Asisten Wanita Ndeso - Bab 50 Olahraga Pagi

Udara pagi hari di Korea jauh lebih bagus daripada kota yang ditinggali Asmi, dia selalu bangun pagi tidak peduli di mana pun dia berada. Di dalam kamar ini, dia tidur dengan sangat nyaman, bagaikan berada di rumah sendiri. Oleh karena itu, dia sudah bangun pada pagi-pagi buta.

Asmi menarik tirai jendela yang besar dan bisa melihat dunia luar melalui jendela kaca besar itu. Dia bergegas pergi membersihkan diri dan mengenakan pakaian yang dia pilih bersama Sasa. Setelan gaun yang dia kenakan di hari pertama sudah sedikit kotor, karena cinta akan kebersihan, maka dia mengeluarkan pakaian yang dipilihkan Sasa dari dalam tasnya.

Setelah lama mencari-cari, Asmi juga tidak menemukan yang sangat dia sukai, mungkin karena pandangan matanya benar-benar sudah tua, atau juga karena sudah terlalu lama mengenakan pakaian yang ketinggalan zaman.

Asmi memilih atasan baju sifon berwarna toska bagaikan daun teratai yang baru muncul dari permukaan air dan bawahan celana gantung berwarna beige. Dia merasa dirinya terlihat sederhana dan cakap, dia tidak mengikat rambutnya yang halus, melainkan tergerai rapi di belakang.

Asmi mengenakan sepasang sepatu flat putih yang memiliki sedikit hak dan terasa sangat nyaman. Setelah selesai mengemas dirinya, jarum jam baru menunjukkan pukul enam lewat lima puluh menit. Dari informasi hotel, dia tahu bahwa sarapan pagi dari hotel ini dihidangkan secara prasmanan dan dimulai pada pukul setengah delapan.

Tidak ada yang bisa dimainkan dalam kamar ini, Asmi juga tidak mengerti dengan tontonan televisi, maka dia ingin pergi keluar untuk jalan-jalan. Dia mengambil tas jinjing hitam panjang yang dipilihkan Sasa, Sasa pernah mengatakan bahwa ini adalah model yang paling disukai gadis Korea pada saat ini.

Pada saat itu, Asmi tidak menghiraukannya dan menertawakan Sasa karena telah memaksakan pendapatnya kepada gadis Korea. Namun kemarin malam, barulah dia menyadari bahwa kebanyakan karyawan wanita di perusahaan cabang di Korea mengenakan tas jinjing seperti ini. Dia pun kagum dengan pandangan mata Sasa.

Jelas-jelas dia juga menonton drama Korea yang sama, tetapi dia tidak menyadari trend yang sedang marak di dalamnya. Sebenarnya siapakah Sasa, mengapa dia begitu familiar dengan semua ini?

Selama bertahun-tahun, Asmi selalu pendiam, hal yang tidak dikatakan orang lain, dia juga tidak akan pernah menanyakannya.

Tidak ada satupun orang di koridor, pada saat ini, para rekan kerja yang sudah bergairah semalaman seharusnya akan bangun dengan lebih lama lagi. Hari ini, Asmi memiliki banyak waktu untuk menikmati keindahan lukisan di kedua sisi dari koridor.

Semua lukisan itu adalah lukisan pemandangan wisata di Korea dan ada beberapa tempat yang sangat dikenali Asmi. Misalnya Rumah Biru dan Jeju, kedua tempat ini adalah tempat yang sangat disukai Asmi.

Asmi fokus untuk menikmati keindahan lukisan-lukisan dan waktu pun berlalu dengan lebih cepat. Restoran berada di lantai dua, ketika Asmi tiba di lantai dua, waktu masih pagi.

Asmi ingin pergi keluar untuk jalan-jalan, masih ada dua jam lebih dari waktu berkumpul, dia berpikir bahwa para rekan kerjanya pasti akan tidur lebih lama lagi. Dia turun ke lantai satu dengan lift, dengar-dengar, ada sebuah taman bunga besar di belakang hotel dan di dalamnya ada beberapa villa yang hanya ditempati oleh orang-orang yang memiliki kebutuhan khusus.

Asmi berjalan menyusuri koridor yang menghubungkan aula besar dan taman bunga, ada beberapa pelayan Korea yang sedang bertugas yang terus menatapnya. Asmi merasa canggung, dia sudah menjalani kehidupan yang tidak diperhatikan orang lain selama sepuluh tahun, begitu diperhatikan orang lain, dia justru merasa tidak nyaman.

Taman bunga mengingatkan Asmi pada taman bunga di halaman belakang rumah penasihat pada zaman kuno. Taman bunga itu kecil namun indah dan udara di dalamnya sangat jernih, serta ada petugas yang sedang mengurusi lahan rumput. Tidak ada gunung palsu seperti di dalam negeri, juga tidak ada bunga ataupun rumput yang telah dirapikan, semuanya adalah bentuk pada aslinya.

