Asisten Wanita Ndeso - Bab 25 Pohon Parasol
Di pagi hari, Asmi terbangun dari mimpi. Dia terbiasa bangun pagi, bahkan pada akhir pekan. Hari ini Sabtu, dia sebenarnya tidak perlu bangun pagi-pagi, tapi kemarin ada pekerjaan dalam perusahaan yang belum diselesaikannya.
Dia harus kembali ke perusahaan hari ini untuk memilah semua bahan yang perlu disiapkan pada hari Senin.
Setelah mandi dengan tergesa-gesa, Asmi melihat wajahnya yang tampak pucat di cermin, dia juga merasa sedikit sakit di perutnya, dia tidak tahu sebab dari rasa sakit itu, seharusnya beberapa hari ini adalah periode menstruasi, tetapi dia masih belum datang bulan.
Namun, Asmi tidak memedulikannya. Menstruasinya terkadang memang datang tidak sesuai jadwal, kadang-kadang harinya akan mundur ketika tekanannya sedang tinggi. Dia merasa dirinya mungkin terlalu capek pada akhir-akhir ini.
Melihat kantong mata yang besar dan lingkaran hitam yang tebal di bawah mata, dia merasa dirinya mungkin memang terlalu capek.
Asisten presiden harus mengurus banyak kerjaan setiap hari, juga harus berurusan dengan calon istri presiden, semua itu benar-benar membuat dirinya kewalahan. Namun, dirinya mungkin akan merasa baikan setelah melalui periode adaptasi ini.
Asmi menghibur dirinya sendiri. Setelah mencuci wajah, dia mengoleskan sedikit krim BB dengan teliti. Biasanya dia jarang menggunakan kosmetik. Dia tidak memiliki kosmetik lain selain Dabao dan krim BB yang sudah digunakan selama hampir dua tahun ini .
Selesai oles, Asmi menemukan raut muka yang terpantul di permukaan cermin terlihat jauh lebih baik, setidaknya matanya tidak lagi begitu menakutkan.
Dia mendongak untuk melihat jam, jam baru menunjukkan pukul 8. Asmi tidak punya kebiasaan rebahan, walau dia tidak perlu bekerja, dia selalu bangun pada pukul 6. Sasa memperolok-olok Asmi bahwa hidupnya sungguh keras.
Asmi juga berpikir demikian. Dia merasa nasibnya memang buruk. Jika tidak, bagaimana mungkin ibu kandungnya meninggalkannya.
Asmi melihat-lihat di dalam dapur, dia menemukan bahwa bahan makanan yang tersisa di rumah hanyalah telur, tomat, wortel dan ham. Ini adalah barang-barang yang selalu tersedia di rumahnya. Mie telur tomat ataupun tumis telur tomat adalah hidangan yang paling sering dibuatnya.
Asmi sibuk di dapur untuk beberapa saat. Dia membuat kulit telur yang sangat tipis, kemudian memotong sosis dan wortel menjadi kubus kecil, lalu memasukkannya ke wajan. Melihat sayuran merah dan hijau, Asmi merasa sangat senang.
Asmi menggulung sayuran yang sudah dimasak ke dalam kulit telur dengan gerakan yang tampak mahir. Dia sudah terbiasa dengan kehidupan sendirian. Dia yang dulu juga sangat mandiri. Dari kuliah sarjana selama empat tahun sampai kuliah pascasarjana selama dua tahun, Asmi selalu hidup sendirian.
Dia bisa memasak beberapa hidangan sederhana, memasak nasi, dan memasak bubur. Tentu saja, hidangan yang paling dikuasainya adalah mie rebus. Itu adalah mie favoritnya. Dulu, ibunya hanya akan membuat itu pada saat ulang tahunnya.
Hari ulang tahunnya adalah 9 September, hari di mana ibu angkat menemukannya di depan pintu. Setiap hari ini pada setiap tahun, ibu angkat selalu membuat mie untuknya, sampai ibu angkat sakit dan tidak pernah bangun lagi dari tempat tidur.
