bab 19 Bagaimana Kamu Melihatnya
- Bab 20 Sehati
- Bab 21 Kamu Benar-Benar Berkemampuan
- Bab 22 Curiga
- Bab 23 Ternyata Penyebabnya Adalah Ini
- Bab 24 Cinta Ibu Sama Semua
- Bab 25 Pohon Parasol
- Bab 26 Muntah
- Bab 27 Mencari Alasan (1)
- Bab 28 Mencari Alasan (2)
- Bab 29 Asap Bertebaran
- Bab 30 Pacar Baru
- Bab 31 Memerah
- Bab 32 Mengejar
- Bab 33 Suka Rasa Stroberi
- Bab 34 Menangis Dengan Getir
- Bab 35 Persoalan Secarik Kartu
- Bab 36 Pertemuan Secara Tidak Sengaja
- Bab 37 Kepahitan Dalam Cinta
- Bab 38 Bibi Yang Menyebalkan
- Bab 39 Kupu-Kupu Keluar Dari Kepompong
- Bab 40 Apakah Kamu Benar Adalah Asmi
- Bab 41 Anisa Terluka
- Bab 42 Perselisihan
- Bab 43 Berangkat
- Bab 44 Satu Kali Pertemuan
- Bab 45 Tidak Nyaman Dengan Tempat Baru
- Bab 46 Gaun Ungu
- Bab 47 Acara Pesta
- Bab 48 Tokoh Utama
- Bab 49 Drama Korea
- Bab 50 Olahraga Pagi
- Bab 51 Sound Of Silence
- Bab 52 Hari Terakhir Di Korea
- Bab 53 Tidak menarik
- Bab 54 Sebuah lingkaran merah
- Bab 55 Meminta Ijin
- Bab 56 Hamil
- Bab 57 Periksa Dan Pelajari
- Bab 58 Hidup Bersama Dengan Damai
- Bab 59 Pahitnya Hati
- Bab 60 Pesta Keluarga
- Bab 61 Bertengkar Hebat
- Bab 62 Cinta Asmi Sumirah
- Bab 63 Sembarangan Menjodohkan
- Bab 64 Pertama Kali Ke Rumah Asmi
- Bab 65 Minum Alkohol
- Bab 66 Pertemuan
- Bab 67 Asap Hijau
- Bab 68 Perpisahaan
- Bab 69 Rencana Yang Tidak Berniat Bagus
- Bab 70 Bangsal
- Bab 71 Enggan
- Bab 72 Mimpi Buruk
- Bab 73 Berjaga Malam
- Bab 74 Air Mata
- Bab 75 Memperbaiki Suasana Hati
- Bab 76 Sikap Makan
- Bab 77 Perusahaan Dargo
- Bab 78 Masalah Anak
- Bab 79 Konfirmasi Kecelakaan Mobil
- Bab 80 Susah Untuk Menerima
- Bab 81 Sangat Kecewa
- Bab 82 Kebahagiaan Yang Sederhana
- Bab 83 Mempertanyakan
- Bab 84 Kebenaran
- Bab 85 Ke Utara
- Bab 86 Gunung Es Meleleh
- Bab 87 Menghilang
- Bab 88 Balas Surat
- Bab 89 Nama Yang Sangat Tidak Asing
- Bab 90 Pulang Negeri
- Bab 91 Bertemu Dengan Sahabat Lama
- Bab 92 Acara Pernikahan
- Bab 93 Cantik dan Menawan
- Bab 94 Perjamuan Malam
- Bab 95 Pulang Rumah
- Bab 96 Pergi Ke Kuburan
- Bab 97 Bingung
- Bab 98 Konser
- Bab 99 Badai Konferensi Pers
- Bab 100 Baunya