Jalanan bebatuan itu berliku-liku, Asmi sangat menyukai perasaan ini. Lalu ada sosok seseorang yang berlari melewatinya, orang itu mengenakan pakaian olahraga berwarna biru, badannya tinggi kekar dan langkah kakinya kuat bertenaga. Fredo, hampir saja Asmi mengucapkannya, suasana hatinya yang santai pun menjadi gelisah.

Sungguh benar perkataan adalah doa, orang yang paling takut ditemui Asmi pada saat ini adalah Fredo, meskipun dalam hatinya menginginkannya.

Pada awalnya, Fredo tidak menyadari siapa wanita di depannya. Fredo memiliki kebiasaan untuk lari pagi sejak masa perkuliahan, lari pagi setiap hari membuat otaknya semakin jernih. Selain hujan badai, dia selalu lari pagi setiap hari, tidak peduli hari itu adalah hari ujian atau yang lain.

Ketika semua orang sedang melakukan persiapan untuk ujian dan tidak ada satupun orang di lapangan olahraga, Fredo tetap muncul dengan tepat waktu di lapangan olahraga untuk lari pagi setiap harinya. Kebiasaan Fredo ini bertahan untuk waktu lama, kalaupun sedang pergi berdinas, kebiasaannya juga tidak berubah.

Ketika mendekati Asmi, barulah Fredo sadar bahwa orang yang berpakaian warna toska itu adalah Asmi. Fredo sudah terbiasa melihat Asmi yang berpakaian lusuh, begitu Asmi mengenakan pakaian yang begitu cantik, Fredo pun tidak mempercayai matanya sendiri. Awalnya dia mengira gadis yang berpakaian warna toska ini adalah gadis Korea, tak disangka itu adalah Asmi.

Fredo berlari melewati Asmi dengan tanpa suara dan tanpa menoleh, tetapi dalam hatinya berulang kali ingin menoleh. Gaya Asmi tidak sama setiap kalinya, seperti apakah tampangnya hari ini? Fredo sangat penasaran, sangat sedikit orang yang bisa menampilkan aura dewi dengan pakaian sejenis sifon.

Fredo merasa Asmi bisa, auranya dingin, matanya jernih dan kulitnya putih, seharusnya cantik sekali mengenakan pakaian ini.

Serangkaian harum semerbak menyerbu kemari, bunga gardenia di dalam taman bunga sedang bermekaran, ‘bunga gardenia telah mekar, bunga gardenia telah mekar,’ Asmi teringat akan alunan yang sangat populer dari Direktur He. Kegelisahannya karena bertemu dengan Fredo tadi sudah memudar banyak karena bunga gardenia. Karena masing-masing menjalani hidup dengan tenteram, untuk apa dia mencari kepusingan sendiri?

Berjalan santai di jalan setapak sambil menikmati harumnya bunga gardenia, Asmi merasa sangat nyaman. Dalam benaknya penuh dengan bayangan terhadap negara Korea, dia pernah melihat dalam film serial bahwa lingkungan perkotaan di negara Korea sangat bagus, terutama lingkungan tempat tinggalnya.

Asmi berjalan dengan sangat pelan, Fredo sekali lagi berlari melewatinya, lalu dia melamun melihat bayangan punggung Fredo yang berlari menjauh. Bertahun-tahun yang dulu, bukankah dia juga menatap bengong Fredo yang sedang berlari di lapangan olahraga? Sudah sepuluh tahun lamanya, masih orang yang sama dan masih sedang berlari di sana, tetapi sudah tidak sama lagi.

Asmi pun merasa sedih, tiba-tiba ada sekuntum bunga gardenia yang terjun terbawa angin, lalu Asmi memungutnya dengan hati-hati dari tanah. Kelopak bunganya berwarna putih dan mahkota bunganya berwarna kuning pucat, Asmi menciumnya dan merasakan aroma yang menyegarkan hati orang. Asmi meletakkan bunga itu di telapak tangan dan berpikir untuk menjadikannya sebagai pembatas buku.

Di dalam buku Asmi, banyak sekali bunga kering yang dijepitkan di sana, semuanya dikumpulkan oleh Asmi. Dia tidak akan mengubur bunga seperti Lin Daiyu, tetapi dia juga tidak rela hati melihat bunga yang gugur dan akan mengumpulkannya satu persatu.

Taman bunga tidaklah besar, tetapi sangat harmonis, rasanya sangat berbeda dengan di dalam negeri. Di taman bunga di dalam negeri, terdapat gunung dan danau, sementara taman bunga di Korea lebih seperti kebun, banyak sekali tanaman yang tumbuh di sana.