Sebenarnya, Asmi telah lama belajar untuk memasak sendiri, tetapi saat ibu angkatnya masih ada, dia merasa dia masih memiliki sandaran.
Makan siang telah disiapkan, Asmi tidak berencana pulang pada siang hari, dia ingin menyelesaikan semua urusan di kantor sampai sore supaya dia tidak harus pulang lagi pada siang hari.
Meskipun sekarang Asmi memiliki ibu yang kaya, tapi dia masih mempertahankan kebiasaan berhemat. Dia tahu ketidakmudahan orang tua angkatnya dalam menghasilkan uang. Dia selalu berpakaian sangat sederhana semasa kuliah, pakaiannya selalu dipakainya berulang kali sampai robek dan tidak bisa dipakainya lagi.
Tidak ada perbedaan yang terjadi di rumahnya sebelum dan sesudah orang tua angkat pergi, masih bersih dan rapi. Dua orang tua dalam rumah sudah tiada, Asmi merasa hampa. Beberapa kali undangan tulus dari ibu kandungnya hampir disetujuinya.
Menimbang ibu angkatnya baru saja meninggal kurang dari setengah tahun, dia masih ingin tinggal di rumah ini untuk sementara waktu. Setiap hari, hal pertama yang dilakukannya sepulang kantor adalah membakar dupa untuk kedua orang tua angkatnya.
Dulu, Asmi selalu merasa konyol dan hina ketika melihat orang-orang melakukan hal-hal mistis, tetapi begitu dia sendiri mengalami hal yang sama, barulah dia menyadari perasaan terhadap orang yang sudah pergi yang tak enggan dilepas dapat disampaikan melalui metode ini.
Jadi, ketika pulang dengan fisik dan mental yang lelah setiap hari, saat melihat orang tua angkat yang tersenyum kepadanya dalam kediaman, kelelahannya bagai seketika menghilang.
Setelah membakar dupa untuk orang tua angkatnya, dia membiarkan asap tipis mewangikan ruangan. Sementara dirinya mengemasi barang-barang dan siap berangkat.
Di akhir pekan, bus tidak sepadat biasanya. Butuh lebih dari selusin perhentian untuk sampai di perusahaan dari rumah Asmi, dia masih harus berjalan sekitar sepuluh menit setelah turun dari bus. Tapi Asmi sudah terbiasa dengan kehidupan seperti ini. Tempat kerjanya yang dulu lebih jauh dari yang sekarang.
Sebagian besar orang di bus merupakan orang-orang yang bekerja tanpa libur akhir pekan. Di kota tingkat kedua di negara ini, ada banyak orang yang sibuk setiap hari, begitu pula Asmi . Jika tidak secara kebetulan direkrut Nona Lim ke Grup Marini, dia mungkin tidak berbeda dengan orang-orang yang sedang terburu-buru ini.
Ketika Asmi baru saja naik bus, tidak ada kursi kosong, jadi dia mencari salah satu sudut dan berdiri di sana. Orang-orang di dalam bus amat kaget ketika melihat penampilan Asmi, mereka secara naluriah terpikir Lin Wudi, tetapi gigi Asmi masih sangat rapi.
Dia terlihat lebih baik daripada Lin Wudi, juga lebih normal. Asmi tidak peduli dengan pandangan orang-orang itu. Dia memiliki kehidupannya sendiri, apa pentingnya pandangan orang-orang itu?
Seseorang harus memiliki kehidupannya sendiri, tidak boleh selalu hidup di mata orang lain. Asmi selalu bersikeras mempertahankan prinsip ini.
Oleh karena itu, dia bisa hidup bahagia tanpa takut akan pandangan dan pendapat orang lain.
Asmi sama sekali tidak peduli dengan pandangan orang lain. Ketika mereka memandangnya, meski dia tidak mengangkat kepala, tetapi dia tidak takut akan hal itu, dia memiliki kegigihannya sendiri.
Setelah dua kali perhentian, seorang wanita di sebelah Asmi berdiri, “Nona, duduklah di sini, aku sudah mau turun.” Wanita itu sangat ramah, senyuman lemah lembut mewarnai wajahnya.
Hati Asmi merasa sangat nyaman dan senang, ternyata tidak semua orang menilai orang lain dari penampilan. Dalam masyarakat ini, masih ada banyak orang baik.
Sebelum Asmi sempat untuk mengucapkan terima kasih, wanita yang baik hati itu telah turun dari bus. Asmi berbalik, pandangan mengikuti sosok wanita itu sampai dia tidak bisa melihatnya lagi.
Tidak ada lagi banyak orang di dalam bus, agaknya pagi hari Sabtu tidak banyak orang yang sibuk akan kerja. Sebenarnya, Asmi juga tidak perlu sibuk-sibuk untuk mencari nafkah hidup.
Dia memiliki ibu kaya dan telah menemukan ayah kandung sendiri, tetapi dia malah tidak begitu senang akan hal itu.
Jika orang lain menggantikan posisi Asmi dalam mengalami situasi yang sama, mereka mungkin akan merasa diri mereka seakan naik dari neraka ke surga, sikap mereka mungkin akan seperti kisah “Fan Jin Zhong Ju” yang ada di dalam novel "Rulin Waishi", entah seberapa gila akan kesenangan itu.
Berbeda dengan Asmi . Dia belum memberitahu siapa pun kabar bahwa ia telah menemukan ibu kandungnya, mungkin hal ini hanya diketahui bibi yang bertemu ibunya yang datang untuk menemuinya hari itu.
Selain itu, Asmi bahkan tidak memberitahu Sasa yang merupakan sahabat terbaiknya. Dia tidak ingin menyebabkan perubahan pada orang-orang di sekitarnya karena perubahan keadaannya sendiri.
Dia lebih tidak ingin bibinya yang serakah mengganggu dan merepotkan ibu kandungnya.
Asmi begitu tenggelam dalam pikirannya sehingga dia hampir ketinggalan stasiun. Dia buru-buru turun dari bus. Jalan ini termasuk salah satu jalan sangat makmur di kota ini. Perusahaan Marini terletak di tengah-tengah jalan yang makmur ini.
Asmi keluar dari bus di ujung jalan dan mulai berjalan perlahan di Jalan Kai Yang di mana perusahaan berada. Pada musim ini, pohon-pohon parasol yang tinggi tumbuh lebat di atas jalan aspal yang luas dan mewah.
Di pagi musim panas, hawa panas sudah menyelubungi atmosfer. Berjalan di bawah pohon parasol bisa terlihat sinar matahari pagi yang menerobos celah-celah dedaunan. Asmi memperlambat langkah kaki, menikmati udara lembab dan lembut di pagi hari.
Dia sudah lama tidak merasakan kenyamanan dan kesenangan semacam ini. Baru-baru ini, dia selalu berkeliaran di rumah sakit dan bar sepanjang hari. Merawat ibu angkatnya di rumah sakit pada pagi hari, kemudian pergi ke bar untuk bernyanyi di malam hari. Asmi tidak pernah merasa selelah ini.
Baru setelah kematian ibu angkatnya, Asmi bisa beristirahat, dia sungguh sangat lelah.
Hari ini Asmi tetap bergaya rambut dua kepang, tetapi penampilannya tampak lebih segar dari biasanya. Dia sudah lama tidak berjalan dengan nyaman di jalan yang ditumbuhi pohon.
Ini mengingatkannya pada masa kuliahnya. Universitasnya adalah salah satu universitas terbaik di dalam negeri. Universitas itu sudah memiliki sejarah bertahun-tahun. Di jalan menuju asrama, ada deretan pohon parasol yang tinggi, lebat, dan tertata rapi. Dia mendengar bahwa pohon-pohon itu sudah hidup lebih dari 50 tahun.
Batang-batang pohon di kedua sisi bercabang rapat, daun yang lebat memayungi jalan, bahkan di musim panas pun pohon-pohon itu bisa menghalangi cahaya matahari yang terik.
Ada nama yang indah untuk jalan yang berada di bawah payungan pohon-pohon parasol itu, yaitu "Jalan Malaikat."
Mengenai "Jalan Malaikat", Asmi selalu merasa bahwa itu ada di setiap universitas dalam negeri yang sudah berdiri lumayan lama.
Pohon parasol yang luar biasa lebat itu selalu memikat kerumunan burung pipit, turtledoves, dan burung lainnya pada sore hari. Burung-burung itu berkicauan dan hinggap bersama di ranting-ranting pohon, seperti sedang mengadakan rapat.
Oleh karena itu, ketika burung-burung itu berkicauan untuk "mengadakan rapat" di atas pohon, "taik" mereka akan jatuh dari langit secara tidak sengaja.
Beberapa kali Asmi hampir terkena "malaikat" itu, banyak orang di asrama tempat Asmi tinggal pernah terkena malaikat itu.
Setelah melintasi "Jalan Malaikat", maka akan tiba di asrama Asmi, Gedung wanita nomor 8. Itu adalah gedung asrama termurah di kampus pada saat itu. Sebenarnya Asmi bukan sengaja mau tinggal di gedung termurah juga, tetapi kebetulan semua wanita dari jurusannya tinggal di gedung ini.
Setiap kali mengingat kehidupan kuliah, hati Asmi selalu penuh kegembiraan. Pada saat itu, dia riang tanpa kekhawatiran. Dia selalu datang dan pergi dari perpustakaan, ruang kelas, dan asrama.
Saat akan tiba di gedung perusahaan, Asmi menarik-narik ransel besar dari kedua ketiak. Ada begitu banyak barang di ranselnya, begitu berat hingga bisa tergelincir dari ketiaknya.
Roadster Lamborghini kuning melewati Asmi dengan kelajuan tinggi, gaun Asmi mengibas ke atas.
Asmi gesa-gesa menurunkan gaunnya. Meskipun dia mengenakan kacamata, tapi dia tidak bisa melihat dengan jelas mobil mana yang melaju dengan kecepatan kilat.
Asmi mengangkat-angkat kacamatanya. Kacamata ini telah menemani Asmi selama empat tahun. Kaki kacamatanya sudah patah empat kali, Asmi memperbaikinya sendiri menggunakan lem serba bisa.
Kehidupan yang sulit dalam jangka waktu panjang telah membentuk kepribadiannya yang mandiri untuk setiap saat.
Novel Terkait
Ternyata Suamiku Seorang Sultan
Tito ArbaniPernikahan Kontrak
JennyMenaklukkan Suami CEO
Red MapleBretta’s Diary
DaniellePernikahan Tak Sempurna
Azalea_Asisten Wanita Ndeso×
- Bab 1 Sekretaris ke-29
- Bab 2 Perolehan Yang Tak Terduga
- Bab 3 Penyanyi Misterius
- Bab 4 Apa Benar Wanita Yang Jelek?
- Bab 5 Dengan Tidak Disengaja
- Bab 6 Menyelamatkan
- Bab 7 Permintaan Tidak Dipenuhi Terus Menjerat
- Bab 8 Ibu Kandung
- Bab 9 Cerita Belakang Layar
- Bab 10 Kelembutan Palsu
- Bab 11 Sasa Lin
- Bab 12 Perjamuan
- Bab 13 Menyiksa Siapa
- Bab 14 Ini Semua Tidak Buruk (1)
- Bab 15 Ini Semua Tidak Buruk (2)
- Bab 16 Siapa itu
- Bab 17 Hidup Manusia Hanya Berapa Puluh Tahun
- Bab 18 Kopi Nona Lim
- Bab 19 Bagaimana Kamu Melihatnya
- Bab 20 Sehati
- Bab 21 Kamu Benar-Benar Berkemampuan
- Bab 22 Curiga
- Bab 23 Ternyata Penyebabnya Adalah Ini
- Bab 24 Cinta Ibu Sama Semua
- Bab 25 Pohon Parasol
- Bab 26 Muntah
- Bab 27 Mencari Alasan (1)
- Bab 28 Mencari Alasan (2)
- Bab 29 Asap Bertebaran
- Bab 30 Pacar Baru
- Bab 31 Memerah
- Bab 32 Mengejar
- Bab 33 Suka Rasa Stroberi
- Bab 34 Menangis Dengan Getir
- Bab 35 Persoalan Secarik Kartu
- Bab 36 Pertemuan Secara Tidak Sengaja
- Bab 37 Kepahitan Dalam Cinta
- Bab 38 Bibi Yang Menyebalkan
- Bab 39 Kupu-Kupu Keluar Dari Kepompong
- Bab 40 Apakah Kamu Benar Adalah Asmi
- Bab 41 Anisa Terluka
- Bab 42 Perselisihan
- Bab 43 Berangkat
- Bab 44 Satu Kali Pertemuan
- Bab 45 Tidak Nyaman Dengan Tempat Baru
- Bab 46 Gaun Ungu
- Bab 47 Acara Pesta
- Bab 48 Tokoh Utama
- Bab 49 Drama Korea
- Bab 50 Olahraga Pagi
- Bab 51 Sound Of Silence
- Bab 52 Hari Terakhir Di Korea
- Bab 53 Tidak menarik
- Bab 54 Sebuah lingkaran merah
- Bab 55 Meminta Ijin
- Bab 56 Hamil
- Bab 57 Periksa Dan Pelajari
- Bab 58 Hidup Bersama Dengan Damai
- Bab 59 Pahitnya Hati
- Bab 60 Pesta Keluarga
- Bab 61 Bertengkar Hebat
- Bab 62 Cinta Asmi Sumirah
- Bab 63 Sembarangan Menjodohkan
- Bab 64 Pertama Kali Ke Rumah Asmi
- Bab 65 Minum Alkohol
- Bab 66 Pertemuan
- Bab 67 Asap Hijau
- Bab 68 Perpisahaan
- Bab 69 Rencana Yang Tidak Berniat Bagus
- Bab 70 Bangsal
- Bab 71 Enggan
- Bab 72 Mimpi Buruk
- Bab 73 Berjaga Malam
- Bab 74 Air Mata
- Bab 75 Memperbaiki Suasana Hati
- Bab 76 Sikap Makan
- Bab 77 Perusahaan Dargo
- Bab 78 Masalah Anak
- Bab 79 Konfirmasi Kecelakaan Mobil
- Bab 80 Susah Untuk Menerima
- Bab 81 Sangat Kecewa
- Bab 82 Kebahagiaan Yang Sederhana
- Bab 83 Mempertanyakan
- Bab 84 Kebenaran
- Bab 85 Ke Utara
- Bab 86 Gunung Es Meleleh
- Bab 87 Menghilang
- Bab 88 Balas Surat
- Bab 89 Nama Yang Sangat Tidak Asing
- Bab 90 Pulang Negeri
- Bab 91 Bertemu Dengan Sahabat Lama
- Bab 92 Acara Pernikahan
- Bab 93 Cantik dan Menawan
- Bab 94 Perjamuan Malam
- Bab 95 Pulang Rumah
- Bab 96 Pergi Ke Kuburan
- Bab 97 Bingung
- Bab 98 Konser
- Bab 99 Badai Konferensi Pers
- Bab 100 Baunya