Asmi sangat menyukai kebun ini, dia melihat jam dan menyadari sudah hampir pukul delapan, tak disangka satu jam pun sudah berlalu. Dia bergegas berjalan kembali dan tidak bertemu lagi dengan Fredo, ini membuat hatinya merasa kecewa sekaligus lega. Dalam hatinya ada sebuah tempat untuk Fredo selamanya, kalaupun Fredo pernah menyakitinya, baik itu siksaan secara fisik maupun mental.

Asmi berjalan kembali dan berpura-pura tidak ada yang tidak terjadi. Orang-orang yang berolahraga di taman bunga mulai bertambah banyak, semuanya adalah penghuni hotel, tetapi tidak ada satupun yang bermuka familiar. Ketika hampir sampai di pintu aula, Asmi melihat pakaian warna biru dan wajah yang familiar.

Fredo sedang beristirahat di samping pohon payung Perancis di sekitar pintu aula, dari taman bunga ke pintu aula pasti akan berjalan melewatinya. Langkah kaki Asmi mulai melambat, dia tidak tahu apakah seharusnya menyapa Fredo.

Namun, juga tidak bisa berjalan melewati begitu saja, Fredo adalah atasannya. Asmi sedang ragu-ragu dalam hati apakah seharusnya dia menyapa Fredo. Secara rasional maupun emosional, seharusnya dia menyapa Fredo.

Langkah kaki Asmi bergerak dengan lambat, seperti tertarik oleh sesuatu sehingga tidak bisa digerakkan. Kalaupun siput, seharusnya juga sudah sampai dengan waktu yang begitu lama, tetapi Asmi masih berjarak dua meter dengan Fredo.

“Apakah kamu begitu takut padaku?” Wajah Fredo masih berkeringatan karena baru saja berolahraga, pria yang berolahraga adalah yang paling memukau, gadis di sekitar yang berjalan melewati pun selalu meliriknya.

“Tidak, CEO, aku sedang menikmati pemandangan di sekitar sehingga melambatkan langkah kakiku.” Tatapan Asmi tidak berani tertuju pada Fredo dan dia memandang ke sekitar, asalkan tidak bertatap mata dengan Fredo.

“Di hadapan karyawan perusahaan, aku berharap kita tetap adalah hubungan CEO dan sekretaris, selain daripada itu, kamu tidak perlu berpikir berlebihan.” Jarang sekali Fredo berbicara dengan tidak begitu beremosi, nada bicaranya sangat tenang dan wajahnya juga jauh lebih lembut.

“Baik, CEO, aku akan melakukan tugasku dengan baik.” Akhirnya Asmi menghela napas panjang, apakah Fredo sedang memberinya isyarat? Apakah Fredo ingin dia untuk tidak berpikir banyak? Meskipun berjarak dengan Fredo, tetapi dia juga tidak memiliki pikiran yang melewati batas. Pada saat itu, dia juga tidak tahu atasannya adalah Fredo.

“Baguslah kalau begitu, ingatlah untuk bersikap profesional dalam pekerjaan. Pergi makan saja, kalau tidak, nanti sudah habis.” Fredo menghentikan langkahnya. Semangatnya berlipat ganda, meskipun dia sudah minum banyak kemarin malam, tetapi dengan usianya yang muda, dia pun pulih kembali setelah tidur.

Dalam tidurnya, dia memimpikan Asmi, Asmi sedang bersamanya dengan senang, mereka berdua terlihat begitu harmonis.

Mungkin, jika Asmi bukan adik perempuannya dari ayah yang sama dan ibu yang berbeda, dia benar-benar akan jatuh cinta dengan Asmi. Seperti halnya hari ini, baju sifon berwarna toska itu menonjolkan postur tubuh Asmi dengan jelas, pinggangnya yang ramping dan kedua kakinya yang panjang, sungguh adalah keindahan dunia.

Fredo tahu, Joe akan melancarkan serangannya lagi, dia tidak menyukai Joe adalah karena Joe telah melihat kecantikan Asmi. Ini adalah hal yang tidak dapat diterima olehnya.

Seperti perkataan yang sering diucapkan itu, barang yang tidak bisa aku dapatkan, maka orang lain juga jangan harap bisa mendapatkannya.

Novel Terkait

Evan's Life As Son-in-law

Evan's Life As Son-in-law

Alexia
Raja Tentara
3 tahun yang lalu
Rahasia Istriku

Rahasia Istriku

Mahardika
Cerpen
4 tahun yang lalu
Cinta Setelah Menikah

Cinta Setelah Menikah

Putri
Dikasihi
4 tahun yang lalu
Get Back To You

Get Back To You

Lexy
Percintaan
4 tahun yang lalu
 Istri Pengkhianat

Istri Pengkhianat

Subardi
18+
4 tahun yang lalu
Kisah Si Dewa Perang

Kisah Si Dewa Perang

Daron Jay
Serangan Balik
3 tahun yang lalu
Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Shuran
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Uangku Ya Milikku

Uangku Ya Milikku

Raditya Dika
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu